Sejujurnya ya, gue ini anak gaul yang anti-mainstream. Anti
banget ikut-ikutan yang lagi jadi tren. Gue tau, sebagai salah satu pelaku
kelebihan berat badan, gue tau apa itu OCD (Obsessive Corbuzier Diet) (kalo
sampe salah ketik, ya maafkanlah, gue kan anti-mainstream, gak tau yang
gini2an). Oke, balik ke topik.
Suatu malam di perjalanan pulang setelah survey, Thomas
berujar pada gue.
“Mar, ikut OCD deh. Berat lo bisa turun kok.”
“Ah gak percaya. Males gue ikut yang tren2an begitu.”
“Kalo gue konsisten gue turun tiga kilo loh.”
Mendengar kata tiga kilo gue kayak ngeliat daging kambing di
masak soto di depan mata gue. Mata gue berbinar, bro.. berbinar.
“Anjir lo serius tiga kilo?”
“Iya serius. Makanya ikut OCD.”
Semenjak hari itu gue bertekad, gue bakal ngkutin aturan
OCD.
Sampe...
Minggu pertama.
Tekad gue bulat, sebulat badan gue, setelah lima hari gue
mengikuti ritual OCD, dimana gue gak sarapan dan kemudian gak makan di malam
harinya. Gue ngerasa udah selangsing model victoria secreet. Asli. Sampe gue ke
rumah nyokap. Dan gue menemukan harta karun.
Sepanci besar semur jengkol.
Literally, sepanci besar. Satu panci. Gede. Segede kentut
kambing lo kumpulin dua taun. Beneran gede. Mungkin seperti raja-raja jaman
dulu yang suka tergoda sama selir cantik. Semur jengkol adalah selir gue. Sekuat
apapun gue menahan, gue gak sanggup. Lantas gue kawinkanlah jengkol itu dengan
mulut gue. Tanpa sadar semangkok jengkol gue abisin. Tanpa pamrih, penuh
keikhlasan. Jangan tanya kemana rasa bersalah gue terbang karena telah
melanggar komitmen. Semur jengkol telah membayar segalanya.
Minggu kedua.
Sepulangnya dari nyokap gue dan berpisah dengan semur
jengkol untuk yang pertama kalinya. Puasa pagi hari gue berhasil nih, secara
gue bangun siang. Gak makanlah gue, sampe waktu jendela makan gue berakhir,
tiba-tiba ada telepon.
Itu enci gue.
“Cia, jalan yuk. Ke CL..”
“Mo ngapain ce?”
“Gak tau, pergi makan aja.”
Asumsi pertama yang terlintas di otak waktu enci gue bilang “pergi
makan” adalah, kita pasti makan enak. Asumsi kedua, gue pasti di bayarin.
Asumsi ketiga, diet gue kembali gagal.
Karena ketika “makan enak” dan “dibayarin” itu terdiri di
dalam satu kalimat, gue merasa dosa untuk menolak. Dosa.
Malam itu kemudian di tutup dengan Green Tea Yakult dan
Peperoni Cheese Rolls pizza hut. Minimal, gue gak bener-bener minta pesen
Cheese Fusini juga, biarpun enci gue sempet nanya.. “Lo mau pesen gak?”
Enggak ce. Enggak. Aku khilaf.
Kesimpulan dari cerita hari ini adalah.
Diet gue masih gagal.
Lo tau apa maknanya kalo diet lo gagal?
Berarti disiplin lo terhadap diri sendiri masih buruk.
Kemampuan lo dalam mengalahkan hal negatif dalam diri juga masih buruk. Juga
tekad dan niat untuk mencapai tujuan yang lo mau masih lemah. Kesadaran akan
kekurangan di dalam diri dan kemauan untuk merubah juga belum ada.
Pokoknya. Itu kalimat-kalimat buat diri gue sendiri. Sekian.
Salam roti!
2 komentar:
Believe it or not . setelah masuk minggu ke2 gue turun 4kg Hahaha
Lanjutin aja mar, fighting !
Hahaahaha,,,,emang susuah nolak makan enak.ibaratnya ni yah,makan ntu racun dunia'setelah wanita tentunya
*lam kenal y..
Posting Komentar