Senin, 30 Maret 2015

Nyaman Aja?

Semua orang punya proporsi masing-masing. Adalah kalimat yang semakin sering gue tekankan, ke diri gue sendiri ataupun si Fardi, temen diskusi gue. Selaku (dulu) orang yang pas jaman abegenya mengaku nggak percaya sahabat, dan mengagungkan itu kemana-mana. Sampai hari ini, gue tetap belum bisa mendefinisikan sahabat sebetulnya. Sebetulnya.


Kadang, istilah “nyaman” berarti “sahabat” masih kurang cukup buat gue. Something’s off dengan mengandalkan definisi tersebut. I mean, lalu bagaimana ketika lo ngerasa nggak nyaman dengan orang tersebut. Berarti dia bukan lagi sahabat lo?

Orang suka ngomong “sahabat gue...” ini dan itu. Kadang gue mencibir dalam hati, sampai kapan istilah “sahabat gue” ini bisa lo ucapkan ketika membicarakan tentang orang itu? Katakanlah sampe dia ngerebut gebetan lo? Atau misalnya IP dia tiba-tiba lebih tinggi dari lo? Atau hidup dia lebih beruntung dari lo dan mengancam eksistensi lo sekarang?

Anyway, mari lupakan dulu istilah di atas.

Orang cenderung menyebut kata “teman” dan “nyaman” ketika seseorang itu berada di zona nyaman dia, harmless.

Secara pribadi, dua semester belakangan ini gue baru benar-benar bisa menemukan beberapa hal baru tentang diri gue maupun orang lain.

Agak nggak nyambung dengan topik di atas, sekitar dua minggu lalu. Gue ada acara jurusan penanaman mangroove. Waktu pulang, gue duduk satu bis dengan salah satu asisten dosen. Orang ini suka travelling dan sebagainya. Gue nanya soal recent journey dia. Tentang india. Pertanyaan orang yang non traveller macam gue ini emang kadang suka idiot, jadi gue nanya hal semacam, “Ci, negaranya aneh ya kalo India gitu?”

She explained something that’s pretty much out of my box.

“Gimana ya, Mar. Aku nggak bisa bilang aneh. Setiap negara punya karaktermasing-masing. Mungkin aku bisa bilang beda, tapi bukan aneh. Karena semua yang ada di sana, entah transportasinya, penduduknya, ya itu bagian dari negara itu, Mar. Itu karakteristiknya mereka.”

Muka gue, biar bego-bego gini pemikir loh ya...

Btw, mendengar cerita si asdos di atas. Gue mulai menghubungkan ini dengan orang-orang yang gue temui. Konsep pemikiran, “Ya dia emang begitu.” Sebetulnya salah satu wujud pembelajaran untuk berpikiran terbuka buat gue.

Itu juga saat dimana bicara tentang “Teman baik” bukan lagi karena dia “baik” atau karena dia bikin gue ngerasa “nyaman” atau karena dia “pintar”. Tapi ketika gue ngeliat orang itu dan gue bisa bilang, “Dia temen yang bakal gue jaga.” Despite apapun karakteristik yang menempel pada diri dia. Entah dia pinter tapi nyebelin, atau gaul tapi suka curhat. Dan sebagainya.

Tag “Dia temen yang bakal gue jaga” means, dia akan jadi inner circle gue. Orang yang gue percaya untuk bisa bersandar ke gue ketika butuh.

Tapi ada juga temen yang emang asik untuk becanda, untuk lucu-lucuan, untuk bully-bullyan. Doesn’t matter. Semua hubungan punya proporsi masing-masing. Ada proporsi yang simply untuk hal sederhana semacam jalan dan ajang pelit bareng. Sampai ke proporsi bagi rahasia atau hal-hal yang lebih dalam lainnya.

Dua semester lalu, kalimat “never expect too much from other” juga sempat menjadi salah satu jargon favorit beberapa temen gue. Keadaan dimana pressure tugas sana-sini bikin orang keluar aslinya. Kalo orang udah keluar aslinya, biasanya udah keliatan sifat jeleknya. Tapi kalo dia adalah inner circle gue, “orang yangmau gue jaga” berarti gue nggak akan peduli dengan hal-hal itu. Bukan tentang “Berharap banyak dari orang lain” kali ya. Tapi ketika orang itu penting, apa yang bisa orang itu harapkan dari elo.  Dari gue.

Bagaimana ketika orang itu punya sifat jelek, yang ternyata nyebelin. Tapi bukan orang yang klik sama gue? Then why bother. Yang penting dia hidup dan bisa menguntungkan.

Ini semacam late night thought yang tiba-tiba muncul. Itu kenapa gue nggak pernah musingin peer di sekitar gue yang nyebelin dan nusuk sana-sini. As long as gue punya teman-teman yang gue sayang dan bisa gue... pegang. It’s enough.

P.s. I miss our little talk. Tapi mungkin gue satu dari jajaran kategori kenalan “nggak penting dan membosankan” yang bisa dicuekin gitu aja, ya. I really thought we could be friends.

P.s.s. GUE PIARA HAMSTER LAGI! Kali ini jenisnya syrian. Ini sih beneran deh. Gue sampe ngajak cici gue belanja di pasar jatinegara. Kapan-kapan gue ceritain. Pokoknya masokis abis. Jalan ampe ke Jakarta Timur demi hamster ini. Gue belum kasih nama. Yang jelas satu warnanya hitam, satu oranye terang gitu. Nanti gue foto.


Salam Roti!

3 komentar:

Lorisca mengatakan...

Eh eh biarpun gue ngga GR atau ngira gue yang dimaksud di p.s, gue cuma mau tetep bilang kalo gue kaga mau ambil formulir pendaftaran ke jajaran orang yang masukin lo ke kategori sekedar kenalan ngga penting bla bla bla apalah. Okeh? Tidak saya bukan itu.. yang demikian.. ehapasihtauahpokoknyabesokguekegramediabeliKATAKOTAKITA ;;)

Marisa Roti mengatakan...

Ica: hahaha, bukan elo kok. Elo mana nyuekin gue?

Anonim mengatakan...

Fikr 13181
cobaaaaa