Gue selalu berpikir, ketika sendirian, lo akan mendapatkan
privasi yang sangat mahal harganya. Hari ini, malam minggu, dan gue nongkrong
di dunkin sendirian, kadang gue gak ngerti dengan komentar orang-orang
tentang.. “Ih, kasian banget sendirian..” karena sendirian bukan berarti lo
tersudut dan gak punya pilihan untuk “gak sendirian”, dan karena ada beberapa
waktu, lo yang “memilih” untuk sendirian. Gue gak melihat ada masalah dengan
hal itu.
Dulu, gue pernah jalan sama beberapa orang teman lama
(dimana umur mereka udah jauh di atas gue. Err. 25 keatas sepertinya?), dan ada
satu komentar yang membuat gue mengernyitkan kening lama. Waktu gue ditawarin
makan dan gue bilang.. “Enggak, entar aku makan sendiri aja..” kemudian,
jawaban gue itu disambut dengan kalimat..
“Ih gue sih sedih deh makan sendirian.”
Buat gue, persepsi semacam itu konyol, karena gue merasa
mendapatkan privasi antara gue dan makanan yang sedang gue makan, dengan makan
sendirian, atau nongkrong sendirian. Bukan berarti gue ignoran, tapi ada momen
dimana ketika sendirian, gue bisa melihat lebih banyak hal. Dan semakin hari,
entah kenapa gue semakin mencari momen itu.
Hal kedua yang paling gue gak suka adalah, ketika gue pengen
sendirian, dan ada orang yang (kadang maksa) nemenin. Itu sangat. Enggak banget.
Jadi begini kejadiannya, ketika gue gak punya waktu sama sekali untuk sendirian
dengan diri gue sendiri, gue memanfaatkan waktu pulang atau pergi dari kampus
sebagai ritual berharga sendirian tersebut. Makin kesini, gue makin males kalo
di jalan dan ada yang ngajak ngobrol.
Kemarin, waktu gue pulang dari Istora Senayan untuk
mengunjungi Indonesia Book Fair bersama beberapa temen penulis gue, gue kalap
sewaktu di sana, nyari buku kesana-kemari, dan capek. Jadi gue sudah menyiapkan
headset dan buku di tangan untuk gue baca di busway sepanjang perjalanan
pulang.
Tiba-tiba munculah cewek ini yang bawel nanya jalan
kesana-kemari.
“Kak, kalo mau ke grogol, lewat semanggi, ya?” tanya si
cewek asing ini.
“Jangan, mending harmoni aja.” Jawab orang lain yang di
tanya (dugaan gue mereka juga gak saling kenal)
“Aduh, kak. Gak pernah lewat harmoni, mending aku turun di
semanggi aja, deh.”
Gue nyeletuk. “Mending lo lewat harmoni aja. Kalo Semanggi
jalannya jauh banget.”
“Nah, bener tuh.”
Dan dia tanya gue akan kemana, gue bilang kita satu arah. Sama-sama
ke grogol. Detik itulah. Dia bilang sesuatu yang terdengar horor di telinga
gue. “Yaudah, kak. Kita bareng aja, ya.”
Gue pikir interaksi kita cukup sampai disitu, dan ternyata
anak ini tipikal-tipikal sok kenal yang gak bisa berenti ngajak ngobrol. Gue
bukannya ada masalah dengan hal itu, karena sejujurnya gue melihat diri gue
yang dulu pada cewek itu. Suka sok kenal sama orang lain dan ngajak ngobrol
sana-sini. Masalah terjadi ketika, orang yang lo ajak ngobrol itu gak bersedia
menanggapi obrolan-obrolan lo.
Dan pada kasus kali ini, adalah gue.
Segera, setelah dia ngajak gue ngobrol, gue ngeluarin
headset, dan gue setel lagu gue. Oke mungkin ini sedikit gak sopan, tapi lebih
gak sopan mana, gue ngasih signal implisit atau pernyataan eksplisit. “Gue gak
mau ngobrol, lo liatin apa kek, jalan, kambing, langit. Tapi jangan ajak
ngobrol.”
Sialnya, hape gue lowbat gak lama kemudian, jadi gue
lanjutin dengan buka novel yang gue beli, dan gue baca. Dengan mudahnya dia buka
percakapan.
“Suka baca novel, kak?”
“Iya. Lo suka baca?”
Gue pikir, kalo ternyata dia suka baca juga, ya okelah. Gue bisa
ngobrolin sesuatu. “Suka, sih..”
“Suka pengarang siapa?”
“Aduh, gak tau, pokoknya novel-novel biasa.”
Case closed. Jawaban itu berarti, gue gak punya obrolan,
jadi gue kembali fokus dengan novel yang gue baca.
Kasus pada malam itu, bikin gue teringat bagaimana dulu gue
suka banget melanggar privasi orang lain tanpa gue sadari. Kepoh istilahnya. Dengan
pertanyaan. “Mau kemana? Mau ngapain kesana?” maksud gue, lo gak akan pernah
suka orang asing bertanya banyak hal sama lo. Dan pada momen itu, gue
bener-bener annoyed dengan
pertanyaan-pertanyaan semacam itu.
Hal ketiga juga yang menurut gue janggal, adalah ketika lo
nongkrong dengan gadget-gadget lo, tapi lo mengajak teman lain. Entah kenapa,
sampai hari ini gue ngerasa “risih”, ketika gue nongkrong, dan ada temen yang
ikut. Karena gue suka lupa waktu kalo browsing, dan dengan adanya orang lain,
mau gak mau gue harus memikirkan kepentingannya juga. Atau sesekali ngobrol
sama dia. Rasanya.. aneh.
Seperti hari ini, ketika gue ngeliat om-om sama anaknya, dan
mereka saling diem-dieman mandangin gadget, itu janggal di dalam pandangan gue,
maksud gue, apa bedanya dengan kalian sendirian? Ketika lo duduk bersama orang
lain, gue selalu beranggapan harus ada percakapan intens yang terjadi. Terlepas
dari pernyataan.. “Lo bisa nyaman sama dia, bahkan tanpa percakapan sekalipun.”
Itu beda kasus.
Tapi kasus lo nongkrong dan lebih terfokus dengan gadget dan
bukan dengan orang di hadapan lo, menurut gue itu (sekali lagi) janggal.
Dan (sekali lagi juga), lebih baik lo sendirian. Atau, lebih
baik gue sendirian, supaya gue bisa menikmati waktu gue sebaik-baiknya, dan gak
perlu perduli dengan kepentingan orang lain.
Anyway, Cuma itu aja topik yang mau gue bahas kali ini,
perihal sendirian yang bukan berarti lo kesepian. Ga jelas, ya? Bodo ah. Hahaha.
Oh iya, memang ini isu yang entah kenapa semakin sering gue amati tentang diri
gue akhir-akhir ini, gue semakin seneng nyari momen sendirian, dan menghindari
momen ngumpul-ngumpul, tapi untuk pertama kalinya, gue memutuskan untuk gak
terlalu memikirkan masalah tersebut.
Perubahan pada diri gak tentu selalu jadi masalah. Atau kalo
ada yang nganggep itu masalah. Yaudah, bukan urusan gue. *minta digampar*.
Sekian postingan pada kali ini.
Salam Roti!
P.s meski kemungkinanya sangat kecil, tapi cewek (yang gue
ceritakan di atas, dan gue gak tau namanya itu), kalo lo baca blog gue. Harap jangan
tersinggung, ya. Gue hanya mengeluarkan gumpalan kertas gue aja. Salam damai
dan salam roti!
6 komentar:
Hihihi mgkn mrk blg "sedih kalau makan sendirian" krn kasusnya mrk pikir lo kan ada pilihan untuk makan bareng di saat itu :) percayalah teman2 lm elo juga suka mkn sendirian kok tp kalau emang bs mkn sama temen, why not?? Hihihihi
Ci stef: Bahkan ketika aku dalam situasi "bisa makan sama temen", ada beberapa momen, aku tetep milih untuk makan sendirian. Tapi ya itu, ci, preferensi masing-masing individu. hahahaha. issshhh. kangen nih denger semburan kentutnya. hehehehehhe
Tapi kita kalo ke Dunkin bawa laptop masing-masing?
cuma sekaaaliii!!
eh iya itu konyol juga...
besok lagi lah yuk, ke dunkin bawa laptop. hahahahhaa
Maroti, gue juga sering kok ke Dunkin sendirian bawa laptop dan ngerjain revisian skripsi. Mana gue Dunkin Donut yang ada di slipi jaya yang banyak alaynya..........
.....
...
Afgan: dunkin slipi jaya banyak alaynyaaaa? hahahaha. gue suka makanannya tha... eh... suka paket gratisannya maksud gue.. *duh*
dan iya, gue lebih tenang kalo ngerjain tugas sendirian dibanding rame-rame kayak alay. penat deh rasanya..
Posting Komentar