Rabu, 12 November 2014

Prioritas

*Satu lagi postingan kebanyakan mikir nggak ada aksi*

Ada beberapa hal yang menjadi concern gue akhir-akhir ini. Satu aspek yang penting (tapi nggak sepenting “harus diprioritaskan”) biasanya masalah-masalah kayak gitu yang menyangkut hati. Tapi balik lagi ke masalah prioritas tadi. Kedua adalah hal-hal yang penting dan layak masuk prioritas, tapi nggak benar-benar menjadi sesuatu yang menggelisahkan gue.


Dan itu menggelisahkan.

Ketika hal yang seharusnya menggelisahkan malah jadi nggak menggelisahkan gue. Itu jadi... bikin kepikiran. I don’t even know what I want anymore. Maksudnya untuk semester ini udah cukup deh gue ngurusin hal-hal nggak penting semacam galau cabe-cabean dan galau dinamika sosial. I mean, that is society, mau kayak gimana pun lo akan ketemu yang seperti itu. Dimanapun. Dimanapun. Justru yang seharusnya gue lakukan adalah mengeluarkan effort yang cukup besar supaya gue bisa jadi outlayer dari society. Sesuatu yang beda, sesuatu yang nggak sama.

Semua teman-teman terdekat gue mulai menemukan passion dan dunia mereka satu per satu, perlahan-lahan. Gue pikir nulis dan usaha adalah dunia gue. Sampe momen ketika gue diminta bikin cerpen singkat aja, gue nggak bisa nulis sepatah kata pun. Akhirnya gue nulis, tapi gue ngerasa itu hancur. Nggak ada sedikit pun passion dan excitement yang gue tuangkan ke dalamnya. Nggak seperti dulu.

Gue punya satu buku ajaib, ini sebenarnya buku dari Fan-Fan sebagai hadiah ucapan selamat gue lolos Gramedia Writing Project dulu. Sampai hari ini buku itu udah penuh sama coret-coretan tulisan gue yang aneh-aneh. Ada banyak alasan kenapa gue menyimpan buku ini, padahal sebelumnya gue nggak pernah punya diari sama sekali. Biasanya punya diari nggak lama ngilang, mungkin karena ini hadiah ucapan selamat yang selalu mengingatkan gue akan apa yang selalu gue mau dari jaman dulu.

Mungkin juga karena ini dari Fan-Fan dan gue merasakan keinginan kuat untuk mengapresiasi pemberian dari dia. Atau mungkin karena bentuknya lucu dan simpel sesuai sama gue (biarpun setiap temen yang ngeliat kagak ada yang percaya itu punya gue. Kampret emang). Buku itu udah jadi sesuatu yang privasi sampe gue suka nggeplak tangan orang yang suka iseng-iseng buka secara refleks. Karena ada sesuatu yang terasa sangat personal di dalamnya.

Ngomong-ngomong, balik ke paragraf pertama.

Di buku itu gue kembali menyusun ulang impian dan harapan gue untuk kedepannya. (yes, I have that sort of thing). Sekedar untuk mengingatkan diri gue sendiri ketika gue salah ngambil jalan, bahwa gue punya sesuatu untuk gue tuju. Jadi yang harus gue lakukan adalah kembali mencari jalan yang benar untuk tetap on track pada impian gue.

Permasalahan muncul ketika akhir-akhir ini gue jadi benar-benar nggak peduli dengan apa yang gue mau. Maksudnya gue peduli makanya gue sampe jadi gelisah. Tapi nggak ada satu pun tindakan gue yang menunjukan kepedulian gue pada hal tersebut. Semacam kuliah malas-malasan, kebanyakan nonton youtube dan tv series, jarang nulis (mungkin hampir nggak pernah kecuali nulis curhatan di blog ini), nggak menjalankan usaha apapun yang cukup signifikan untuk gue (bantuin usaha kemeja dan pabrik doesn’t count. I don’t put much of myself into it. Salah satu hal yang juga gue sayangkan kenapa gue malas).

Gue jadi inget berondongan pernyataan gue dulu tentang jadi anak muda yang beda. Karena ada satu hal yang membedakan gue dari anak muda yang lainnya. Gue punya tujuan dan tau apa yang gue mau, sementara banyak anak-anak muda lain di luar sana yang nggak peduli dengan hal seperti itu. Maksud gue, lalu apa bedanya gue dengan mereka kalau sama-sama tidak mengeluarkan effort yang cukup untuk diri gue sendiri?

Orang tua yang baca blog ini mungkin akan langsung ngomong, “Yaudah, lo aksi lah. Kerja kek apa kek. Kenapa malah curhat di blog?”

Nah, itu juga salah satu pertanyaan untuk diri gue sendiri.

Mungkin kalo nyokap gue baca ini gue bakal dijorokin buat langsung berusaha. Malu aja, gue nggak punya semangat juang seperti nyokap gue, dan visi seluas bokap gue. Padahal gue anaknya mereka kan, ya?

Nyokap gue adalah tipe orang yang kalo liat peluang usaha bagus, besokannya langsung jalan. Pokoknya terabas. Sementara bokap gue adalah orang yang kritis untuk mikirin strategi setiap keputusan yang harus diambil. That makes them such a good team, eh?

Gue numpang curhat aja.

Siapa tau curhatan gue ada gunanya.

Meskipun somehow gue percaya gimanapun caranya gue akan meraih banyak hal yang gue mau. Anggap aja malas ini proses. But for sure, gue akan kembali lagi.

P.s. Fan, thanks for your support. And sorry for not always be there for yaaa. Sementara lo selalu melakukan hal yang sebaliknya. Semacam ngasih gue editan video di hari ultah gue, dan gue suka lupa ulang tahun lo tanggal berapa (gue ingat ulang tahun lo, gue Cuma suka nggak ngeh kalo di hari tersebut elo ultah. Serius deh).

P.s. Gue dari kemarin malam lagi seneng banget denger lagu Untuk Dikenang – Jikustik jaman dulu yang dinyanyiin sama Endah N Rhesa. You should check them out. Gue baru ingat itu adalah salah satu lagu kesukaan gue dari jaman dulu, sebelum gue mulai les piano dan ngeliat selera guru les piano gue yang suka Michael Buble and other jazz stuff (lalu gue pikir itu keren lantas mulai meninggalkan lagu-lagu indonesia).


Salam Roti!

Tidak ada komentar: