Senin, 30 Mei 2011

Gue Mengaku Penulis, Kan?


Ratusan jam yang lalu, gue merasa seperti gak bernyawa karena meninggalkan kegiatan favorit gue. Ngetik dan menghayal. Beneran, gue serasa di penuhi realita. Ternyata ini ya rasanya jadi orang yang hidup di dalem realita. Rasanya ga hidup. Gue merasa sibuk terus, atau gue yang bikin-bikin diri gue jadi sibuk. Entah deh, yang penting gue seperti diiket kenceng ke pohon asem terus gue di paksa lari di roda yang sama ga pake berhenti. Nah, saat-saat kayak gini gue bakal meneriakan kalimat tabu yang selalu gue camkan di otak bahwa gue pasti gak mungkin ngungkapin kalimat itu… “Dua puluh empat jam itu, SANGAT KURANG..” gue butuh lebih banyak waktu untuk mengadakan aktifitas kehidupan yang lebih baik.



Padahal gue sempet mikir kalo dua puluh empat jam itu kelamaan. Apalagi kalo lagi insomnia dan gak bisa tidur *Disebabkan satu atau banyak hal* rasanya dua puluh dua jam lebih asik. Minimal gue gak perlu hidup terlalu lama. Hmmmn, freak. Minimal, gue punya pengalaman gimana rasanya sibuk untuk dapet pengalaman ataupun duit. Ah gimanapun, orientasi hidup gue gak jauh-jauh dari duit. Lama-lama matre juga deh.

Oke balik ke intinya tadi, gue rindu banget bisa nulis banyak. Tapi bayangkan, dalam sehari, kalo beruntung gue Cuma punya dua jam *bahkan kurang* untuk duduk di depan komputer dan nulis. Percayalah, menulis ini benar-benar satu keadaan yang di paksakan dengan nyolong laptop dari kamar, dan nyalain diem-diem di bawah. Dengan menulis gue seperti menemukan diri gue sendiri! Iya gue serius. Menulis dan menghayal *kita bahasakan ini berimajinasi okay* memang kayak ragi untuk ngembangin roti, ataupun soda buat bikin kue kukus.

Gue pun sudah kehabisan berinspirasi. Jadi kalo ada pertanyaan “Kapan nulis lagi, senpai?” hanya bisa gue jawab.. “Nunggu inspirasi ya..” nulis fiksi itu ga semudah nulis artikel. Maksud gue lebih mudah, tapi gue lebih suka menghayati, jadi kalo gue rasa timingnya itu gak pas, gue bakal bad mood dan gue sudah memain set otak gue, kalo nulis pas lagi bad mood akan menghasilkan karya yang begitu mengerikan dan bikin gue sendiri bergidik saat membacanya. Pasti kita bisa bedain, bedanya bikin kue waktu lagi senang atau lagi marah-marah kan? Dalam kebanyakan kasus sih, kue itu bantet tet tet tet.. jangand itanya rasanya..

Impian gue yang masih belum terealisasikan:

-Mengimprovisasi kemampuan menulis gue yang sangatlah ngepas ini.

-Mencari komunitas menulis yang baru *gak ketemunya dia lagi dia lagi*

-Belajar menggali inspirasi dan kreatifitas..

-Mengocok emosi sambil dengerin lagu romantis atau lagu dugem sambil nulis.

-Mengocok keberanian dengan menulis di tengah kebon belakang rumah bokap gue, di temani secangkir kopi, sekoloni nyamuk ganas, dan iringan suara kuntilanak. *hih, hororrrrr*

-Bertemu sama teman-teman penulis lama yang udah gak pernah diskusi bareng lagi. Ahhh..

-Nyari korban buat ngerepotin mereka baca tulisan gue..

-Ngelanjutin deadline yang gue janjikan dari seabad yang lalu buat cerita gila-gilaan sama si Adrian Bonaparte…

Mari kita berdoa mimpi gue segera terlaksana. Sindrom masuk komunitas penulis-penulis yang baru bikin gue kangen dan inget dengan jati diri gue sebagai penulis *alaaaahhh cingcongeee*

Minggu, 22 Mei 2011

Well, UI Maupun Bukan...


Gue dulu sekali berfikir masuk UI alias Universitas Indonesia itu segalanya, sebuah pencapaian yang bergengsi untuk diraih. Sesuatu yang gue jadikan ambisi abstrak. Denger UI aja bikin gue merinding, setiap kenal sama orang yang di UI gue pasti langsung nyamber kayak petir. Kebetulan, dulu ada seorang cowok yang ternyata baca blog gue dan message di facebook. Ternyata dia anak UI bertanya banyak lah gue ke dia. Menyenangkannya lagi, kita punya kesamaan. Gue Chinese, dia Chinese. Tapi gue lupa apa dia hokum atau jurusan lain.



Dia bilang masuk ui itu ga susah, sekalipun gue china. Menyenangkan sih dengernya. Tapi hari demi hari berlalu, gue semakin melenceng. Maksud gue, dari mana sih bergengsinya UI, memang universitas itu terkenal. Lalu apa? Apa jebolan yang lain gak keren? UPH? UPH itu punya biaya kuliah setinggi langit ke tujuh, kecuali lo dapet beasiswa. Lalu kemarin, seorang alumni sekolah gue yang masuk hukum ke singapur, untuk ikut court gitu. Well, gue rasa UPH pun bahkan sangatlah bonavit dan super bergengsi.

Mendukung moto gue yang sekarang. “Sekolah itu penting, tapi bukan yang terpenting.” Membuat gue berpikir ulang mengenai keputusan-keputusan gue hendak mempertahankan UI atau enggak. Satu UI itu jauh di depok. Gue gay akin bokap ngasih. Dua. Masuk UI itu akan membuat gue merasa asing dan tidak di rumah, karena kalangannya akan jauh berbeda dari comfort zone gue yagn sekarang. Gimanapun, untuk meraih sesuatu kita emang harus keluar dari zona nyaman memang.

Ngomong-ngomong UI, salah seorang temen gue udah berhasil lolos ke sana dengan menyandang predikat anak psikologi. KEREN GAK SIH? Buat gue sih keren banget, gue memang tau orang ini pantas mendapatkan itu, gue sendiri juga tau tingkat kepintaran dia, oh ya bayangin aja waktu pemilihan jurusan, pilihan dia berkisar antara, geografi, dan ilmu-ilmu ipa yang ga umum seputarnya. Mendengar kabar teman gue ini memberikan euphoria tersendiri buat gue. Ya seneng kalo teman lo seneng.

Jadi masalah penjurusan kali ini, gue ga mau stuck dengan pilihan yang terlalu idealis. Masih banyak pilihan lain yang patut gue sorotin. Gak Cuma UI, ataupun hukum. Maksud gue, hati gue masih ke hukum dan akan ngambil hukum membayangkan gue jadi pengacara sukses cukup bikin merinding sih. Tapi gue pikir strategi jadi pebisnis yang punya banyak duit lalu beralih ke hukum juga bukan ide jelek. Kan? Punya duit, punya power. Kalo punya power, semua tunduk, jalanpun semulus aspal jalan tol.

Betewe, agak ga nyambung dengan pembuka yang di atas. Adalagi seorang “kenalan” gue yang juga jebol ke UI tahun ini dan masuk sastra cina. well, gue gak tau ya apa itu jurusan itu cukup keren atau enggak, yang jelas sih temen gue ngomong begini.

“Lo kalo mau di UI, ambil sastra jawa aja tuh passing grade nya rendah.” huuhh??

Dan ternyata menurut informasi temen gue yang psikolog itu, sastra jawa emang passing grade paling rendah. Oke, gue mulai memaklumi hal itu karena pasti si orang ini begitu senangnya dapet jabatan jadi anak UI. Dan menurut penilaian gue, UI itu memang seperti sesuatu yang dia inginkan banget, jadi begitu dia ngeraih, ya tanpa sadar mungkin kata-kata yang menunjukan bahwa dia begitu hebat akan tanpa sadar keluar. Minimal, kata-kata dia itu yang membuat gue berpikir ulang tentang UI. Jadi kita ambil beberapa sisi positifnya yang setelah gue pikirkan berulang kali, kata-kata dia cukup memberi banyak masukan.

Satu, tentu aja gue gak menyangka kata itu maknanya gue bodoh dang a sepinter dia untuk ngambil passing grade yang setara dari dia. Jadi gue mengambil sisi positif, semua orang yang berhasil sedikit banyak akan jadi bersemangat banget dan ujung-ujungnya jadi songong. Itu jadi satu cerminan buat gue, bahwa gue harus tetap mengontrol diri gue saat sudah ataupun akan meraih kesusksesan. Gue sendiri pun mulai curiga, jangan-jangan gue pernah menjadi seperti dia dan bikin jijik teman gue yang jadi korban mulut songong gue. Sepertinya gue harus survey kembali sifat jelek gue.

Dua, orang seperti ini menjadi pengalaman. Semakin gue banyak bergaul, gue akan ketemu banyak sekali orang-orang yang mengeluarkan kata-kata seperti ini. Ya. Kalo kata nyokap gue sih orang jenis begini memang lagi banyak-banyaknya, mungkin bisa kita analogikan sama OKB (orang kaya baru) dan konglomerat. Well, gak perlu gue jelasin donk bedanya dua jenis itu apa? Coba tilik sendiri perbedaan sikap dua golongan itu.

Tiga, biar bagaimanapun, ada seorang temen nci gue yang juga kayak gini, tapi toh orang itu memiliki sikap yang baik dan santun. Dan sampe sekarang dia masih tetap lekat sama enci gue karena baiknya itu. anyway, gue belajar menjadi objektif dan optimis. Satu perkembangan yang baik banget loh.

Empat, ini dia. Terlalu bangga dengan UI melebihi apapun membuat dia menjadi senang bukan main. Itu hal yang bagus karena gue ikut senang dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Tapi sekali lagi, elo bangga karena masuk UI lalu apa? Selain kebanggaan lo mengumumkan ke orang-orang “Gue lulusan UI” tapi selama gak ada tindakan nyata dari lo setelah keluarnya untuk meraih sukses yang selanjutnya, hmmnn.. gak ada artinya gue rasa. Berhasil atau enggak, ga ditentukan oleh jebolan mana elo, atau bahkan prestasi akademis lo selama hidup. Kecuali, otak karyawan. Ya ga heran, perusahaan sekarang nyarinya title dan ijazah. Lagian, gue gak bercita-cita jadi kuli orang kok.

Pilihan sekarang itu tergantung ke gue. Tapi gue lagi berfikir untuk masuk YEA (young enterpreuneur academy) dan tau gilanya apa? Gue ga akan dapat ijazah ataupun title selembarpun setelah mengeluarkan uang belasan juta. Tapi sebaliknya, dengan sistem pendidikan yang mengutamakan praktek, di jamin setelah keluar dari san ague akan menjadi pengusaha muda. Well, patut dipertimbangkan deh. berhubung enci gue pun juga nafsu masukin gue ke sana.

Hukum dan UI tetap lekat di otak gue sih. Gue masih belom lupa dengan keinginan gue untuk membuktikan ke bokap gue, masuk UI itu bukan kayak pungguk merindukan bulan. Ya sebutan apapun itu lah. Dan seandainya gue gagal. Masih ada tahun-tahun selanjutnya untuk mencoba toh..

Senin, 16 Mei 2011

Anak IPS Juga Pengen Buka Suara


Surat CINTA Anak IPA

Archimedes dan Newton tak akan mengerti Medan magnet
yang berinduksi di antara kita
Einstein dan Edison tak sanggup merumuskan E=mc2
Ah tak sebanding dengan momen cintaku



Pertama kali bayangmu jatuh tepat di fokus hatiku
Nyata, tegak, diperbesar dengan kekuatan lensa
maksimum

Bagai tetes minyak milikan jatuh di ruang hampa
Cintaku lebih besar dari bilangan avogadro…

Walau jarak kita bagai matahari dan Pluto saat
aphelium
Amplitudo gelombang hatimu berinterfensi dengan hatiku
Seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih
Bagai kopel gaya dengan kecepatan angular yang tak
terbatas

Energi mekanik cintaku tak terbendung oleh friksi
Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh tetapan
gaya
Energi kinetik cintaku = -mv~
Bahkan hukum kekekalan energi tak dapat menandingi
hukum kekekalan di antara kita

Lihat hukum cinta kita
Momen cintaku tegak lurus dengan momen cintamu
Menjadikan cinta kita sebagai titik ekuilibrium yang
sempurna
Dengan inersia tak terhingga
Takkan tergoyahkan impuls atau momentum gaya

Inilah resultan momentum cinta kita…

Surat CINTA Anak IPS

Dengan hormat,
Hal : Penawaran Kesepakatan

Saya sangat gembira memberitahukan Anda bahwa saya
telah jatuh cinta kepada Anda terhitung tanggal 17
April 2003.

Berdasarkan rapat keluarga kami tanggal 15 Mei lalu
pukul 19.00 WIB, saya berketetapan hati untuk
menawarkan diri sebagai kekasih Anda yang prospektif.

Hubungan cinta kita akan menjalin masa percobaan
minimal 3 bulan sebelum memasuki tahap permanen.

Tentu saja, setelah masa percobaan usai, akan diadakan
terlebih dahulu on the job training secara intensif
dan
berkelanjutan. Dan kemu dian , setiap tiga bulan
selanjutnya akan diadakan juga evaluasi performa kerja
yang bisa menuju pada pemberian kenaikan status dari
kekasih menjadi pasangan hidup.

Biaya yang dikeluarkan untuk kerumah makan dan
shooping akan dibagi 2 sama rata antara kedua belah
pihak. Selanjutnya didasarkan pada performa dan
kinerja Anda, tidak tertutup kemungkinan bahwa saya
akan menanggung bagian yang lebih besar pengeluaran
total.

Akan tetapi, saya cukup bijaksana dan mampu menilai,
jumlah dan bentuk pengeluaran yang Anda keluarkan
nantinya.

Saya dengan segala kerendahan hati meminta Anda untuk
menjawab penawaran ini dalam waktu 30 hari
terhitung tanggal penerimaan surat . Lewat dari tanggal
tersebut, penawaran ini akan dibatalkan tanpa
pemberitahuan lebih lanjut, dan tentu saja saya akan
beralih dan mempertimbangkan kandidat lain.

Saya akan sangat berterimah kasih apabila Anda
berkenan untuk meneruskan surat ini kepada adik
perempuan, sepupu bahkan teman dekat anda, apabila
Anda menolak penawaran ini.

Demikian penawaran yang dapat saya ajukan dan
sebelumnya terima kasih atas perhatiannya.

Hormat saya,

Bakal calon pasanganmu

Sedikit jokes aja buat mengisi tulisan gue kali ini mengenai nikmatnya menjadi anak IPS yang kompak dan sehati. Membandingkan kekompakan IPA dan IPS tentu aja gue bakal mengacungi jempol untuk para anak IPA, ga seperti kata orang kebanyakan IPA itu kompetitif dan saling menjatuhkan, ya memang ada beberapa yang gitu, tapi so far gue liat mereka baik-baik aja dan solid banget. karena kebetulan, kita pernah sebis dan kelas gue merantau ke kelas ipa.

Dan jangan ditanya seberapa ngantuknya gue setiap hari, persis sesuai dugaan, gue bertemu pelajaran-pelajaran antik seperti ekonomi dan akuntansi dengan guru yang antic pula. Ternyata guru-guru ips itu seperti namanya ilmu sosial suka banget bersosialisasi, saking sukanya gue sampe suka melongo sampe ngeces dengerin mereka-mereka itu bersosialisasi secara satu arah, apalagi guru akuntansi gue yang suka banget ngoceh tapi gak ada yang dengerin.

Minimal, mendulang kesuksesan-kesuksesan anak IPS terdahulu yang katanya kreatif-kreatif itu, kita membuat beberapa grup gaul, dan ternyata lumayan beken di kalangan temen seangkatan, macam NASA, SWAT, atau LAPD. Yah setidaknya kita menang dalam hal ini, setelah kalah dalam seluruh pelajaran umum yang juga di pelajari mereka, seperti tugas presentasi, membuat mind map, bahkan main music ya.. kelas IPA selalu unggul.

“Di IPA gampang tuh gue..” kata seorang anak IPA yang najis bin songong, lalu ga lama kemudian gue ketawain abis-abisan.

“Besok jalan yuk?”

“Gak bisa! Musti bikin peer biologi gue.”

“Jah, kata lo IPA enak.”

Lagi chat MSN

“Aduh mati gue, besok ada kuis Kimia lagi, belajar dulu ya..”

Huhh???

Anak IPA, biar sesombong apapun mereka sesumbar, tetap aja semua orang tau, pelajaran membludak seperti itu akan membuat mereka bekerja dua bahkan tiga kali lipat lebih keras daripada kita anak IPS. Anak IPA tentu aja bukan produk kacrut yang culun dan gak bisa bergaul, justru gue pikir mereka jauh lebih keren daripada anak-anak IPS. Hanya aja kita punya jauh lebih banyak waktu luang untuk bersantai dan hangout, gue sendiri malah udah gak pernah hangout segala macem, dengan pertimbangan boros dan buang waktu.

Karena terkenal dengan kelas pembuat masalah dan juga sempat membuat guru matematika gue membanting seperangkat meja beserta dua kursinya, kelas gue menjadi semakin solid. Minimal, belasan tahun gue sekolah, ini pertama kalinya gue merasa kelas gue solid, kompak, dan mencetak sejarah di hati guru-guru. Sesuatu yang patut di banggakan ya sepertinya? Untuk mendukung itu, teman gue membuat grup di facebook untuk berbagi pikiran ataupun info seputar kelas gue. Well, good.

Akhir kata, hidup XI-SI!!

Selasa, 03 Mei 2011

NARDI IRAMA (Cekidot!!)


Briptu Norman yang sedang booming di kalangan masyarakat Indonesia berkat  video unggahannya di youtube lipsing adegan chaiya chaiya itu. *eeeuuuwww* gue rasa inilah yang menginspirasi para orang-orang yang hendak berbagi talenta tersembunyinya lewat situs youtube ini.



Nah, ini juga di anggap satu peluang oleh seorang OB di sekolah gue yang gak gue sangka2 punya talenta berekspresi dan bermain gitar. Si Mas Nardi itu membagikan selebaran untuk murid dan guru-guru, sehingga gue dengan hebohnya tereak-tereak di kelas membantu mempromosikan. Begini isi selebarannya

TELAH HADIR SEORANG BIDUAN MUDA
NARDI IRAMA!!
SAKSIKAN VIDEONYA DI SINI
http://www.youtube.com/watch?v=1Ik5uCGkXQQ

Untuk membantu publisitasnya, maka gue bagikan di sini juga. Check it out.. jenggotnya boookkkk ENGGAK NAHAANNN!!!