Kamis, 27 Agustus 2015

Curhat

Akhir-akhir ini gue baru menyadari sesuatu. Gue males dicurhatin, at some point, gue bersedia dicurhatin terutama ketika orang itu penting buat gue dan mungkin bener-bener butuh gue. Tapi di waktu lainnya, gue baru sadar gimana itu buang waktu gue sendiri.


Bukan gue nggak empati lalala (ala caca), tapi untuk beberapa kasus gue merasa empati gue nggak digunakan pada tempat yang seharusnya. Mungkin akan lebih guna kalo ini gue tuangin buat nenek2 atau ibu2 hamil dalam transjakarta (which is jarang banget gue lakuin). Juga, karena makin ke sini gue makin paham ketika "curhat melulu" dicerminkan kembali ke diri gue sendiri.

Satu, curhat nggak selalu menyelesaikan masalah ataupun keadaan. Terutama kalo yang curhat cewek. Cewe itu punya tendensi untuk curhat hal yang sama dan berulang-ulang, kadang gue mikir ini orang kayanya udah bukan minta saran lagi, tapi minta digampar. (i did that, too, actually. Tapi udah dikurang2in lah sekarang).

I mean, ketika lo curhat. Melampiaskan perasaan apapun yang udah nggak tahan lo bendung? its okay. Lo minta saran? Its okay. Tapi dengan ekspektasi lo akan menemukan jalan keluar untuk kedepannya dan menuntaskan kebutuhan "pelampiasan" tadi setelahnya. Tapi kalo seminggu dua kali ngeline mulu ngajak curhat... Situ kira gue dokter kandungan? Kira-kira deh, ah!

Kalau masalah lo terbit karena ketakutan lo mengambil keputusan, dan itu terjadi terus menerus, gue jangan diajak-ajak ke dalam drama tak berkesudahan itu, donk. Move on, cari solusi. Pake otak.

Dua, curhat bikin lo makin melankolis. Sementara gue pikir poin pertama sudah sangat cukup sebagai alasan kenapa seseorang perlu "berhenti curhat", mungkin yang ini juga bisa dukung. Adalah, curhat bikin lo sakit hati. Karena ketika lo bercerita pada orang lain, lo mulai ngebayangin ulang masalah lo. Perasaan yg lo rasain atas masalah itu jadi makin signifikan. Itu tuh, ibarat gue lagi di warung seafood, mau ditraktir temen sepuasnya, terus gue ngeluh2 manja ke temen gue... "duh, gue lagi diet padahal hari ini. Duh." nggak kelar-kelar, ngeluh mulu.

Tiga, curhat ngebuang waktu lo. While lo bisa ngelakuin hal lain yang lebih produktif, lo malah merajuk kesana-sini minta curhat. Ah.

Empat, curhat ketiga kalinya, adalah saat tepat untuk orang mulai muak dan nggak peduli lagi sama masalah lo. Jadi kalo lo kurang kasih sayang dan mengharapkan empati orang lain via curhat, you're out of your mind. Orang sebaik apapun juga bisa muak denger kisah dan masalah sama terus-menerus apalagi kalo karena kebegoan lo sendiri. Save your time. Or please, save other's time.

Lima, curhat juga bisa gede-gedein masalah. Coba lo teliti lagi perasaan lo terhadap  masalah yang lagi lo hadapin sekarang. Is it that disturbing? Jangan sampe masalah sederhana (balik ke poin dua) malah jadi signifikan dan gede gara-gara lo gembor2in dicurhatin sana sini. Inget, ketika lo curhat, perasaan itu jadi makin signifikan.

Lima point di atas sebetulnya lagi berusaha gue ngertiin juga. Itu kenapa sekarang ini, sebelum mau curhat biasanya gue akan mempertimbangkan hal berikut:

1. curhat itu ganggu waktu orang. Jadi tolong dikira-kira.
2. masalah gue sepenting apa, sih? Harus banget sampe diceritain ke orang?
3. emang ga bisa gue alihin dengan ngelakuin hal lain, ATAU...
4. Dikelarin saat itu juga?
5. gue curhat ama dia soal masalah ini udah tiga kali belum, ya? Kalo tiga kali dia udah ada kemungkinan muak. Hahaha.

Here's my point, i can be a good listener, i am, a good listener. Tapi gue belajar ini juga dari diri gue sendiri, dalam beberapa momen, lo butuh untuk mengkaji masalah yang lagi lo hadapin. Decide on your own. Even susah/sakit ditanggung sendiri, toh yang bisa menyelamatkan diri lo adalah diri lo sendiri. Curhat salah satu bentuk kebutuhan/ketergantungan elo terhadap orang lain yang belum tentu peduli2 amat sama masalah hidup lo.

"itu gunanya sahabat, kan?"

Kesian amat sih jadi sahabat lo. Dicurhatin melulu. Situ anak SMA? (kalo lo baca blog gue, dan lo anak SMA... Ya gapapa sih kalo mau curhat. Haha haha haha). Anyway ada tips yang bagus. Kalo gue sih dengan nulis. Karena nulis itu tempat paling pribadi dimana cuma elo yang tau apa aja yang mau lo buka di situ. Plus, kertas kosong nggak pernah nge-judge. You'll be alright. Toh niat curhatnya cuma untuk "melampiaskan" bukan "minta saran".

Oh ya, gue kemarin sempet baca tentang "teori patah hati" dan secara sains, sakit hati cuma terjadi dalam jangka waktu tertentu (beberapa jam), sisanya itu terjadi karena otak lo (gue sih nyimpulinnya karena elo inget hal yang bikin lo sakit hati). Bukan hati lo. See? Logic wins. Bukan masalah hati atau otak, semua ada caranya. Kalau sakit hati asalnya dari otak, daripada curhat, mending lo nonton bokep.

P.s. Sorry for being harsh, Tan (if in any case you read my blog). Aku kan gitu orangnya. Kalo ga suka ya ngomong aja. I still care, tapi balik ke postingan di atas. At the end, you should figure it out on your own. Bukan dari "curhat dan galau melulu".

Salam roti!

6 komentar:

Utha mengatakan...

Aku mau dong curhat sama kamu~

Marisa Roti mengatakan...

Utha: KE BALI AJA SANA

Stefanie mengatakan...

I feel you!!! Thats what i feel right now! Plus gue pengennya curhat bukan dicurhatin!!

Marisa Roti mengatakan...

Hahahahhah nah apa kubilang...

Utha mengatakan...

Kok kamu gitu sih. Aku udah pulang nih, sekarang lagi ngemil pia legong dan pie susu...

Marisa Roti mengatakan...

Trus ada kamu sisain pie legong bwat aku?