Everyone have their own reason to commit a suicide.
Rasa-rasanya gue bisa relate. Waktu jaman gue SMA dulu, jaman gue gencar banget
nyusun visi dan impian gue, lalu kemudian nyari cara gimana meraih semuanya.
Gue sering banget kedapetan sms dari beberapa temen yang isinya kurang lebih
sama. They’re feeling empty. Pada saat itu gue nggak ngerti kenapa hal semacam
itu bisa muncul. Terlebih lagi kalo sms itu dateng dari orang yang menurut gue
cukup segala-galanya. Cantik iya, pintar iya, sekolah di sekolah swasta yang
lumayan ternama di Jakarta, belum lagi orang tua yang kaya dan sebagainya. I
don’t understand how does it feel to walk in their shoes.
Jadi gue bakal ngasih saran seenaknya dimana sebetulnya gue
nggak benar-benar mengerti apa yang mereka rasain. Orang-orang religius yang
baca blog ini mau apa? Komentar, “mungkin karena dia ga punya Tuhan kali?” aduh
plis deh, temen gue rata-rata rajin ke gereja. Kalo itu nggak ngejamin, lo mau
apa lagi yang ngejamin? Rajin doa? Iya rajin doa juga. Anyway, gue masih berpikir
tuhan itu semacam kreasi manusia supaya kalo lagi jatuh ya ga jatuh-jatuh
banget. Nggak ngerasa sendirian karena lo punya temen imajinasi universal yang
diakui (karena umum dan universalnya itu). Jadi lo anggap dia bener-bener ada.
Sebelum blog gue dicerca ini dan itu. Balik ke topik bunuh
diri tadi.
Gue pernah baca satu kalimat yang menarik dari satu artikel,
“Kamu tidak bisa menghakimi keputusan seseorang ketika dia memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya. Apa yang dia alami boleh jadi tidak sama denganmu.”
Gue pernah baca satu berita, isinya anak SD bunuh diri
karena nggak punya seragam sekolah kalau nggak salah. Mungkin orang akan
berpikir, “Sakit jiwa, emang nggak ada jalan keluar lain apa? Ya kali deh nggak
ada seragam terus bunuh diri.”
We never know what he/she’s going through.
Gue belajar berpikiran terbuka mengenai masalah itu setelah
baca artikel yang gue sebutin tadi. Seseorang bahkan berpikir untuk bunuh diri
karena ngerasa “bosan” sama hidupnya. Kita nggak pernah tahu. Semacam depresi atau
stres yang numpuk dan nggak pernah lo sadari sebelumnya. Ngerasa sendirian.
Apapun bisa jadi trigger untuk seseorang mutusin hal semacam itu.
It’s not okay, but it’s not that stupid either. Manusia itu
makhluk yang kompleks. Apa yang kejadian di kepala itu nggak bisa diprediksi
sama siapapun bahkan sama si manusia itu sendiri. That’s why i thought menulis
adalah satu terapi yang bagus. It helps you to learn about yourself and your
brain more.
Dalam beberapa bulan belakangan, udah ada dua teman yang mengaku
pergi ke psikiater karena butuh bantuan profesional untuk nyelesaiin masalah
mereka. At some point, you may need other people, nggak nge-define kalo elo
gila ketika lo butuh bantuan psikiater. Better daripada tiba-tiba lo mutusin
untuk bunuh diri, I guess.
Itu juga alasan dari jaman gue SMA dulu, gue paling rajin
ngeladenin temen yang mau curhat. Karena gue nggak mau jadi salah satu orang
yang akan ngerasa bersalah dan bertanggungjawab ketika seseorang butuh dan gue
nyuekin Cuma karena sibuk lalu tiba-tiba dia memutuskan untuk bunuh diri.
Mungkin gue akan mikir, “It might have been different if pada saat itu gue
angkat telepon atau balas SMS dia.”
Aduh penyesalan semacam itu ngeri banget.
Beberapa tahun belakangan pemikiran “bunuh diri” suka muncul
setiap kali gue dapet masalah dan mulai menyortir alternatif-alternatif
penyelesaian yang mungkin. Iya, ketika istilah bunuh diri muncul, berarti dia
masuk ke dalam alternatif “penyelesaian masalah” gue. Tapi lalu gue berpikir,
what would happen if I die. Nggak harus berurusan sama orang lain bla bla bla.
Untuk ukuran orang se-egois gue, gue nggak peduli apakah orang akan sedih atau
enggak. Tapi kemudian gimana impian-impian gue.
Les drum yang belum gue lanjutin lagi, cita-cita gue nemuin
teknik ngurusin badan paling mutakhir, atau nerbitin novel solo, atau impian
gue tentang membangun bisnis yang bikin gue jadi konglomerat terkenal?
Atau sesimpel neriakin “fuck you” kenceng-kenceng ke
orang-orang yang udah ngerendahin gue selama ini dengan cara nunjukin hasil
yang signifikan.
It would never happen if I commit a suicide.
Tapi alternatif itu selalu ada, karena itu mudah. Tanpa
resiko. Elo nggak harus pusing memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya, because
you would be dead by then. Biarkan orang yang hidup membereskan sisanya. Tapi
lalu balik lagi ke paragraf di atas. Apa artinya YOLO kalau pada akhirnya lo
bunuh diri, bunuh diri juga.
Gue sempet baca artikel bagus tentang indikasi seseorang
udah siap untuk bunuh diri. Lo bisa cek sumbernya di sini http://www.helpguide.org/articles/suicide-prevention/suicide-prevention-helping-someone-who-is-suicidal.htm
Yang lucu adalah satu indikasi dari seseorang yang udah siap
bunuh diri adalah justru menunjukan sikap tenang seolah-olah depresi yang dia
alami sebelumnya nggak pernah terjadi. This is the point where you need to be
really worry. Karena itu adalah tahap dia sudah bersahabat dengan keputusannya
untuk bunuh diri (berdasarkan artikel di atas). Orang yang udah mempersiapkan
semuanya dengan matang dan menyeluruh.
Gue pernah bilang nggak sih, perbincangan dua arah dengan
pikiran sendiri itu bisa jadi sesuatu yang... sangat... berbahaya. Menurut gue
pribadi, nggak ada tempat untuk cerita, atau sekadar berinteraksi merupakan
trigger utama kenapa pada akhirnya lo memutuskan untuk bunuh diri. Itu
alasan... bersosialisasi perlu. Minimal ngobrol tentang pikiran-pikiran lo ke
orang lain dan mendapat tanggapan balik. Itu alasan kenapa seseorang butuh
teman. Mungkin itu juga gunanya Tuhan bagi pikiran lo. Untuk lo ngerasa bahwa
lo nggak sendirian. A good way to prevent suicide, isn’t it?
So, if you find someone who shows some indication of
comitting a suicide. Offer help, or your time to listen what’re they been
thinking this whole time. It might help them. Atau kalau elo baca ini dan elo
merasa memiliki indikasi-indikasi tersebut... coba deh cerita ke orang apa yang
sebetulnya bikin lo ga nyaman. Mulai dari situ, one step at a time. Kalau lo
nggak punya siapapun. Berdoa. Dengan iman bahwa Tuhan itu memang benar-benar
ada dan tengah mendengarkan cerita lo. Berdoa means bukan ngobrol sama pikiran
lo sendiri, tapi berdoa sama pihak lain yang nggak terlihat (Tuhan). Terus kalo
rencana bunuh diri masih belum berhenti ganggu... Pergi ke psikiater, seek for
help. Life is good, you should savor it gratefully.
Salam roti!
2 komentar:
Huh? Aku lagi down dan kamu nulis ini? Interesting.
Thanks ya. I feel much better now to realize that I'm not that depressed. Masih banyak impian yg ingin kucapai, dan cara terbaik utk mencapainya jelas bukan dgn meratapi diri. Haha :v
hahahaha, jangan buru2 depresi. Take a walk to think clearly, bro.
Posting Komentar