Sabtu, 09 November 2013

Sendiri dan (Bukan) Kesepian.

Gue selalu berpikir, ketika sendirian, lo akan mendapatkan privasi yang sangat mahal harganya. Hari ini, malam minggu, dan gue nongkrong di dunkin sendirian, kadang gue gak ngerti dengan komentar orang-orang tentang.. “Ih, kasian banget sendirian..” karena sendirian bukan berarti lo tersudut dan gak punya pilihan untuk “gak sendirian”, dan karena ada beberapa waktu, lo yang “memilih” untuk sendirian. Gue gak melihat ada masalah dengan hal itu.


Dulu, gue pernah jalan sama beberapa orang teman lama (dimana umur mereka udah jauh di atas gue. Err. 25 keatas sepertinya?), dan ada satu komentar yang membuat gue mengernyitkan kening lama. Waktu gue ditawarin makan dan gue bilang.. “Enggak, entar aku makan sendiri aja..” kemudian, jawaban gue itu disambut dengan kalimat..

“Ih gue sih sedih deh makan sendirian.”

Buat gue, persepsi semacam itu konyol, karena gue merasa mendapatkan privasi antara gue dan makanan yang sedang gue makan, dengan makan sendirian, atau nongkrong sendirian. Bukan berarti gue ignoran, tapi ada momen dimana ketika sendirian, gue bisa melihat lebih banyak hal. Dan semakin hari, entah kenapa gue semakin mencari momen itu.

Hal kedua yang paling gue gak suka adalah, ketika gue pengen sendirian, dan ada orang yang (kadang maksa) nemenin. Itu sangat. Enggak banget. Jadi begini kejadiannya, ketika gue gak punya waktu sama sekali untuk sendirian dengan diri gue sendiri, gue memanfaatkan waktu pulang atau pergi dari kampus sebagai ritual berharga sendirian tersebut. Makin kesini, gue makin males kalo di jalan dan ada yang ngajak ngobrol.

Kemarin, waktu gue pulang dari Istora Senayan untuk mengunjungi Indonesia Book Fair bersama beberapa temen penulis gue, gue kalap sewaktu di sana, nyari buku kesana-kemari, dan capek. Jadi gue sudah menyiapkan headset dan buku di tangan untuk gue baca di busway sepanjang perjalanan pulang.

Tiba-tiba munculah cewek ini yang bawel nanya jalan kesana-kemari.

“Kak, kalo mau ke grogol, lewat semanggi, ya?” tanya si cewek asing ini.

“Jangan, mending harmoni aja.” Jawab orang lain yang di tanya (dugaan gue mereka juga gak saling kenal)

“Aduh, kak. Gak pernah lewat harmoni, mending aku turun di semanggi aja, deh.”

Gue nyeletuk. “Mending lo lewat harmoni aja. Kalo Semanggi jalannya jauh banget.”

“Nah, bener tuh.”

Dan dia tanya gue akan kemana, gue bilang kita satu arah. Sama-sama ke grogol. Detik itulah. Dia bilang sesuatu yang terdengar horor di telinga gue. “Yaudah, kak. Kita bareng aja, ya.”

Gue pikir interaksi kita cukup sampai disitu, dan ternyata anak ini tipikal-tipikal sok kenal yang gak bisa berenti ngajak ngobrol. Gue bukannya ada masalah dengan hal itu, karena sejujurnya gue melihat diri gue yang dulu pada cewek itu. Suka sok kenal sama orang lain dan ngajak ngobrol sana-sini. Masalah terjadi ketika, orang yang lo ajak ngobrol itu gak bersedia menanggapi obrolan-obrolan lo.

Dan pada kasus kali ini, adalah gue.

Segera, setelah dia ngajak gue ngobrol, gue ngeluarin headset, dan gue setel lagu gue. Oke mungkin ini sedikit gak sopan, tapi lebih gak sopan mana, gue ngasih signal implisit atau pernyataan eksplisit. “Gue gak mau ngobrol, lo liatin apa kek, jalan, kambing, langit. Tapi jangan ajak ngobrol.”

Sialnya, hape gue lowbat gak lama kemudian, jadi gue lanjutin dengan buka novel yang gue beli, dan gue baca. Dengan mudahnya dia buka percakapan.

“Suka baca novel, kak?”

“Iya. Lo suka baca?”

Gue pikir, kalo ternyata dia suka baca juga, ya okelah. Gue bisa ngobrolin sesuatu. “Suka, sih..”

“Suka pengarang siapa?”

“Aduh, gak tau, pokoknya novel-novel biasa.”

Case closed. Jawaban itu berarti, gue gak punya obrolan, jadi gue kembali fokus dengan novel yang gue baca.

Kasus pada malam itu, bikin gue teringat bagaimana dulu gue suka banget melanggar privasi orang lain tanpa gue sadari. Kepoh istilahnya. Dengan pertanyaan. “Mau kemana? Mau ngapain kesana?” maksud gue, lo gak akan pernah suka orang asing bertanya banyak hal sama lo. Dan pada momen itu, gue bener-bener annoyed dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu.

Hal ketiga juga yang menurut gue janggal, adalah ketika lo nongkrong dengan gadget-gadget lo, tapi lo mengajak teman lain. Entah kenapa, sampai hari ini gue ngerasa “risih”, ketika gue nongkrong, dan ada temen yang ikut. Karena gue suka lupa waktu kalo browsing, dan dengan adanya orang lain, mau gak mau gue harus memikirkan kepentingannya juga. Atau sesekali ngobrol sama dia. Rasanya.. aneh.

Seperti hari ini, ketika gue ngeliat om-om sama anaknya, dan mereka saling diem-dieman mandangin gadget, itu janggal di dalam pandangan gue, maksud gue, apa bedanya dengan kalian sendirian? Ketika lo duduk bersama orang lain, gue selalu beranggapan harus ada percakapan intens yang terjadi. Terlepas dari pernyataan.. “Lo bisa nyaman sama dia, bahkan tanpa percakapan sekalipun.” Itu beda kasus.

Tapi kasus lo nongkrong dan lebih terfokus dengan gadget dan bukan dengan orang di hadapan lo, menurut gue itu (sekali lagi) janggal.

Dan (sekali lagi juga), lebih baik lo sendirian. Atau, lebih baik gue sendirian, supaya gue bisa menikmati waktu gue sebaik-baiknya, dan gak perlu perduli dengan kepentingan orang lain.

Anyway, Cuma itu aja topik yang mau gue bahas kali ini, perihal sendirian yang bukan berarti lo kesepian. Ga jelas, ya? Bodo ah. Hahaha. Oh iya, memang ini isu yang entah kenapa semakin sering gue amati tentang diri gue akhir-akhir ini, gue semakin seneng nyari momen sendirian, dan menghindari momen ngumpul-ngumpul, tapi untuk pertama kalinya, gue memutuskan untuk gak terlalu memikirkan masalah tersebut.

Perubahan pada diri gak tentu selalu jadi masalah. Atau kalo ada yang nganggep itu masalah. Yaudah, bukan urusan gue. *minta digampar*.

Sekian postingan pada kali ini.

Salam Roti!


P.s meski kemungkinanya sangat kecil, tapi cewek (yang gue ceritakan di atas, dan gue gak tau namanya itu), kalo lo baca blog gue. Harap jangan tersinggung, ya. Gue hanya mengeluarkan gumpalan kertas gue aja. Salam damai dan salam roti!

6 komentar:

Stefanie mengatakan...

Hihihi mgkn mrk blg "sedih kalau makan sendirian" krn kasusnya mrk pikir lo kan ada pilihan untuk makan bareng di saat itu :) percayalah teman2 lm elo juga suka mkn sendirian kok tp kalau emang bs mkn sama temen, why not?? Hihihihi

Marisa Roti mengatakan...

Ci stef: Bahkan ketika aku dalam situasi "bisa makan sama temen", ada beberapa momen, aku tetep milih untuk makan sendirian. Tapi ya itu, ci, preferensi masing-masing individu. hahahaha. issshhh. kangen nih denger semburan kentutnya. hehehehehhe

TF mengatakan...

Tapi kita kalo ke Dunkin bawa laptop masing-masing?

Marisa Roti mengatakan...

cuma sekaaaliii!!

eh iya itu konyol juga...

besok lagi lah yuk, ke dunkin bawa laptop. hahahahhaa

Om Nivo (Reader) mengatakan...

Maroti, gue juga sering kok ke Dunkin sendirian bawa laptop dan ngerjain revisian skripsi. Mana gue Dunkin Donut yang ada di slipi jaya yang banyak alaynya..........
.....
...

Marisa Roti mengatakan...

Afgan: dunkin slipi jaya banyak alaynyaaaa? hahahaha. gue suka makanannya tha... eh... suka paket gratisannya maksud gue.. *duh*

dan iya, gue lebih tenang kalo ngerjain tugas sendirian dibanding rame-rame kayak alay. penat deh rasanya..