Insecurity itu satu kata yang sangat familier buat gue.
Despite akan terdengar membosankan dan klise (karena please, I talk about it
very, very, often), lately gue punya pandangan baru, ya ga baru-baru banget
mungkin. Like gue udah tau dampak dari rasa insecure adalah begini dan begitu.
But, I see it now. Gue melihat itu terjadi dalam kehidupan nyata, pada
pengalaman teman-teman gue. Soal pacar mereka, soal karir mereka, soal hidup
mereka.
Insecure menggambarkan rasa ga aman. Lucunya, manusia, at
some point, selalu punya rasa nggak aman ini sedalam atau sedangkal apapun itu.
Kita seneng sama rasa aman. Rasa aman membuat kita nyaman. Kenapa lebih banyak
pekerja daripada pebisnis. Kenapa lebih banyak orang yang milih nikah daripada
travelling seumur hidup mereka. Kenapa lebih banyak orang yang milih
biasa-biasa aja daripada jadi stand out dalam lingkungan mereka.
Bahkan gue pikir, arti dari “zona nyaman” itu sendiri adalah
sebenernya berangkat dari adanya rasa aman. Lo merasa nyaman karena kondisi
sudah aman. Lo sudah bisa mengendalikannya. Beda ketika lo berada dalam kondisi
dimana lo nggak punya kendali dan lo ngerasa ga nyaman. And that, my friend,
when your insecurities seep through.
It is cure-able. Yes, it is cure-able. I face it many, many,
many, many, times my whole life. Gue orang yang sangat gampang insecure ketika
dihadapkan pada suatu hal yang baru. Anak bungsu. Biasa hidup nyaman, mungkin? But
eventually, gue akan menemukan cara untuk mengatasi rasa insekuritas itu.
Apapun. And life just getting better.
Btw, kemarin after office hour (GILA EKSMUD BET GAYA LO
MAR), gue meet up sama satu temen gue. She just started a relationship with his
boyfriend. Yang mana gue suka banget sama dinamika mereka. Pacarnya posesif.
Mereka baru berantem beberapa hari yang lalu, karena masalah
keposesif-an si pacarnya ini. Waktu dengar cerita dia, di pertengahan gue
langsung komentar, “Bangke, cowo lo clingy banget. Gue baru tau cowo bisa kaya
gitu.”
Panjang lebar, kesana-kemari. Teman gue pada akhirnya
membuka alasan kenapa dia ngerti cowoknya seposesif dan se-clingy itu. Rasa insecure.
Bukan karena cowo itu nggak percaya sama temen gue, buat
gue, temen gue yang gue kenal ini, untuk pertama kalinya selama perkenalan
kita, gue bisa make sure. Dia siap komitmen dan serius sama cowo ini (biasanya
dia ular), that in the end temen gue berhasil nemuin cowo yang dia bener-bener
sayang.
No, cowo itu insecure sama kondisi dirinya sendiri, latar belakangnya,
bahwa dia nggak akan bisa nge-keep dan jagain ceweknya dengan baik. That he is
not good enough for her. Despite tuh cowo ganteng dan punya hotel chain sendiri
ya... See. A man that perfect (in my perception) does have his own insecurities
also.
We all do, my friend.
Insecure juga salah satu bentuk kepedulian terhadap sesuatu
buat gue. Ketika lo insecure dengan pekerjaan lo, means lo cukup peduli dengan
karir lo ini. Kenapa lo merasa tidak aman akan suatu kondisi. Well, when lo ga
peduli sama sesuatu, lo cenderung nggak akan ngerasain apapun, apalagi rasa
nggak aman.
Pacar lo jeles, karena dia insecure, well ya, karena dia
care sama lo. So, dia ngerasa insecure akan kehilangan lo atau apapun
alasannya. It is based on your caring, your focus, your intention toward something.
So, ya... Insecurities can be a good thing. Can be a trigger buat lo untuk
berubah. Like what I’ve always said kan. Kondisi nggak nyaman seringnya yang
bisa merubah kita jadi lebih baik (lo nggak akan melesat maju kalo ga ditarik
mundur. That kind of thing).
Mungkin dia defensif sama suatu hubungan dan kepada manusia
lainnya karena terlalu sering kecewa. So, she/he is being insecure karena
pengalaman masa lalu. Mereka ngerasa nggak punya kendali lagi atas suatu
hubungan atau orang lain, karena memang selalu berakhir buruk biasanya. So they
learn not to love someone deeply. So they learn to just touch the surface of
everything so they won’t break anything. So they build a wall so thick and so
tall, so anyone won’t be able to climb it and get into the other side.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar