Itu adalah salah satu kalimat yang entah mengapa terus gue
ingat sampai hari ini. Mungkin kedengeran klise, sederhana, atau malah pasaran,
tapi setelah gue telaah lebih jauh, ada makna yang sangat baik dibaliknya
menurut gue, itu kenapa gue menobatkan kalimat ini sebagai kalimat pembangkit
motivasi terkeren di bulan ini.
Begini. Kalau kalimat ini mau lo aplikasikan dalam kehidupan
lo, sebetulnya memang ada rasa dan kenyataannya. Contohnya, lo selalu merasa
kesulitan ketika memulai sebuah awal, entah awal pacaran, entah awal sekolah,
awal belajar jalan, awal nembak, awal pedekate, awal bikin kue. Semua “awal”
memiliki tingkat kesulitan yang lebih dibanding ketika lo sudah menemukan
iramanya.
Begini, waktu lo belajar main gitar, tangan lo kaku, terus
jari lo memar, kulitnya pake pada copot semua berdarah-darah, tapi lo ngerasain
enaknya bisa menghasilkan musik yang cakep, itu kenapa lo terus belajar main
gitar, sampai lo di tahap kelima jari lo kapalan dan kebal, gak lagi ngerasa
sakit kalo megang senar. Jari lo sakit Cuma di awalnya, tapi waktu lo menemukan
iramanya, semuanya bakal enak.
Dalam kasus gue, awal berat adalah awal ketika gue
benar-benar memaksa diri gue untuk keluar dari zona nyaman. Jangan-jangan,
selama ini hidup gue memang sudah terlalu nyaman, atau pernah ada fase keluar
dari zona nyaman tapi gue lupa, karena itu, gue udah terbiasa dengan irama yang
sekarang. Serius, gue sekarang merasa dalam fase keluar dari zona nyaman.
Seperti ada banyak hal yang sangat harus gue telaah ulang
tentang diri gue. Dan ini Cuma awalnya.
Suatu sore, gue jalan sama temen SMA, dulu mantan temen
sebangku gue, gue tau cowok ini emang selalu berhasil ngasih saran-saran yang
entah kenapa selalu nge-jleb, kemudian gue curhat. (gue serius, curhat sama
cowok itu jauh lebih asik, mereka selalu tau jawaban logis yang ngena ke elo).
“Lo tau kan sifat gue. Keras kepala, egois, gak mau kalah,”
“Gue udah prediksi sih.” Kata si cowok. “Suatu hari, sifat
lo itu yang bakal menghambat lo sukses.”
Erh. Dulu gue sempet mikir nih cowok punya dendam pribadi
sama gue, karena di setiap kesempatan yang ada, dia akan selalu mencari cara
untuk memojokan gue dengan sifat-sifat menggelikan gue itu, tapi mungkin. Mungkin
sekarang gue mulai ngerti apa maksudnya.
“Maksudnya gini, Mar. Hal-hal itu yang bikin perjalanan lo
terhambat karena lo ngebawa beban. Lo jadi gak bisa bawa sesuatu dengan santai,
jatuhnya, orang malah gak suka ngeliat lo karena bawaan lo itu.”
“Terus.. terus gue harus gimana, donk?” tanya gue lagi
dengan muka mewek yang gue gak sangka, ternyata gue punya. HAHAHAHA. -____- “Gimana
gue ngalahin ego dan keras kepalanya gue buat mau belajar?”
“Sebetulnya ya, itu bukan masalah. Selama cara lo tepat,
selama lo tau kapan harus keras kepala, bisa liat situasi, lah.”
Jadi, sejujurnya akhir-akhir ini ada satu dan lain hal
(maksudnya lebih dari satu) yang bikin gue gemes. Gemes, kesel, frustasi,
pengen nyerah, pengen ngamuk-ngamuk, makan cheese cake ssebanyak-banyaknya,
makan pete abis itu poop di wc kampus biar pada ngerasain. Pokoknya, cara
apapun yang merugikan orang lain serta diri gue sendiri.
Tapi gak gue lakukan tentu saja, karena gue tau itu hanya
akan membuang waktu, tenaga serta pikiran (juga menaikan berat badan),
sebaliknya gue berusaha (keras, sekali lagi) mencari tahu sumber masalah gue
akhir-akhir ini, apakah itu masalah karakter gue yang masih gak karuan, ketidak
disiplinan gue, atau kekeras kepalaan gue untuk mau belajar. Entah, mungkin
salah satunya.
Dan ini kerasa sulit buat gue. Sulit ketika gue sampe mikir
untuk marah-marah sama keadaan, tapi toh setelah gue pikir lagi, marah keadaan
juga gak akan ada gunanya.
Satu hal itu yang gue percaya. “It just hard at the
beginning.” Di momen seperti ini. Bahwa semua hal baru yang lo lakukan akan
selalu sulit di awalnya, kemudian tergantung selama apa lo mau bertahan dengan
hal itu. Dan mungkin itulah yang bakal gue lakuin.
Berusaha menemukan iramanya, supaya gak lama-lama gue berada
di fase “awal” yang susah ini.
Jujur aja, dibalik kesulitan-kesulitan yang gue hadapin
sekarang, gue bisa melihat dari kaca transparan bahwa ada kesempatan-kesempatan
besar di baliknya. Permasalahan terjadi saat sebesar apa effort yang mau gue
keluarkan untuk kesempatan besar itu. Dan gue masih belum yakin sama diri gue
sendiri. (oke saudara-saudara, ini posting galau). Sekarang entah gue harus
bersyukur atau enggak karena hal-hal tersebut.
Beberapa hal yang bikin gue kesel adalah, kenapa gue selalu
ngerasa diri gue gak mampu meraih hal tersebut. Itu satu, kedua, kenapa gue
selalu ngerasa mangkuk gue sudah terisi penuh (dan itu bukan dalam konteks
bersyukur, lebih ke mengeluh), padahal mengingat tujuan besar gue, mangkuk gue
mungkin masih kosong melompong kayak celengan gue di rumah.
Gue penasaran orang-orang kayak Tompi (cie idola baru),
pernah galau kayak gue gak, sih? Atau mereka malah gak kebanyakan galau? Aduh. Gue
jadi galau kalo sampe mereka gak pernah segalau gue..... -_____-
Btw, thanks banget buat imas yang mau aja dengerin curhatan
gue tiap pagi di kampus, jawaban lo yang semacam. “Semangat, Mar. Lu harus
bertahan!” pake ngangkat satu tangan yang mengepal, itu sangat meredakan
kerisauan gue.
Sekian postingan tanpa hikmah pada kali ini. Sekedar mencurahkan
isi hati yang menyesakan dada. Semacam pake beha yang kekecilan ukurannya..
Salam roti!
2 komentar:
"BH kekecilan"wuahaahaaaha...
*ngebayangin*
Lam kenal mar'(*^ -^*)
kaka: halo salam kenal juga.. :)
Posting Komentar