Waktu itu gue lagi di dalam transjakarta. Lupa mau kemana.
Tepat di sebelah gue ada dua orang, satu orang indonesia, dan satu bule. Mereka
kayanya mau ke museum-museum di Jakarta (tapi gue beneran nggak inget waktu itu
gue mau kemana). Gue rasa peran si orang Indonesia ini semacam guide untuk si
bule itu. Dan waktu gue nengok, ternyata ada sekitar 3 bule dengan 3 orang
Indonesia dan mereka saling kenal.
Si cewek yang di sebelah gue tadi dan satu bule emang
berdirinya paling deket sama gue. Lalu mereka ngobrol. Si Indonesia tadi
ngomong inggris dengan terbata-bata berusaha ngejelasin tentang daerah
tersebut, something’s like, “So this... umn, this... what. This place is where
many, you know.. museums of Jakarta.”
Si bule mendengar dengan sabar lalu banyak nanya-nanya sama
dia. Dan dia berusaha ngejelasin dengan kemampuannya tadi, at some point si
cewek itu akhirnya ngomong, “I’m sorry, my english is not so good.”
“Oh, no, that’s okay.” Kata si bule.
That moment...
Gue mencibir dalam hati.
Iya gue mencibir, seolah-olah inggris gue jago. “Kalo itu
gue, gue bisa lebih lancar dari dia.”
Can I?
No.
The answer is no.
Lalu gue teringat momen suatu hari gue, Andry, dan Antoni
dateng ke kedubes Belanda karena lagi ada seminar tentang persatuan pemuda
Belanda-Indonesia. Hmn, Youth of Netherland Indonesia, I think? Gue agak lupa
singkatannya. The day had been interesting. Kita bertiga seneng ketemu hal baru
kaya gini. Lalu gue baru dapet informasi tentang beasiswa yang disediakan oleh
Belanda untuk mahasiswa Indonesia dan sebagainya.
Kebetulan salah satu bule yang presentasi adalah anggota
konsultan arsitektur yang ngebantu proyek Muara Angke (dan di hire sama
Jokowi). Menarik, karena itu dekat dengan bidang gue. Jadi gue ngomong sama
Andry, “Dri, kayanya entar gue mau nanya-nanya sama dia, deh.”
Lalu seminar kelar, dan peserta dapet kesempatan untuk makan
malem bareng dan nanya-nanya sama pembicara. Pembicara-pembicaranya beredar dan
ngeladenin peserta yang mau nanya-nanya. Then I stopped there. “Gue ga bisa
ngomong inggris.” (kata gue dalem hati).
Bukan, gue bukan ga bisa bahasa inggris. Gue belajar itu dari
gue kecil, nilai gue bagus-bagus aja. Though, grammar gue berantakan. Tapi kalo
sekolah pokoknya gue bisa deh. Lalu masuk masa awal kuliah, gue mulai suka baca
fanfiction bahasa inggris, gue juga mulai nonton dengan subtitle bahasa
inggris. Hingga gue memasuki satu masa dimana gue mulai menulis fiksi gue dalam
bahasa inggris, nonton film tanpa subtitle sama sekali, dan mulai baca
novel-novel dengan bahasa yang lebih berat.
But, still. I can’t speak in english.
I know I can, but I can’t.
Setiap mau buka mulut untuk pembicaraan kasual gue langsung,
“Anjir kalo salah, aduh grammar gue kan ancur. Kalo dia ga ngerti gimana? Kalo
dia jawab terus gue yang ga ngerti gimana?”
Andry dorong-dorong gue pas udah di belakang bulenya, “Udah
sana, Mar, tanya.”
“Aduh, ga jadi deh.”
“Lah, kenapa?”
“Nggak, gajadi.”
This awkward moments happen everytime. Waktu itu gue lagi
jalan sama temen gue, lalu ketemu temen gue yang lainnya yang lagi bareng sama
orang Jepang. Si orang jepang itu fluent dalam bahasa inggris, btw. Lalu si
temen gue memperkenalkan gue ke si orang Jepang ini. And I can’t even say...
any word. At all.
Padahal kenalan sama orang asing dengan kewarganegaraan yang
lain itu hal yang menarik, yang bisa ngasih gue pengetahuan banyak. And I was
tongue-tied.
Lalu sekarang gue lagi tertarik untuk belajar bahasa asing
selain Inggris. So i searched the most effective and efficient way to learn any
language at all. Ketemulah gue sama video ini.
Jadi dua cowok ini travelling ke 4 negara dalam 1 tahun.
Dengan waktu 3 bulan untuk setiap negara. They did a research about this, how
to speak any language in a short time. Ini menarik, karena mereka Cuma menerapkan
satu peraturan, “No English” (They’re american btw), dan mereka ngobrol dengan
para native di sana. Hingga memasuki bulan ketiga, mereka bener-bener fluent di
bahasa negara yang bersangkutan. Bener-bener lancar, I mean, mereka bisa
terlibat dalam suatu percakapan tanpa harus buka kamus atau terbata-bata.
https://www.youtube.com/watch?v=G1RRbupCxi0 (what I'm talking about)
https://www.youtube.com/watch?v=xNmf-G81Irs (Ini video lainnya, Breaking the language barrier. It's a good one also)
Kenapa gue tiba-tiba tertarik soal ini?
Karena setiap negara itu adalah satu halaman buku. Means, if
you stay, you only read a page of the whole book. (Ini quote dari siapa gue
lupa, Susi Pudjiastuti apa ya?)
Doesn’t mean that I’d like to travel, not that kind of
person anyway. Tapi gue rasa, belajar satu bahasa baru... satu lagi bahasa baru
lainnya, dan seterusnya... will be a good idea.
Lagian gue suka dikatain ama banci salon, “Aduh ciii. Masa cina
ga bisa mandarinnn? Sayang loh.” Emang kepoh jir tuh banci.
P.s. Gue keracunan Andry.
P.s.s. After second thought, fiks gue keracunan Andry.
Salam Roti!
3 komentar:
Hahahaha yang 'Cina masa nggak bisa Mandarin' tuh emang asem banget.
Btw Mar, mau rese dikit nih, ada koreksi, 'language' bukan 'languange'.
Ehehehe. :p
Ih sama banget, aku udah masuk tahap biasa nulis&baca english tapi kadang berasa snob. Tapi pas beneran dilepas di Bali dan maunya ngomong banyak malah gak ngomong samasekali. Sedih.
Desi: HAHAHAHA astaga gue sering melakukan kesalahan memalukan ini. Anyway, corrected! Tq, Des! Iya, kan. Asem kaaannn..
Dita: Ayok, deh. Kita ga usah jauh-jauh ke Bali. Ke jalan jaksa aja, banyak bulenya. Asal jangan dikira jablay sih.
Posting Komentar