Kamis, 17 Oktober 2013

Diet OCD..... Bubar.

Sejujurnya ya, gue ini anak gaul yang anti-mainstream. Anti banget ikut-ikutan yang lagi jadi tren. Gue tau, sebagai salah satu pelaku kelebihan berat badan, gue tau apa itu OCD (Obsessive Corbuzier Diet) (kalo sampe salah ketik, ya maafkanlah, gue kan anti-mainstream, gak tau yang gini2an). Oke, balik ke topik.

Suatu malam di perjalanan pulang setelah survey, Thomas berujar pada gue.


“Mar, ikut OCD deh. Berat lo bisa turun kok.”

“Ah gak percaya. Males gue ikut yang tren2an begitu.”

“Kalo gue konsisten gue turun tiga kilo loh.”

Mendengar kata tiga kilo gue kayak ngeliat daging kambing di masak soto di depan mata gue. Mata gue berbinar, bro.. berbinar.

“Anjir lo serius tiga kilo?”

“Iya serius. Makanya ikut OCD.”

Semenjak hari itu gue bertekad, gue bakal ngkutin aturan OCD.

Sampe...

Minggu pertama.

Tekad gue bulat, sebulat badan gue, setelah lima hari gue mengikuti ritual OCD, dimana gue gak sarapan dan kemudian gak makan di malam harinya. Gue ngerasa udah selangsing model victoria secreet. Asli. Sampe gue ke rumah nyokap. Dan gue menemukan harta karun.

Sepanci besar semur jengkol.

Literally, sepanci besar. Satu panci. Gede. Segede kentut kambing lo kumpulin dua taun. Beneran gede. Mungkin seperti raja-raja jaman dulu yang suka tergoda sama selir cantik. Semur jengkol adalah selir gue. Sekuat apapun gue menahan, gue gak sanggup. Lantas gue kawinkanlah jengkol itu dengan mulut gue. Tanpa sadar semangkok jengkol gue abisin. Tanpa pamrih, penuh keikhlasan. Jangan tanya kemana rasa bersalah gue terbang karena telah melanggar komitmen. Semur jengkol telah membayar segalanya.

Minggu kedua.

Sepulangnya dari nyokap gue dan berpisah dengan semur jengkol untuk yang pertama kalinya. Puasa pagi hari gue berhasil nih, secara gue bangun siang. Gak makanlah gue, sampe waktu jendela makan gue berakhir, tiba-tiba ada telepon.

Itu enci gue.

“Cia, jalan yuk. Ke CL..”

“Mo ngapain ce?”

“Gak tau, pergi makan aja.”

Asumsi pertama yang terlintas di otak waktu enci gue bilang “pergi makan” adalah, kita pasti makan enak. Asumsi kedua, gue pasti di bayarin. Asumsi ketiga, diet gue kembali gagal.

Karena ketika “makan enak” dan “dibayarin” itu terdiri di dalam satu kalimat, gue merasa dosa untuk menolak. Dosa.

Malam itu kemudian di tutup dengan Green Tea Yakult dan Peperoni Cheese Rolls pizza hut. Minimal, gue gak bener-bener minta pesen Cheese Fusini juga, biarpun enci gue sempet nanya.. “Lo mau pesen gak?”

Enggak ce. Enggak. Aku khilaf.

Kesimpulan dari cerita hari ini adalah.

Diet gue masih gagal.

Lo tau apa maknanya kalo diet lo gagal?

Berarti disiplin lo terhadap diri sendiri masih buruk. Kemampuan lo dalam mengalahkan hal negatif dalam diri juga masih buruk. Juga tekad dan niat untuk mencapai tujuan yang lo mau masih lemah. Kesadaran akan kekurangan di dalam diri dan kemauan untuk merubah juga belum ada.

Pokoknya. Itu kalimat-kalimat buat diri gue sendiri. Sekian.


Salam roti!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Believe it or not . setelah masuk minggu ke2 gue turun 4kg Hahaha

Lanjutin aja mar, fighting !

kaka mengatakan...

Hahaahaha,,,,emang susuah nolak makan enak.ibaratnya ni yah,makan ntu racun dunia'setelah wanita tentunya

*lam kenal y..