Sabtu, 31 Juli 2010

Sendirian... Brrrrrr...

Sebetulnya, di balik perangai Marisa yang agak mirip setan ini, gua justru adalah makhluk yang sangat menakuti setan. Tentu saja ga lepas dari faktor doktrinasi melalui film-film horror jepang dan Thailand, yang setannya tuh jelek, amit-amit punya.

Jadi ceritanya, sabtu siang telah di putuskan bahwa seluruh keluarga beserta tante-tante gue akan di boyong beramai-ramai ke Tanggerang untuk merayakan ulang tahun ke 50 bokap gua. Cuma perayaan kecil-kecilan sih. intinya acara itu selesai jam 10 malam. Gua sekamar sama cici gua yang ke 2, dan tentunya embak yang udah ngurusin gua dari kecil.

Enci gua yang ke2 bawa cowoknya ke Tanggerang. Dan TERNYATA mereka menginap di sana. Dalam hati gua pada saat itu sewaktu mendengar kabar ini, “YES YES YES! TIDUR TANPA DIA! YES! MERDEKA”

Gua naik ke mobil dengan rasa girang yang membuncah. Hingga di tengah jalan gua menyadari. Ponakan gua nginep, embak gua nginep, enci gua nginep. Lalu gua tidur sama… SAMA SIAPA????

“O EM JI!” gua berteriak di mobil. “Entar aku tidur sama siapa donk ce? Si cekit kan nginep di sana! Oh tidak!!” dan enci gua yang pertama tertawa terbahak-bahak. SEMANGKAAAA!!!! “ce, tidur sama aku donk ce?? Ya ya?? entar aku sendirian??” ternyata dia tidak menggubris ketakutan yang sudah mengambang di ubun-ubun gua ini. katanya, ogah dia juga pengen berduaan sama lakinya. Oh TIDAK

“Yaudah, elu yang sabar aja. Pokoknya nanti kalo ada apa-apa merem aja…” sial. Nih koko ipar gua pasti lagi nakut-nakutin. “Lu kalo ngerasa kaki lu di raba-raba, ya ngomong aja dalem hati. Jangan ganggu, itu yang putih-putih di rumah kita emang suka iseng kok.”

Dan imajinasi gua dengan segera melanglang buana, mengunjungi pulau paranoid yang telah gua ciptakan sendiri. Gua teringat cerita si tiffany sabtu siang di sekolah.

“Mar, elu tau ga? Masa kemarin malem adek gua cerita. Katanya waktu mati lampu, dia melek ngeliat gua. kata dia ada putih-putih di atas gua. terus dia merem ga berani melek lagi.”

Jujur. Gua bukan penakut. SUWER. Gua ga penakut, hanya imajinasi gua aja yang terlalu hebat. Lalu gua membayangkan cerita sederhana yang sama sekali tidak menakutkan itu, sehingga entah bagaimana gua seperti sedang menyunting film horror Thailand dengan si setan melayang-layang di atas kepala temen gua dalam gelap. Hiks.

Semasih imajinasi gua melanglang buana, koko ipar gua masih terus berceloteh semakin memperkaya kreatifitas gua dalam menciptkan zona ketakutan gua sendiri. Siallllllll!!!!!

BAGAIMANA INI?? lalu gua ingat dengan si ijah. Gapapa, at least gua bisa ngerjain si Ijah supaya ga tidur semaleman nemenin gue lewat telepon.

“Pokoknya jangan tidur sebelum ogud tidur.”

“Emang kenapa si?”

“Aduuuh pokoknya gitu deh!” gua sms si Ijah. Permasalahannya adalah gua tau kalau Ijah tau bahwa gua penakut. Dan gua merasa adalah sebuah aib yang besar kalau sampai si Ijah tau bahwa gua takut hanya karena GUA TIDUR SENDIRI DI KAMAR GUA YANG EMANG RADA ANGKER ITU!!! Ijah pernah ngeledekin gue karena gua ngerengek waktu mati lampu. Ya, jangan samakan gua dengan dia yang ga bisa tidur klo ga mati lampu. Gua itu semacam kebalikannya, ga bisa tidur kalau mati lampu.

“Pokoknya jangan tidur.” Ultimatum terakhir.

“Iye.”

BERUNTUNG. Tidak ada yang terjadi pada malam itu, Ijah si nona jail sempet ngiseng-ngisengin gue.

“Eh, kamu hati-hati, iya liat ke kiri ya entar…”

“Jaaahh, diem ya jaaahh. Jangan yang aneh-aneh.”

“Ya, abis kamu panik begitu sih. kamu nyalain tivi ya? kedengeran.”

“Iya.” Dengan volum maksimum. Biar rame. Gua setel tivi itu sampe pagi.

Ternyata. Suara Ijah memang seperti obat kencing kuda penangkal setan, sekaligus juga obat tidur yang menghipnotis. Karena ga lama kemudian, gua sudah jatuh tertidur. Tinggal Ijah yang gua tinggal tidur *seperti biasa*, say thanks to sweety monkey, yang pandai menghipnotis gue

Iya. Malam itu memang tidak terjadi apa-apa, tapi gua mendengar kisah di pagi harinya.

“Cia, gimana kemarin malam ada yang narik-narik kamu ga?” tanya enci gue. lalu salah seorang karyawan gua nyeletuk

“Kemarin, Aicia keluar kamar ya? Cuma aku rada bingung.”

“He? Enggak. Kemarin malem, aku di kamar aja kok.”

“Loh? Terus siapa yang keluar kamar? Soalnya pas aku tidur, denger suara brisik-brisik. Kirain si Mpok Ati sama Neni bikin susu di dapur, Cuma kan mereka nginep di sana, ada suara orang jalan keluar, tapi kok ga balik-balik lagi, ke kamar. begitu aku liat jam, ternyata sudah jam 3.”

“Terus mbak Heni keluar?”

“Enggak. Aku langsung kunci pintu kamar. Waduh. Itu siapa donk yang keluar kamar jam 3 pagi.”

“Ga tau, saya juga ga keluar kamar.” Kata enci gua

Hening.

“Cia, mungkin ga.. kemarin jam 3 pagi tanpa kamu sadar, si orang tak berwujud itu juga main-main ke kamar kamu pas kamu lagi tidur?”

RUJAAAAAAK!!!!

Ijah, temani aku lagi setiap malam.

Selasa, 20 Juli 2010

Mari Kita Berkarib, Kawan Jenius

Setelah dinobatkan sebagai anak IPS. Gua ingin mengorbankan nama dan tetes darah gue sebagai pembela IPS. Jangan, jangan menghina IPS kawan-kawan. Karena IPS juga sederajat dengan IPA. Pokoknya, HIDUP IPS!!

Keluhan anak IPA

“Gila sob!!! Kelasnya sunyi banget! gua mau nyanyi aja sampe ga bisa!!” kata si Pendy, pujangga SMA gua, seorang calon teologi yang pintar. Dan hobi nyanyi.

“Lu ga tau. Nyesel gua masuk IPA! Pelajarannya gila semua. Aduh bête banget. ketemunya itu lagi itu lagi. latihan bio gue aja dapet 40. Tau gini gua pilih IPS aja deh.” Kata si Ria. Hihihi.

“Aduh. Susah banget. mana kimia ga jelas gitu lagi. mati deh guee..” kata si Tiffany.

“Lu ga tau. Tuh kelas saking sunyinya, gua buka seleting aja sampe diliatin? Kelas langsung berisik gila.” kata si William.

Kata Pak Gatot: kalian, jangan pernah berkecil hati menjadi anak IPS, dimana-mana anak IPS tuh masa depannya jadi bos. Kalian liat, anak IPS bahagia semua. Anak IPA bikin pesawat. Yang beli siapa? Kan anak IPS. Anak IPA kerja, yang gaji siapa? Anak IPS juga. Buktikan pada orang-orang bahwa IPS kaum yang maju!

HIDUP IPS.

Tapi pada intinya begini. Pada dasarnya semua ilmu sama bergunanya untuk kita para murid bagi gue. meskipun, gua merasa. Di IPS gua bener-bener santai. Dan gua bener bersyukur gua masuk IPS. Gua tahu, gua akan bunuh diri dengan segera andaikan gua di sasarkan ke IPA. Ya. beruntung, nilai IPA gua jelek-jelek. Ya! beruntung!! Di IPS gua lebih bisa berkarya dengan nilai-nilai gua. ngerjain soal, ga perlu sampe ngejambak rambut, ileran, serta mata mengawang. Karena tidak banyak yang perlu gua hitung di IPS. Yang perlu gua lakukan di kelas, pasang telinga baik-baik, mata baik-baik. Dan otak harus segera cepat menjadi kritis untuk menganalisa.

Jadi gua pikir, untuk apa gua menghina IPA karena gua adalah anak IPS? Dan kenapa IPA harus menghina IPS hanya karena dia IPA? Tidak perlu lah. Karena toh jurusan sama aja. Karena toh tergantung masa depan kita mau kemana. Karena toh, kelas IPS terkenal dengan solidaritasnya. Karena toh IPA menang di logika, IPS di kreatifitas. IPA tahan banting, IPS selalu riang gembira. Sama-sama baik bukan? Jadi, buat apa menciptakan skandal hanya karena saling menghina antara IPA dan IPS? Biarkan IPA berprestasi dengan segala matematika, fisika, biologi, ataupun kimia. Kan masih ada basket, tanding capsa, kartu gaple, lomba gambar, mewarnai, dan lomba nyanyi. Kenapa harus berkecil hati? Ataupun menjadi sombong? Hanya karena IPS selalu jadi bos.

Jikalau sistem kerja IPA adalah membahas soal di siang hari sebelum sekolah di mulai, jikalau sistem otak para anak-anak IPA jauh lebih cepat dalam menghitung dan berlogika. Maka sistem kerja IPS adalah bikin peer di siang hari sebelum sekolah di mulai. Benar-benar menguji kreatifitas para anak-anaknya sebagai pencontek ulung. Maka otak anak IPS jauh lebih cepat dan menganalisa suatu kasus kemasyarakatan. Dan juga mulut anak IPS tercipta untuk lebih cepat berbicara daripada berpikir. Betul? Sama kan. Kita ahli di sini. Dan kalian ahli di sana.

Jadi, meskipun gua IPS, pada intinya gua tetap bangga. Karena gua tidak akan menjadi sembarang IPS. Gua IPS yang nantinya jadi orang hebat. Ya. betul. IPS juga bisa berprestasi. Mungkin tidak sekarang, tapi nanti? siapa yang tahu.

GO IPS GO IPS GOOOO!!

Oh ya

GO IPA GO IPA GOOOO!!

Mari kita IPA dan IPS nanti bertemu di masa depan. Ditengah masyarakat yang menantikan kerja sama dan partisipasi kita.

Nasib Oh Nasib

Tahun ajaran baru.

Marisa Jaya, akhirnya memasuki kelas IPS. Ya, gue gagal IPA. Lalu? Ya, gua pinter kok. Hanya kurang berusaha. Toh IPA bukan tujuan utama gua koookkk. Hidup IPS HIDUP IPS. Ranking gua tahun lalu anjlok, karena, terlalu sibuk mikirin pacar ideal dan tulisan ideal. Gapapa, selalu ada waktu untuk memperbaikinya. Dan gua berusaha, tahun ini adalah waktunya. Gua harus memperbaiki nilai rapor gua. pokoknya. GO HUKUM!!

Jadi setelah pertimbangan yang matang, gua berpikir tahun ini, gua hanya ingin bergaul dengan anak “pintar”. Gua berencana, memasang perhatian seratus persen di kelas. Sengantuk apapun gue, pokoknya gua harus berusaha. Sebawel apapun gua, gua tetep ingin memperhatikan guru di depan kelas dan mengabaikan teman gua. pokoknya, marisa harus jadi pendiam. PENDIAM!

Hari pertama, gua duduk sebangku dengan si Chindy Tanaya. Mepet aja, karena dia satu-satunya temen dari grup goziper kita, dan gua satu-satunya temen dari grup kita di kelas gua yang baru itu. toooh, pada akhrnya akan di acak-acak juga oleh wali kelas baru gue BU SISKA!! YA BU SISKA! Guru matematika yang gua ceritain di ujian lalu itu, yang suaranya sebesar toak dan khas padang. Yang suka berteriak-teriak saat mengajar, berdedikasi tinggi untuk sekolah, selalu up to date dalam hal style, penyuka high heels dan pakaian-pakaian bermerk, tapi ga pernah segan membantu anak muridnya yang kesulitan. Gapapa, guru ini. benar-benar mendominasi. Gua sama sekali ga pede saat berhadapan dengan guru satu ini.

Benar aja, dia tidak mempertanyakan apakah kita cocok atau enggak, dia langsung suruh gua berdiri dan duduk dengan si jenny manan. Gue pikir pada saat itu. LUMAYAN!! Si Jenny ini anaknya pintar, meskipun dia agak males tahun lalu, tapi gua tau sekali otak dia itu DIATAS rata-rata, dan gua serius. Dia pintar. Apalagi tahun ini dia komitmen mau ngejar ranking. Ahhh kejatuhan durian runtuh gue duduk dengan dia.

“Mar, lu duduk sama gue ya?” begitu nengok. Cih, juvendi. Temen sebangku gua jamannya kelas 9 dulu. Dan mau tahu? Sehari gua bisa dipanggil guru sampai 10 KALI. GARA-GARA DIA!!

“OGAH.” Jawaban singkat padat dan tegas. Namun takdir berkata lain!!!

“Kamu ranking berapa?” tanya bu siska ke si juvendi, lalu dia sebutkan angka ranking dia yang gua lupa berapa.

Intinya, ga pake neko neko, gua mendadak jeger. Disuruh pindah kebelakang dan duduk sama dia. Habislah sudah. Bukan, bukan karena si juvendi bego atau gimana. JUSTRU SEBALIKNYA, dia sangat pintar!! Sangaaattt!!! Pintaaar! Saking pintarnya dia, dia selalu tau cara agar gua mau kasih contekan! Saking pintarnya dia, dia selalu tau cara agar gua mau kasih tau wktu ulangan! Saking pintarnya dia, dia selalu tau cara agar gua di pojokan oleh guru-guru!!!!

“Mar, entar kuis fisika gua nyontek ya?”

“Enggak!”

“Aih, kok lu gitu sih. lu tega liat nilai gua jelek bla bla bla..”

“Enggak. Usaha lah.”

“Aduh, udah telat, Mar. gua juga udah ga ngerti. Entar kalo nilai gua jelek trus ga naek gimana?”

Sialaaaaannnn!!! Dan gua akan selalu sekali lagi, SELALU nurut sama dia!! Kenangan kelas 9

Miss anita lagi nyuruh kita ngerjain soal. Dan setiap pelajaran dia, jarang ada murid yang mau ngobrol, karena imbasnya selalu begitu! Selalu begitu!! Selalu dia panggil untuk ngerjain soal, bukannya gua ga bisa. Rada males aja disuruh maju gitu.

“Iya Mar, pas kemarin kan gua bla bla bla..” si Juvendi mulai cerita. Dan gua diam. KARENA SI MISS UDAH NGELIATIN KITAAAA!!! “Mar, kok lu diem sih? kan gua lagi cerita! Ah lu ga asik nih. Tanggepin kek. Emang lu sendiri jadi gua gimana coba bla bla bla..”

“Ju, si miss ngeliatin kita, udah kek. Diem!”

“Ah enggak. Perasaan lu doank. Terus.,.” dan dia MASIH LANJUT CERITA. Grrrrr.. makan ati!! Makan ati!!

“Juvendi sama Marisa, kalian itu kenapa sih ngobrol terus?” miss. Saya ga ngobrol miss. Dia yang ngobrol!! Dia yang ngobrol. Tapi ya sudahlah, memang selalu begitu.

Dari jamannya bu anggreini memang selalu begitu.
Belom lagi perihal nyontek dan sebagainya. Karena si juvendi itu benar-benar anak seorang pedagang yang memiliki bibir semanis madu dan berbahaya macam racun tikus.

Beginilah, beginilah marisa kalau sudah bertemu orang yang dominan dan pintar macam dia itu. selalu! Selalu kalah!! entah kenapa dia selalu berhasil!! Berhasil ngebegoin gua yang pintar ini! ah matilah gua tahun ini.

“Kalian berdua yang baik-baik aja ya. Marisa kamu bantu-bantu si juvendi ituh.” BORO-BORO BUUU. BORO-BORO!! Yang ada pasti nilai gua ancur-ancuran. Karena dari roman muka si juvendi, nih anak masih belom berubah atau tobat.
Lalu si Bu Siska melanjutkan ceritanya di depan kelas. Guru killer cerita aja, dia masih berani ngajak ngobrol!! Gua bener-bener urut dada sama makhluk satu ini.

“Mar, lu udah dkasih motor?” gue Cuma nengok terus geleng-geleng. Artinya. Gua tidak menerima undangan dia untuk bersosialisasi dalam situasi si guru killer lagi di depan kelas. Bisa hancur seketika image gue!!

“Lu udah ganti hape? Eh sekarng lu jual roti apaan sik?” jawaban gua Cuma tiga. Angkat bahu, geleng, dan ngangguk.

Yah. Kita lihat. Kita lihat kelanjutan kisah gua bagaimana! Tuhan. Berkatilah anak ini. berkatilah *nangis ke pojokan*

Sabtu, 10 Juli 2010

Kenapa TIDAK MAU jadi PEREMPUAN??

Jangan mengajukan gua pertanyaan apapun tentang “betapa bersyukurnya gue menjadi PEREMPUAN”.

“Bersyukur ga, Mar jadi perempuan?”

Tergantung, dalam situasi apa.

“Pengen ga, Mar jadi cowok?”

Tergantung, dalam situasi apa

“Emang apa sih enaknya jadi perempuan?”

Ga ada.

“Terus apa enaknya jadi cowok?”

Banyak.

Apa enaknya jadi cowo? Perlukah di pertanyakan? Karena mendadak saja daftar itu berkeliaran di otak gue, bahwa menjadi cowok memang sungguh enak. Siapa yang ga setuju? Siapa? Memang, yang namanya manusia tidak pernah puas atas apa yang telah didapat, termasuk gue. Ya. Termasuk gue yang akhir-akhir ini sedang meratapi jenis kelamin gue.

Tidak perlu merasakan tamu bulanan.

Dan ini yang paling gua kesel bin sebel. Ya iylah, gimana ga sebel? Kalo jadwal datang bulan gua itu SEBULAN DUA KALI? Yang sebulan sekali aja udah ribet kok! Bayangkan, gua harus membuang duit setiap bulan buat beli softex yang satu itu. Dan ga bisa berenang, ga bisa ngapa-ngapain, perut sakit, badan sakit, ke wc jadi harus lama. Mesti rajin-rajin ganti. Errrrggghhh bayangin aja udah ribet! Apalagi ENTAH MENGAPA setiap kali gua datang bulan kalo Cuma perut keram sih ya ok. Masalahnya, kenapa gua harus dapet bonus diare stiap bulan? Eh, seriously! Setiap bulan pasti ada yang bermasalah dengan pencernaan gua setiap dapet. Oh ya, dan juga gua selalu mimisan. Gua pikir karena efek “kepanasan” juga.

Jadilah dirimu senyaman-nyamannya

Karena cewek duduk ga boleh ngangkang, karena cewek ngomong ga boleh kenceng-kenceng, karena cewek harus anggun, karena cewek harus feminine,. Iyeeeekkkkssss… sama sekali ga gue banget! Dan karena cewek ga boleh macho, karena cewek harus dilindungi, karena cewek harus patuh, karena cewek harus pake rok, trus kalo pake rok celana dalem ga boleh keliatan. Dan karena gua tinggal di Timur, gua harus menjadi cewek timur serta mengikuti prosedur di atas. Dimana letak keadilan???? Dimanaaaaa???

Rahim

Karena kaum gue punya rahim, karena rahim itu dapat dibuahi sperma, dan rahim yang dibuahi sperma dapat menghasilkan individu yang baru, karena individu yang baru diperlukan tanggung jawab yang besar, intinya, rahim ini membuat gua menjadi tidak bebas, gue inget, gua pernah ngajak temen cowok main ke kamar, eits eits eits, tolong catat DIA BANCI. Oke DIA BANCI. Lalu nyokap gua berteriak-teriak histeris karena gua mengajak BANCI yang gua bahkan ga tau apa dia suka perempuan atau ga ke kamar. Kata nyokap gue. “Nafsu bisa datang di mana aja, setan ada di mana-mana, iblis ada dimana-mana. Ga boleh sembarangan, elu perempuan.”

“Tapi kan dia banci ma?”

“Banci-banci gitu juga dia punya alat kelamin tauk, lagian emank lu pernah ngecek apa?”

Dan Marisa tidak dapat berkata-kata.

Kamu harus pulang jam..

5. ya, dan salah seorang teman gua pernah menertawakan gua hanya karena hal ini. Dan ini ada hubungannya sama yang di atas. Karena gua punya rahim, maka gua harus dijaga baik-baik. Bandingkan dengan engko gua yang boleh pulang jam 12 malam. Rasanya gua sangat menyedihkan! Karena ada begitu banyak kejadian buruk kalau perempuan pulang pada malam hari, seolah-olah kejadian buruk itu akan menjauh andaikan gua dalam kondisi pulang malam sebagai cowok.

Kalau cowok beli video porno

Marisa adalah pervert sejati, remaja mesum, dan punya rasa keingintahuan yang begitu besar tentang semua yang berbau seksualitas. Dan bahkan sampai hari ini, gua belon punya video ariel luna. Kalau cowok nyimpen video porno di rumah, pasti yang denger biasa aja. Sedangkan gue? Gua inget, suatu hari temen seperjuangan gua yang suka gua ajak nonton porno bareng lagi minjem kaset sama temennya.

“Eh, gua juga minjem donk! Gentian ya yoh, ntar abis lu gue!” kata gua suatu siang saat memergoki transaksi kotor mereka. Si Yohanes angguk-angguk maklum, tapi rekannya si Kevin menganga bingung dan berkomentar.. komentar yang sungguh menyebalkan

“Ih, parah lu mar, cewek-cewek kok suka nonton film porno sih?”

“EMANG KENAPA? GA SENENG?” *death glare*

Lama-lama gua jadi risih juga kalau mau minta video porno sama temen cowok gue, dan temen cewek gua ENTAH MENGAPA lebih suka mengisi handphone mereka dengan foto-foto dan video-video ga penting dibandingkan menyaksikan keindahan seksualitas lelaki dan perempuan yang diciptakan Tuhan.

Tembak-tembakan

Enak sekali kaum cowok, bisa segampang itu nembak cewek yang mereka suka. Dar der dor. Ditolak, incer aja yang lain tembak lagi. Sedangkan kaum gue, untuk yang berani nembak cowok akan dianggep gap antes, bla bla bla. Emansipasi? Tapi ga termasuk dalam urusan itu. Karena memang sudah begitu kodratnya, dan untuk melanggar kodrat dalam urusan itu benar-benar ga penting. Jadi ya sudahlah, pasrah saja.

Dada bidang dan berbulu.. arrrrrrrr…

Err, sebetulnya gua masih agak bingung apakah ini termasuk salah satu factor atau obsesi. Hehehe. Tapi gua suka liat cowok berdada bidang dan berbulu. Seksi euuuuyyyyy… gua suka tubuh berotot yang menonjol di lengan, urat-urat yang menandakan kekuatan bersemburat di lengan, awwwww…. Otot dada yang menunjang keseksian tubuh, jenggot yang menandakan jantan, trus luka-luka sedikit di muka bekas cukuran, wangi parfum campuran shaving. Aduhhh ga tahan deh ga tahan.,. maksud gua, ya… kalau gua diberikan tubuh seperti itu, maka gua akan berkaca dan menciumi kaca setiap hari dari siang sampai malam. Dan juga, gua sama sekali tidak suka dada perempuan. Apalagi kalau lagi di mana-mana, berkat bentuknya yang begitu, lebih mudah kesenggol, dan errrrgh, apalagi kalo ada emas-emas jelek di jalan. Jijik jijik jijik karena bagian itu harus menjadi pusat pemandangan. Cih.

Pada intinya, kehidupan gua kan bukan film lalu gua mendadak berubah jadi PRIA MACHO BERTUBUH SEKSI, jadi. Yasudahlah, syukuri syukuri.

Rabu, 07 Juli 2010

Kalau Marisa Menangis

Seperti apa sih seorang Marisa?

Gua pikir, sebesar apapun masalah menerjang gue, gua adalah anak yang tegar. Seperti kata kopi waktu itu “si Cia sih, bocah tahan banting.” Waktu mantan calon pacarnya (sekarang udah jadi pacar) sedang mengkhawatirkan gue karena suatu hal. Iya, gua pikir juga gua bocah yang kuat.
“Macho, Mar. serem. Judes. Galak.”
Terima kasih komentar anda yang agak blak-blakan itu, kawan.

“Kamu kaya lebah..”

“Aku? Kaya lebah? Kenapa?”

“Lebah itu warnanya kuning. Kuning tandanya semangat. Punya garis-garis hitam, yang menandakan tegas. Lebah berdengung terus, ya.. maksud aku.. kamu kan, talkative (bilang aja, bawel versi halusnya), dan lebah punya sayap.. kamu punya effort untuk meraih cita-cita kamu.”

Dan dia (teman gua itu) mengirim SMS itu. TEPAT SEKALI, saat hati gua sedang kalut. Gua hanya merasa masalah ini gua pendam sejak berbulan-bulan yang lalu. Ya sudahlah, biarkan beban itu untuk gua konsumsi sendiri. Gua bukan anak yang cengeng. Memang, gua seringkali hampir nangis. Tapi gua pikir, ya.. buat apa sih nangis? Toh ga ada gunanya? Lebih baik gua menjernihkan pikiran lalu mencari solusinya.

Tapi tidak begitu belakangan ini. ini sudah kedua kalinya gua nangis dalam bulan ini. bolehkah gua mengakui bahwa gua adalah anak yang cengeng? Ya. setelah gua mengingat kembali, gua itu ratunya nangis waktu kecil. Gua sering menggunakan tangisan gua untuk mencari perhatian, agar gua mendapat perhatian yang lebih dari pada saudara-saudara gua. licik? Ah itulah anak bungsu. Harus pintar-pintarnya kita untuk bertahan dari saudara-saudara yang siap membunuh kapanpun dimanapun.

Tapi gua punya 2 jenis tangisan yang beda. Satu, tangis caper. Tangis agar seluruh dunia tahu bahwa gua sedang menangis. Tangis yang menandakan gua butuh perhatian semua orang. Tangis yang berarti, datanglah kemari. Jemputlah Marisa yang menyedihkan ini. dan tangisan Ini sudah lama sekali hilang semenjak gua bertumbuh dan mengenal kata “bersikap dewasa”.

Dan tangisan satu lagi, tangisan yang ingin gua simpan untuk diri gua sendiri. Jangan sentuh gua saat gua menangis, jangan menghibur gue. gua ga butuh siapapun. Gua ga butuh orang melihat air mata yang berlinang. Dan itu sering gua rasakan semasa gua kecil, meringkuk dengan air mata di bawah selimut. Gua rasa sih, itu saat-saat keluarga gua ga tau. Itu tangisan gua yang sebenarnya. Siapa bilang marisa ekstrovert? (sekarang sih gua buka-bukaan di blog iya ekstrovert).

“Kamu mah, bisanya Cuma caper ke papa. Dasar bla bla bla.” *kenangan pahit jangan di simpan*. Terus gua nangis.

“Ga punya tanggung jawab amat sih? bisanya ngerepotin orang doank.” Lalu gua nangis. Iya. Itu waktu kecil. Setelah gua dewasa, gua akan memikirkan dua patah kalimat menyakitkan itu, mencernanya, lalu mencermati kebenarannya.

Tapi kali ini gua nangis. Gua nangis di kamar mandi, di atas kloset *persis sinetron deh, Mar*. gua sendiri bahkan ga tau kenapa gua nangis, dan setelah gua teliti lagi. ternyata selama beberapa bulan ini gua memang menyimpan masalah. Tapi gua selalu bersikap (sok) optimis dan menjalani hidup gua dengan tampang “Marisa baik-baik saja kok..” yang setelah gua sadari bahwa. Gua tidak baik-baik saja.

Karena gua bahkan tidak menyangka, bisa-bisanya Marisa si gorilla ini nangis. Dan gua ingin waktu gua berhenti nangis, lalu masalah gua selesai. Tapi akal sehat gua pun berteriak-teriak. Itu ga mungkin. Gua tetap harus mencari jalan keluarnya, bunuh diri jelas out of my list. Karena sebagai manusia ada begitu banyak hal yang bisa gua lakukan untuk menanggulangi segala masalah-massalah gua. ternyata gua anak yang selama ini tertekan.

Padahal, malam gua nangis itu. hari rasanya berjalan lambat, dan gue serius. Menyongsong hari esok itu ga mudah. Padahal gua pengen cepet-cepet abis. Tapi seiring air mata gua itu mengalir, rasanya.. ya rasanya masalah dan kepenatan gua juga ikut mengalir melalui air mata itu. gua merasa, lega. Sesak rasanya hilang. Paru-paru gua yang seperti di hempit dua bantalan besar itu lega. Tenggorokan gua yang tercekat selama ini meraung-raung. Rasanya lepas. Dan gua punya Tuhan. Kenapa gua harus pusing?

“Aku ga merasa kaya lebah. Aku merasa kaya.. kucing jalanan. Bisanya Cuma ngerepotin doank. Tapi tetap beranak terus dan menambah kerepotan yang sudah menggunung. Cuma bisa meminta-minta tanpa melakukan sesuatu.”

“Jangan bilang kamu nangis nih?”

Jawabannya sudah ada di paragraph atas ya. ya. gua memang nangis. Tapi menangis ga selalu berarti gua lemah. Karena gua perempuan, gua juga butuh menangis. Karena gua perempuan, ga bisa nyimpen air lama-lama di mata. Karena gua perempuan, pikiran gua yang ngejlimet ini harus segera di buang jauh-jauh lewat air mata. Gua pikir itu hanayalah omong kosong belaka, gua tetap menanggap. Menangis adalah hal yang sia-sia. Tapi sekarang, kayaknya gua mau nangis sebulan sekali rutin deh. Nguras air mata.

“Aku tau kok. Dari dulu, kamu itu anak yang kuat. Ga mungkin donk kamu sedih terus-terusan? Semua masalah pasti bisa selesai.”

Ya benar. Gua anak yang kuat. Dan hanya karena malam itu gua menangis, bukan berarti gua lemah atau cengeng. Tapi gua berani. Akhirnya gua berani menangis. Akhirnya gua berani menghadapi bahwa, ada masalah yang harus gua selesaikan, ada bagian diri gua yang harus di benahi. Dan ada kehidupan yang harus gua hadapi. Hari esok itu selalu jadi hari yang beda. Intinya *ga mau sok-sok bijak*.. gue akan selalu menemukan penyelesaian untuk masalah gua. sekarang Cuma saat bagi gue untuk memikirkannya. Jadi menangis aja kalau perlu. Menangis aja kalau ingin. Apalagi perempuan. *benefit menjadi perempuan hihihi*

P.s. TERIMA KASIH BANYAK, kepada si empunya perumpamaan “lebah”. Anda sungguh banyak membantu saya. hiks hiks. Mau nangis lagi deh terharuuuu…

Kamis, 01 Juli 2010

Hanya HUKUM di UI Saudara-Saudara

Percakapan yang sama terulang kembali, kediaman yang sama menyeruak kembali, saat-saat menanti jawaban pun tak terelakan lagi. yang jelas, otak gue pusing lagi. ya. pertanyaan yang belakangan ini selalu di tanyakan oleh seluruh anggota keluarga gue.

“Kuliah mau masuk apa cia?” tanya cici gua lagi tadi.

“Hukum.”

“Papa ga bakal ngasih.”

“Aku mau hukum,”

“Lagian, lu Chinese. Emang lu pikir lu bisa jadi apa kalo masuk hukum?”

“Aku mau hukum.”

“Paling-paling juga Cuma jadi notaris, ga ada masa depan. Lu pikir gampang? Ada berapa banyak notaris luaran sana.”

“Aku mau hukum”

“Jadi biarpun argument itu juga yang dikeluarin papa waktu itu? lu tetep mau hukum? Bahkan si koko lu aja ga jadi masuk hukum waktu itu.”

“Aku mau hukum.” No matter what. Gua mau hukum. Karena gua ingin mengambil sedikit aja andil untuk bisa memajukan Indonesia.

Gua terlahir di keluarga china. Ya, sialnya dengan segudang mimpi dan ambisi yang di anggap mustahil sama keluarga china gue. emang kenapa sih/ oke. Gua pusing lagi. ranking gua merosot jauh, ranking 11 dari 42 murid, dan semester ini ranking gua turun jadi 17. Ceramah yang sama terulang kembali, kediaman yang sama menyeruak kembali.

“Lu gimana sih? ranking bisa turun? Lu mikir donk, enci-enci lu dulu, masuk kuliah beasiswa, di sekolah selalu ranking. Nah elu. Anak terakhir papa, tapi kok bisa anjlok begini pelajaran?” ya. selalu. Beasiswa, ranking, bla bla bla. Enci gua meraihnya. Kenapa gua ga bisa? Karena gua males berkutat dengan pelajaran sekolah. Dan sekarang gua merasa ga punya masa depan hanya karena ranking gua merosot sampai 6 tingkat.

“Mau jadi apa lu gede? eh, jaman sekarang tuh ijazah penting. Nih liat rapot lu? Jelek begini. Siapa yang mau nerima kerja?” ya ya ya. gua bahkan sudah tau takdir gua sedari gua masih SD. Sekolah, mencetak rekor yang baik, lalu kuliah dengan beasiswa seperti enci-enci gue, ga lama kemudian dapet kerja, kawin, punya anak, mati. materi. Materi. Materi.

“Papa juga bukan orang konglomerat. Lu harusnya prihatin sama keadaan keluarga donk. Masa lu pelajaran jelek begini sih? terus lu pikir, yang bayar uang kuliah lu siapa? Cuma enci lu yang pertama, lu tau sendiri enci lu yang satu lagi sifatnya rada aneh.”

Impian gua Cuma, hello. Gua Cuma mau masuk hukum di UI. Oke masalah ketiga muncul kembali.

“Kamu mau kuliah di mana?” tanya sang koko tercinta suatu hari.

“UI.”

“Berani kamu?”

“Kenapa?”

“Kan kamu china. Di sana, kebanyakan orang pribumi loh.” Kapan sih kita bisa menerima slogan bhineka tunggal ika? Bahkan untuk masuk kuliah pun hal semacam itu harus gua takuti.

Enci gua bertanya hal yang sama.

“UI, aku mau UI.” Jawab gua singkat. Bosen.

“Hah? Songong amat lu? Emang lu pikir masuk UI gampang? Nilai jelek begitu.”

“Aku mau UI. Liat aja nanti.”

For God sake. Kenapa dengan cita-cita guee?? Cuma sekedar HUKUM DI UI!! GUE MAU HUKUM DI UI!! Gua menyerap kata-kata dari papa gua di ceramahan kolotnya yang versi tukang jualan jamu itu. memang, bokap kalo ceramah kaya tukang jamu, tapi kata-kata dia selalu bener. Dia memang belum tau gua mau masuk hukum. Entah, kalo ga hukum. Yaudah, ga usah kuliah. Gua mending langsung bikin production house film porno. Kalo gua udah banyak duit, gua mau kuliah sendiri. Atau mungkin jualan ganja?

Hei. Kalo di telusuri, masuk hukum itu Cuma 1 per 10 dari total cita-cita gua yang selalu aneh bin ajaib. Kalo sampe meraih hukum ini aja gua ga bisa, apa artinya mimpi-mimpi lain gua? kenapa UI? Karena gua pengen maju, karena gua pengen mimpi gua terlaksana. Karena UI adalah universitas berkualitas dan bergengsi. Bukan UPH yang bayarannya mahal seadujubile, bukan UNTAR yang sekarang mulai berkurang kualitasnya. Guam au UI. Lupakan perihal kampusnya yang berada di Depok. Karena jikalau, gua di ijinkan hukum, target UI gua akan menjadi sandungan yang selanjutnya. Bokap ga ngasih ngekos. Lalu bagaimana mungkin gua dari Jakarta depok setiap hari? Artinya, perjuangan gua masih ada yang lebiiihhh berat lagi untuk masuk UI. Pokoknya gua mau HUKUM DI UI! Karena jika gua masuk UI, maka gua akan lebih dekat dengan impian gua.

Maka gua akan semakin dekat dengan ambisi gua. bayangkan, kalau gua si Chinese ini masuk universitas kacangan? Ya. masa depan gua akan keruh dan butek sebutek lumpur sawah. Tapi andaikan gua bisa melakukan sepak terjang gua di UI, maka gua tau gua akan di pandang. Meskipun, gua Chinese. Meskipun nasib para Chinese di luar sana yang masuk hukum sangatlah tragis. Ketahuilah sesuatu, gua tidak akan menjadi salah satu dari mereka, karena gua membekali diri gua dengan ambisi dan tekad *semoga oh semoggaaaa*.

Meskipun gua sendiri bahkan ragu dengan masa depan gue. meskipun sempat tergambar gua si pengacara gagal yang luntang-lantung, meskipun ketakutan kerap kali menghampiri ambang lelap gue. dan meskipun, meskipun lainnya. Siapa yang tau masa depan? Tuhan kan? Sekarang gua Cuma mau HUKUM DI UI. Dan MESKIPUN *yang terakhir* gua tidak yakin dengan potensi gua dalam hal belajar, dan gua sama sekali ga yakin. Apa iya? Gua berhasil lolos tes UI. Oke. Hal pertama yang harus gua lakukan. Yakin aja Marisa. Yakin aja. Kamu pasti bisa!! Ya!

(berharaplah, blog gua punya semacam sihir ajaib yang mewujudkan mimpi jadi kenyataan. Kaya Barbie diaries itu loh)

Pelajaran Baru Tentang Kesempurnaan

Kerap kali gua melihat kelompok mereka dari kejauhan, bergerombol bercanda dan ketawa-ketiwi. Gua yang pada saat itu masih bercokol di geng cewek-cewek pinter, mana pernah kebayang akan bergaul dengan mereka-mereka yang ada di depan pintu sana. Anak-anak orang kaya, yang gaul dan berpengetahuan luas tentang “dunia luar”.

Memang, memang. gua pernah bilang bahwa sekolah gua itu tidak begitu mengenal perbedaan, apalagi kaya dan miskin. Tapi anak-anak yang bergerombol membentuk kedekatan tersendiri tentu tak bisa terelakan. Yang kaya akan lebih sesuai dengan sesama kaya. Gua yang rada-rada ngepas, mending cari aman, temenan sama yang ngirit-ngirit juga.

Sering kali gua iri ngeliat mereka, yang okelah. Di sekolah gua itu memang ga mungkin ada miliuner nyasar. Tapi gua tahu betul, anak 15 tahun udah di ijinkan memegang kartu kredit, atau minimal flaz BCA, dan BUKAN sekedar kartu kosong tanpa isi. Mereka bisa dengan mudah. “Jalan yuk. Ke kafe yang di sana tuh.” Gila dalam hati gue. karena duit jajan gua itu selalu di batasin. Kalau memang gua mau nyari tambahan, ya gua harus nyari sendiri. Gua inget bener masa-masa gua dan temen gua yang ngiritnya minta ampun. Jauuuh sekali dari mereka, yang dalam seminggu bisa menghabiskan uang ratusan ribu bahkan jutaan.

Nggak, tapi mereka bukan geng kaya yang sok kaya dan sombong. Err, ada beberapa sih. tapi secara keseluruhan mereka cukup asik dan welcome. Lalu keajaiban terjadi, gua yang sudah tidak bercokol dengan kawan-kawan pintar seperjuangan itu, Cuma ngedekem sama temen sebangku gua doank dan filosofi filosofi kehidupannya. Masa-masa EHB gua itu, kelas gua dipisah sama dia. Dan gua nyasar di TEMPAT MEREKA. ya ampun, gua kan bukan si cupu yang suka di pojokan. Akhir-akhir ini gua menutup diri, ya karena gua sedang terlena dengan temen sebangku gua itu. jadi secara alamiah, gua bercanda dan main sama mereka. semakin terkejutlah gue, melihat gaya hidup mereka.

“Ke Segara yuk abis EHB.”

“Dimana?”

“Ancol. Enak, tapi tempatnya limited gitu. Musti booking dulu. Pemandangannya bagus. Aduh gua pengen banget ke sana nih.”

“Iya! Ayok-ayok. Rame-rame yuk!”

Gua yang pada saat itu lagi gabung Cuma cengok mendengar mereka menyebut berbagai nama kafe yang tidak gua kenal. Ketahuan sekali, gua KUPER bangetzz.

“Mar, ikut yuk, Mar.” errrr oke. Gua diem.

“Eh, makanannya mahal ga?” seseorang nyeletuk. Dan gua lupa siapa.

“Enggak lah, ga terlalu. Lu bawa aja berapa ratus ribu juga cukup.”

Memang. MEMANG, untuk mereka uang ratusan ribu mungkin ga ada harganya. Tapi bagi gue. ugh. Itu nominal yang cukup besar kalau gua jadikan modal usaha. Dan mereka melakukan itu ga Cuma sekali sekali deh setau gua.mereka rutin jalan-jalan. Kalo di bayarin sih gue mau deh. Lah bayar sendiri? Ya, gua kan memang pelit. Dan kuper. Dan kere.

Pokoknya, saat gua lihat mereka berjalan itu, berkilauan deh. Kesekolah aja bisa bawa uang ratusan ribu. Bayangkan teman-teman. Ke sekolah aja! Iri. Benar. Gua iri dengan mereka. tapi suatu malam, pas gua lagi chatting sama salah seorang temen gua, yang juga temannya mereka, yang juga orang kaya, yang juga gaul itu gua benar-benar kaget. Entah tuh orang ngomong sambil setengah ngantuk atau gimana gitu.

“Mar, gue iri sama lu.”

“hah? Wah stress dikau. Ada juga gua kali yang iri sama lu.”

“Enggak, serius. Gua kadang pengen jadi kaya lu.” Gue juga PENGEN jadi kaya lu. Kita tukeran tempat deh kalo bisa.

“Iri apaan? Wah lu sih error.”

“Elu hidup santai banget. cuek. Ga perduli apa kata orang. Asik. Kayaknya hidup lu nyaman-nyaman aja. Kayaknya lu ngelakuin apa aja yang lu suka gitu.”

Oh andai dikau tahu, bahwa gua memiliki begitu banyak beban dan tuntutan dalam kehidupan gue kawan.

“Emang lu kenapa sih?”

“Kadang, gua pengen jadi kaya dulu lagi. lu tau kan dulu, ranking gua bagus. Pinter, di sayang guru. Lu liat gue sekarang.”

Iya, gua tahu sangat, dulu pas SD dia itu ranking terus. Ga jauh-jauh deh dari si Meli. Dan setau gua otak dia itu memang pinter. Banget. Cuma akhir-akhir ini pelajaran di jeblok blok ke lapisan tanah terdalam. Dia males setau gue. tapi dia baek. Yang setahu gua, dia itu anaknya baek dan asik.

Dan sekejap saja pandangan gua berubah. Maksud gua, gua ga akan menghubung-hubungkan ini dengan harta mereka. tapi, harus gua akui. Bahwa manusia tidak ada yang sempurna, sekali lagi TIDAK ada yang sempurna. Sesempurna apapun gua melihat sosok mereka, pastilah gua memiliki kelebihan-kelebihan lain di bandingkan mereka. tapi gua sendiri juga selalu mengeluh atas kehidupan yang gua jalani hari ini. kenapa gua ga bisa kaya mereka? kenapa gua begini, begitu, begono. Tapi akhirnya gua sadar. Bahwa gua yang adalah gua, juga ga buruk-buruk amat. Gua pasti memiliki sesuatu yang mungkin ga di miliki orang lain. Seperti mereka. meskipun hingga hari ini gua masih ga ngeh, apa gitu yang lebih dari gua dibandingkan mereka.