Gue berada dalam kondisi stress yang sebenarnya baru gue
sadari ciri-cirinya. Biasa. Skripsi. Selalu kebentuk dalam imajinasi gue mau
gimana tapi nggak pernah dikerjain. Gue sampe mikir mau pura-pura mati aja pas
sidang. Barangkali kalo ada senior yang baca blog gue ini, bakal komentar, “Elah
lebay amat, Mar, ama kolokium.”
Gue nggak sedang berada di kondisi tingkat kepercaya dirian
yang tinggi, which is itu jarang terjadi ketika berhubungan sama tugas. I
always thought that I can do it nicely segimanapun males-malesannya gue. Not
this time.
Temen-temen kuliah gue mah gitu, kalo gue bilang, gue
stress, pasti ada aja yang komentar, “He? Muka lu santai aja, Mar, perasaan?”
Iya, muka gue emang kaya gitu... dari pas lahir. Mukanya
udah nyantai.
Because I really want this Sarjana Teknik title so bad, and
I know I definitely can do it. Tapi kalo gini terus caranya, stress karena gue
nggak merasa telah mengeluarkan effort ke dalam skripsi gue. Bisa
mencret-mencret gue.
Jerawat gue keluar semua, ya maksudnya nggak lebay. Cuma
muka gue jadi ada satu sampe tiga jerawat. Tiap tidur, Cuma skripsi yang gue
pikirin. Menghantui. Nggak lebay, emang serius rasanya kaya gitu.
Gue terus mempertanyakan, apakah gue sudah memilih topik
yang tepat, apakah ini beneran passion gue. Kok gue males ngerjainnya? Karena
gue nggak tertarik sama topiknya atau emang dasarnya gue males aja?
Imas selalu punya jawaban untuk pertanyaan seperti itu, “Udah,
Mar. Jalanin dulu aja apa yang ada. Yang penting dikerjain ga usah dipikirin.”
One step at a time. Everything will be okay.
P.s. gue bahas mengenai pengembangan kawasan pantai akhirnya
untuk skripsi gue. Arahnya lebih ke perkotaan, dimana itu sesuatu yang nggak
gue duga, pada akhirnya gue setuju-setuju aja ngambil ini topik. Semoga bisa
terus lanjut, nggak dicut sama dosen.
P.s.s. Gue percaya doa adalah satu hal yang ampuh. Jadi
doakan gue sukses untuk ini.
P.s.s.s. Setelah gue pikir-pikir lagi, orang di sekitar gue
itu emang kepoh banget. Tapi kepoh adalah bentuk kepedulian, jadi setiap mereka
nanya, “Eh, kolo lo gimana jadinya?” Dengan pandangan penuh kepedulian, I take
it that they’re concern about their friends. And thats a good thing. Karena
kolo itu sendirian, you walk alone in this, and you have to finish it.
Pertanyaan sederhana kaya gitu bisa jadi salah satu bentuk cambukan dan
motivasi.
Salam Roti!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar