Kamis, 01 Juli 2010

Pelajaran Baru Tentang Kesempurnaan

Kerap kali gua melihat kelompok mereka dari kejauhan, bergerombol bercanda dan ketawa-ketiwi. Gua yang pada saat itu masih bercokol di geng cewek-cewek pinter, mana pernah kebayang akan bergaul dengan mereka-mereka yang ada di depan pintu sana. Anak-anak orang kaya, yang gaul dan berpengetahuan luas tentang “dunia luar”.

Memang, memang. gua pernah bilang bahwa sekolah gua itu tidak begitu mengenal perbedaan, apalagi kaya dan miskin. Tapi anak-anak yang bergerombol membentuk kedekatan tersendiri tentu tak bisa terelakan. Yang kaya akan lebih sesuai dengan sesama kaya. Gua yang rada-rada ngepas, mending cari aman, temenan sama yang ngirit-ngirit juga.

Sering kali gua iri ngeliat mereka, yang okelah. Di sekolah gua itu memang ga mungkin ada miliuner nyasar. Tapi gua tahu betul, anak 15 tahun udah di ijinkan memegang kartu kredit, atau minimal flaz BCA, dan BUKAN sekedar kartu kosong tanpa isi. Mereka bisa dengan mudah. “Jalan yuk. Ke kafe yang di sana tuh.” Gila dalam hati gue. karena duit jajan gua itu selalu di batasin. Kalau memang gua mau nyari tambahan, ya gua harus nyari sendiri. Gua inget bener masa-masa gua dan temen gua yang ngiritnya minta ampun. Jauuuh sekali dari mereka, yang dalam seminggu bisa menghabiskan uang ratusan ribu bahkan jutaan.

Nggak, tapi mereka bukan geng kaya yang sok kaya dan sombong. Err, ada beberapa sih. tapi secara keseluruhan mereka cukup asik dan welcome. Lalu keajaiban terjadi, gua yang sudah tidak bercokol dengan kawan-kawan pintar seperjuangan itu, Cuma ngedekem sama temen sebangku gua doank dan filosofi filosofi kehidupannya. Masa-masa EHB gua itu, kelas gua dipisah sama dia. Dan gua nyasar di TEMPAT MEREKA. ya ampun, gua kan bukan si cupu yang suka di pojokan. Akhir-akhir ini gua menutup diri, ya karena gua sedang terlena dengan temen sebangku gua itu. jadi secara alamiah, gua bercanda dan main sama mereka. semakin terkejutlah gue, melihat gaya hidup mereka.

“Ke Segara yuk abis EHB.”

“Dimana?”

“Ancol. Enak, tapi tempatnya limited gitu. Musti booking dulu. Pemandangannya bagus. Aduh gua pengen banget ke sana nih.”

“Iya! Ayok-ayok. Rame-rame yuk!”

Gua yang pada saat itu lagi gabung Cuma cengok mendengar mereka menyebut berbagai nama kafe yang tidak gua kenal. Ketahuan sekali, gua KUPER bangetzz.

“Mar, ikut yuk, Mar.” errrr oke. Gua diem.

“Eh, makanannya mahal ga?” seseorang nyeletuk. Dan gua lupa siapa.

“Enggak lah, ga terlalu. Lu bawa aja berapa ratus ribu juga cukup.”

Memang. MEMANG, untuk mereka uang ratusan ribu mungkin ga ada harganya. Tapi bagi gue. ugh. Itu nominal yang cukup besar kalau gua jadikan modal usaha. Dan mereka melakukan itu ga Cuma sekali sekali deh setau gua.mereka rutin jalan-jalan. Kalo di bayarin sih gue mau deh. Lah bayar sendiri? Ya, gua kan memang pelit. Dan kuper. Dan kere.

Pokoknya, saat gua lihat mereka berjalan itu, berkilauan deh. Kesekolah aja bisa bawa uang ratusan ribu. Bayangkan teman-teman. Ke sekolah aja! Iri. Benar. Gua iri dengan mereka. tapi suatu malam, pas gua lagi chatting sama salah seorang temen gua, yang juga temannya mereka, yang juga orang kaya, yang juga gaul itu gua benar-benar kaget. Entah tuh orang ngomong sambil setengah ngantuk atau gimana gitu.

“Mar, gue iri sama lu.”

“hah? Wah stress dikau. Ada juga gua kali yang iri sama lu.”

“Enggak, serius. Gua kadang pengen jadi kaya lu.” Gue juga PENGEN jadi kaya lu. Kita tukeran tempat deh kalo bisa.

“Iri apaan? Wah lu sih error.”

“Elu hidup santai banget. cuek. Ga perduli apa kata orang. Asik. Kayaknya hidup lu nyaman-nyaman aja. Kayaknya lu ngelakuin apa aja yang lu suka gitu.”

Oh andai dikau tahu, bahwa gua memiliki begitu banyak beban dan tuntutan dalam kehidupan gue kawan.

“Emang lu kenapa sih?”

“Kadang, gua pengen jadi kaya dulu lagi. lu tau kan dulu, ranking gua bagus. Pinter, di sayang guru. Lu liat gue sekarang.”

Iya, gua tahu sangat, dulu pas SD dia itu ranking terus. Ga jauh-jauh deh dari si Meli. Dan setau gua otak dia itu memang pinter. Banget. Cuma akhir-akhir ini pelajaran di jeblok blok ke lapisan tanah terdalam. Dia males setau gue. tapi dia baek. Yang setahu gua, dia itu anaknya baek dan asik.

Dan sekejap saja pandangan gua berubah. Maksud gua, gua ga akan menghubung-hubungkan ini dengan harta mereka. tapi, harus gua akui. Bahwa manusia tidak ada yang sempurna, sekali lagi TIDAK ada yang sempurna. Sesempurna apapun gua melihat sosok mereka, pastilah gua memiliki kelebihan-kelebihan lain di bandingkan mereka. tapi gua sendiri juga selalu mengeluh atas kehidupan yang gua jalani hari ini. kenapa gua ga bisa kaya mereka? kenapa gua begini, begitu, begono. Tapi akhirnya gua sadar. Bahwa gua yang adalah gua, juga ga buruk-buruk amat. Gua pasti memiliki sesuatu yang mungkin ga di miliki orang lain. Seperti mereka. meskipun hingga hari ini gua masih ga ngeh, apa gitu yang lebih dari gua dibandingkan mereka.

Tidak ada komentar: