Merry Christmas untuk semua teman-teman yang merayakan!
Semoga semua yang baca blog ini dalam keadaan sehat, dan
nggak sok ide memutuskan untuk travelling jauh-jauh memanfaatkan momen libur
panjang. Stay home and stay safe people! Tapi kalo mo liburan yaudah sih, asal
tetap patuh protokol.
Salah satu anggota keluarga gue ada yang positif Covid, dan
baru dengar kabarnya dua hari lalu. Mengalami gejala yang (sepengalaman gue
denger cerita orang-orang yang gue kenal), kayanya covid banget ; hilang indera
penciuman, dibarengi dengan pilek, dan berangsur indera pengecap juga ikut
hilang. Semoga cepat sembuh.
Anyway, gue ingin cerita sesuatu yang nggak terkait dengan
Covid-19.
Yaitu tentang kosan baru gue dan Medi.
Jadi kami baru pindah ke kosan ini di bulan September kemarin. Setelah memutuskan pindah dari kosan yang udah 3 tahun kita tempati (mon maap itu Kasur lebarnya hanya 120 cm, gue kalo tidur berdua ama Medi mesti nyamping baru muat).
Awalnya bulan Mei kemarin, kita pindah ke kosan millennial yang
ada embel-embel co-livingnya, dikelola secara professional, turns out 4 bulan
kita di situ, kita nggak betah sama sekali. Karena semua penghuninya bebas bawa
teman, berisik, dan ada penghuni yang terindikasi prostitusi. So, no. gue tidak
ingin tinggal satu atap dengan orang-orang seperti itu.
Jadi kami pindah ke kosan yang peraturannya agak ketat. Medi
seneng banget sama kosan ini, karena menurut dia secara arsitektur kosannya
sehat banget. Kita dapet kamar yang ada jendela ke taman, jadi bisa buka
jendela untuk sirkulasi udara setiap siang, setelah sebelumnya kita nggak
pernah tinggal di kosan yang ada jendela langsung ke luar.
Kamarnya juga Cuma sedikit, dan penghuninya nggak ada yang
reseh. Selain karena harganya relative lebih mahal dari kosan gue sebelumnya
(maka dengan sendirinya yang menghuni udah tersortir duluan), pemilik kosan
juga nerapin aturan yang banyak banget. Jadi semua teratur, fasilitas oke
banget, dan dapet Kasur ukuran 180 cm (akhirnya ga tidur nyamping lagi).
Semua kayanya baik-baik aja, dan sampe bulan ini gue masih
betah banget tinggal di kosan ini, terlepas dari beberapa kekurangan yang
akhirnya mulai ketauan belakangan. Tapi menurut gue dibanding kosan kita
sebelumya, kosan ini sangat sangat layak tinggal.
Meski sepi…
Sepi banget, sampe gue curiga pas awal pindah jangan-jangan
penghuninya hanya kita. Saking ga ada satupun manusia yang keliatan keluar
kamar. Gue bahkan baru ketemu penghuni lain kosan ini di hari kedua atau ketiga
padahal kita wara-wiri banget di kosan, masaklah, manasin makanan lah,
nongkrong lah di teras. Bayangin ga gimana sepinya, gue bisa ga ketemu manusia
lain selain penjaga kosan selama dua hari.
Oke, jadi kekhawatiran kita hilang setelah ketemu beberapa penghuni
lainnya (bahwa hanya kita yang tinggal di kosan ini dan sebenernya kita lagi
dijebak untuk diambil ginjalnya), so everything’s good. Ini kosan beneran.
Nah… Kosan gue yang sekarang ini, kamarnya bener-bener cuman
sedikit, meski rumahnya luas banget (9 kamar), ada taman yang luas dan kolam
ikan juga. Jadi banyak ruang terbuka. Rentan untuk jadi serem sebenernya, tapi
beberapa hari tinggal di sini, gue tanya Medi, gimana, serem nggak. Karena dia
penakut, ribet kalo dia udah mulai ngeluh, “Aduh serem nih, mbul. Gue ngak
berani ambil minum.”
Dia bilang, kosan ini nggak serem kok. Oke, semakin yakin
akan tinggal jangka panjang di kosan ini.
Kemudian beberapa kejadian mulai muncul (anjir dah kaya kesaksian paranormal activity gue). Gue entah
kenapa mulai ngerasa, kok creepy sih ini, adalah awalnya karena tiap sore, gue
suka duduk di selasar kosan, yang menghadap langsung ke parkiran. Parkiran ini
luas, dan ditanam pohon-pohon di pinggir areal kosan (jadi pohonnya mepet ke
dinding pembatas kosan). Dari tempat gue duduk di selasar, kalo ke arah kanan,
itu akan keliatan satu pohon kipas (katanya pohon pisang) yang tinggi.
Suatu sore, gue ngeliat penjaga kosan gue (kakek-kakek, umur
60 – 70 tahun) nyamperin pohon itu dan ngomong. DAN NGOMONG. Ngomong seperti
ngomong sama orang. Gue pikir emang ada orang yang lagi duduk di situ, setelah
gue pastikan. Nggak ada! Ga ada siapapun.
Kemudian gue semakin sering liat dia melakukan ini setiap
sore. Ngomongnya kaya ngomong ke anak-anak. Meski gue nggak pernah ngeh
kata-katanya apa, tapi intinya dia kaya lagi ngomong ke anak-anak.
Oh, gue pikir apakah bapak ini sedang ngajak ngobrol pohon
agar psikologis pohon sehat, jadi dia bisa tumbuh subur? Gue cerita ke Medi
akhirnya kalo bapak ini suka ngomong ke pohon, Medi sharing ke temen-temen
kantornya, and as expected, “Ada penunggunya itu. Bisa jadi peliharaan si
bapaknya.”
“Hah serius? Bukannya dia emang ngajak ngobrol pohon supaya
pohonnya sehat?” I heard this kind of thing is real!
“Ya semoga, kalo kata orang kantor gue itu penunggu.”
Karena nggak yakin, gue tanya ke nyokap gue. Jawabannya
sama, “Itu dia lagi ngomong ke penunggu. Gapapa biarin aja, emang ada orang
yang kaya gitu. Yang penting dia bukan orang gila, kan?”
“Kalo gila sih kayanya enggak, Ma. Yang paling aneh soalnya
itu aja, dia ajak ngobrol pohon tiap sore.”
Semenjak hari itu, kalo gue sebat malem-malem di selasar,
gue numpang-numpang.
Oke, lalu… ada beberapa kejadian berikutnya yang ingin gue
ceritakan lagi di sini… meski postingan ini sudah cukup panjang. Gue mulai
kebanyakan bacot ngetik di sini. Anyway, seperti biasa, gue akan bikin dalam
poin-poin.
Medi Rep Rep-an
Jadi gini, ada satu hal yang sering dialamin Medi yang masih
belum tau penyebabnya sampe sekarang. Dia suka rep-rep-an tiba-tiba. Jadi ini
juga salah satu faktor yang penting ketika gue milih kosan, karena kalo sampe
salah, dan gejala ini kumat, dia bakal takut banget.
Contoh, di kosan pertama gue, gue ambil kamar paling ujung lantai
4, deket kamar mandi. Kosannya lembab, dan gue memang tau kamar ini creepy
karena gue sendiri diganggu beberapa kali. Dulu tiap Medi main ke kosan, dia
akan rep-repan hampir setiap hari, ketika sendirian. Kaya pernah sekali, gue
tinggal sebentar ke kamar mandi, pas gue masuk kamar, dia udah bangun dengan
keadaan panik dan cerita dia rep-repan.
Kemudian kita pindah ke kosan favorit yang udah 3 tahun kita
tempati (kosan idaman, andai kamarnya nggak sekecil itu dan kasurnya nggak
120cm, rasanya gue akan tetap kos di sana sampe punya rumah sendiri), dia nggak
pernah ngalamin rep-repan ini. Kayanya selama 3 tahun ngekos cuman sekali dua
kali.
Masalahnya, rep-repan ini (gue nggak pernah ngalamin),
menurut penjelasan Medi, rasanya itu kaya lo masih di tengah-tengah antara
dunia mimpi dan dunia nyata. Rasanya kaya lo bangun, tapi nggak bener-bener
nyata. Dan bagian seremnya itu bukan di rep-repannya, tapi kejadian ketika
rep-repan itu, dia nggak pernah sendiri, dia pasti halusinasi. Entah ada orang
di pojok ruangan, atau ada orang rame lagi ngelilingin dia. Bukan sekedar nggak
bisa teriak atau gerakin badan, tapi pengelihatan-pengelihatan yang somehow
janggal ini yang bikin serem.
Intinya kita belum tau pasti kenapa. Karena belum ada
penjelasan tentang itu. Patokan gue kalo kosan agak serem, dia akan sering
rep-repan.
Oke lalu, kosan baru.
Sebulan, aman. Hingga suatu siang, hari libur, dia lagi tidur di
kamar posisi tengkurep. Karena bosen gue tinggal sebat ke bawah, pas gue naik, Medi udah dalam
kondisi bangun dan kaya agak gelisah karena gue tinggal. Tiba-tiba dia cerita, “Gue
kok tadi pas tidur ada yang aneh, ya?”
“Lah kenapa?”
“Nggak tau, kaya mimpi rep-repan lagi. Jadi gue lagi tidur,
terus tiba-tiba gue bangun dan ga bisa gerakin badan. Tapi gue sadar ini
kayanya masih dalam mimpi, intinya gue usaha supaya gue bisa gerak, tapi nggak
bisa. Terus tiba-tiba dari belakang ada yang narik kaki gue, sampe gue kegeser,
dan bantal jatuh ke bawah. Pas gue akhirnya beneran bangun, enggak. Bantalnya masih
ada di atas Kasur, jadi bener-bener cuman mimpi.”
Dihadapkan pada cerita rep-repan ini gue suka salah tingkah.
Setiap kali. Karena ; 1. Nggak tau solusinya apa 2. Gue jadi takut, apakah kita
harus pindah kosan lagi….
Jadi solusi gue… “Ya, lo banyak-banyak doa aja ya. Lo kecapean
kali.”
Kemudian kami tidak lagi memikirkan hal itu. Sampe akhirnya
gue mutusin untuk nulis blog ini.
Tutup Botol Jatuh
Kami kemudian tetap di kosan ini, dan ngerasa semua
baik-baik aja setelah kejadian itu. Sampe suatu hari, gue lagi kerja di kamar
sendirian siang-siang (karena gue masih WFH dan Medi udah mulai WFO, jadi gue
pasti sendirian setiap hari). Kondisi kamar sepi, gue cuman nyalain music tapi
kayanya pas itu suaranya pelan.
Tiba-tiba… klotak
Gue denger sesuatu jatuh. Kondisi gue nggak nyenggol apapun,
ya, tiba-tiba aja ada sesuatu yang jatoh.
Gue kemudian jadi bete, karena gue harus bangun dan ngecek
sesuatu yang jatuh itu. Awalnya gue pikir pengharum ruangan di atas lemari,
karena posisinya di pinggir banget, apa terus dia jatuh sendiri. Tapi pas gue
cek, pengharum ruangan masih aman di atas lemari. Gue lalu cari-cari ke lantai.
Ternyata, tutup botol bening gue yang tadinya ada di atas safe deposit box,
seperti kelempar, dan jatoh sampe ke sisi ranjang. Kenapa gue bilang kelempar,
karena posisi jatohnya cukup jauh, dan agak nggak make sense dia tiba-tiba
jatuh dari atas safe deposit box, karena ; kondisi kamar lagi sepi banget, gue
sendirian, dan si tutup botol ini nggak gue taruh di pinggir.
Jadi untuk menjatuhkan si tutup botol ini, harus kesenggol
sesuatu. Atau harus ada gerakan yang dorong dia sampe jatuh. Kalo hanya mejanya
yang kegeser dikit (yang which is juga nggak mungkin sebenernya kecuali ada
gempa), dia nggak mungkin jatuh.
Gue kemudian cerita ke Medi, gue contohin kemungkinan
jatuhnya gimana.
“Oh, lo kegeser aja kali. Lo lagi kerja, terus mejanya
gerak, dan entah gimana gerakannya sampe ke meja ini. Terus jatoh deh.”
Meski nggak mungkin dan nggak logis.
Gue terima aja kemungkinan Medi, apapun selain setan deh
pokoknya. Apapun yang mungkin dan logis.
Malam Natal – TV Mati
Nah, ini salah satu alasan gue kemudian termotivasi untuk
cerita ini di blog.
Kejadiannya baru dua hari lalu.
Jadi Medi mau ngerayain malem natal sama keluarganya, dan
gue ikut. Jadi kita nginap di rumahnya dari tanggal 24 sore, dan baru pulang di
tanggal 25 malam. Jadi kita siap-siapin semua barang yang diperlukan untuk
bbq-an di rumah dia. Kompor, baju, sikat gigi, bahan-bahan makanan yang kita
beli. Sebelum berangkat gue mulai matiin AC, lampu akuarium, segala macem.
Sampe pas kita mau keluar, gue baru inget, TV masih keadaan nyala (blue
screen). “Eh iya Medi, TV belom dimatiin.”
Gue kemudian nyari-nyari remot ada dimana, sebelum
tiba-tiba. Blep. TVnya mati.
Gue sama Medi liat-liatan.
“Kok mati?”
“Nggak tau gue. Remote-nya di situ.” Gue nunjuk ke atas meja
kerja gue yang jaraknya sekitar 1,5 meter dari tempat gue berdiri.
Si Medi bengong.
“Waduh… kenapa mati ya.”
Kemudian, karena mood gue lagi bagus, gue becanda. “Oh ya
penunggu kamar kali, baguslah dia matiin. Biar irit listrik.”
Oh anyway, barusan kita kayanya menyimpulkan kemungkinan TV
ini pas keadaan blue screen memang bisa otomatis mati. Jadi make sense. Meski
ini menakutkan pas kejadian, setelah gue pikir lagi, mungkin banget ini TV
memang otomatis mati.
Btw, pada saat itu, gue iseng, sebelum keluar pintu kamar
gue pamitan. Gue bilang… “Pergi dulu ya, gaeesss… dadah… jagain kamar yaaa…”
Dan sepertinya mereka beneran jagain kamar kita…. Karena….
Malam Natal – Suara Kaki
Pada tanggal 25 malam, kita kemudian pulang. Masuk kamar,
nyalain lampu, AC dan sebagainya, dan memang pas masuk bener-bener panas. Yang
mana wajar, karena jendela kita nggak buka dan AC total mati dua hari.
Baru tadi sore kita duduk di teras, Medi bilang, “Eh gue ga
tau ini apa perasaan gue aja ya. Pas kita masuk, kamar memang panas banget. Apa
mungkin karena AC belum nyala ya?”
“Iya emang kemarin panas banget, karena jendela ga kita buka
juga kan.”
“Iya tapi spesifik di area brankas entah kenapa panas
banget. Oh tapi perasaan gue aja kali, ya.”
“Iya perasaan lu aja kali… atau… ya paling setan kali.”
Mengingat kejadian tutup botol gue juga di area tersebut.
YANG MANA ADA DI SEBELAH RANJANG YA GAES. DAN SI MEDI GA PERNAH MAU TIDUR DI
SISI ITU!!!
Lalu, pas lagi ngobrol. Tiba-tiba si bapak penjaga kosan
(yang ngomong sama pohon, dan KEBETULAN, kamarnya ada di bawah kamar kita),
keluar.
“Neng, maaf neng, saya mau tanya. Neng kapan pulangnya?”
Gue sama Medi udah tegang aja, mo ngapain nih, apa ada
maling, ada apa nih.
“Kita baru pulang kemarin malam, Pak.”
“Oh kemarin baru pulang ya neng, waktu saya liat neng pergi
keluar sore-sore, itu malamnya pulang apa enggak?”
“Oh, enggak pak, karena kami nginep di rumahnya Medi. Baru pulang
tadi malem.”
“Soalnya saya pas abis liat neng sore keluar, malamnya jam 8
saya denger ada yang jalan di atas. Tapi perasaan saya, neng kan pergi sore. Jadi
saya keluar ngecek motor, ya memang ga ada motornya. Waduh pikir saya, ini ada
siapa di atas.”
Gue dan Medi… “Aduh, Pak. Aduh, Pak…… mana abis nonton Hill
House lagi… Beneran, Pak ini?”
“Iya bener, neng. Terus saya batuk aja yang kencang, baru
suaranya hilang. Tapi gapapa neng, ini kosan memang banyak penunggunya…”
PENJELASAN YANG TIDAK KAMI BUTUHKAN, BAPAK.
“…itu yang deket kamar saya (yang mana jadi deket kamar gue
juga karena kita atas bawah….), itu yang ada pohon besar, lalu ditebang oleh si
Pak M**no dan dia sempet demam besoknya, itu ada penunggunya, Mas Ka**an pernah
liat, tapi ya saya ga tau menau soal gituan lah, neng.”
Lalu setelah menyampaikan informasi itu, dia pergi ninggalin
kita. Gue dan Medi liat-liatan.
Terus… gue inget… semalem abis nyampe kosan, gue nonton The
Haunting of Hill House, SENDIRIAN, karena si Medi tidur duluan, gue nonton
sampe jam 3 pagi. Terus ketakutan sendiri. Terus saking udah ga kuat karena
takut, gue matiin filmnya dan gue scroll IG sampe jam 4 pagi baru bisa tidur.
Kenapa kejadian-kejadian aneh ini kemudian muncul pas kita
lagi takut-takutnya gara-gara nonton Hill House. Hiks. Itu kaya lo abis nonton
film setan terus takut, terus sadar, “eh, rumah gue kan juga banyak setannya.” Anjim.
Dan kenapa kosan gue tiba-tiba jadi horror di saat gue akan
libur panjang……… dan ga bisa kemana-mana, dan harus di kosan sendirian most of
the time.
Btw, Jakarta ada peraturan selama natal dan tahun baru semua
restoran, bahkan minimarket harus tutup jam 9 malam, tapi pada tanggal 24 – 27
Desember, 31 Desember – 3 Januari (peak-nya orang ngumpul dan ada acara),
tutupnya harus jam 7 malam. So… nowhere to go. Hanya bisa jalan-jalan ketika
siang.
Soal Hill House. YOU HAVE TO WATCH IT GUYS! Tapi gue nggak
rekomen nonton sendiri sih (seperti gue kemarin malam karena ditinggal si Medi
tidur), karena gue sendiri nggak kuat. Better lo nonton ini siang-siang pas
lagi sama temen, supaya bisa bener-bener nikmatin jalan ceritanya dan nggak
jadi terlalu takut. It’s a good series to spend your “stay at home” holiday.
Ngomong-ngomong soal area brankas. Gue tidur di sisi itu
tiap malam, karena tiap Medi tidur di situ dia nggak bisa tidur. Awalnya gue
pikir karena itu adalah sisi yang mengarah ke pintu, bisa jadi dia ngerasa ga
aman, dan lebih aman di sisi dalam. After second thought… mungkinkah…
Kalau iya…
Brankas ini ada di atas nakas, samping kepala gue, jadi kalo
gue tidur nyamping dan menghadap brankas… apakah….
Anyway, kemudian gue chat enci gue soal masalah ini. Dan kami
simpulkan, karena gue udah capek pindah kosan dua kali dalam setahun, gue akan
tetap stay di kosan ini. Kamarnya luas, kasurnya luas (PRIORITAS), dapurnya
enak, dan sangat sangat layak tinggal, mau ada setan, mau ada demit, monster,
alien, jin, tuyul, gue akan tetep tinggal di sini. BODO AMAT.
Baiklah, sekian postingan kali ini.
Gue cerita serem lagi.
Si Medi meski sering digangguin kaya gitu, dia selalu
berusaha mencari alasan logis dari setiap kejadian, sementara gue yang kayak… “Yaudah,
setan kali.”
“Mbul, ini kok ada suara kaki ya.”
“Setan kali.”
“Eh kok pintu ketutup, ya.”
“Setan kali.”
Selama setan. Gue nggak masalah. Karena kalo setan dan dia
iseng. Biarkanlah dia dengan keisengannya, selama bukan maling yang bisa
ngambil barang dan beresiko melukai kita, I am okay with this setan thing.
Btw, gue fotoin tutup botol yang gue cerita ada di atas
brankas. Dan screencapt chat gue dan mak gue dan enci gue.
Fyi, emak gue emang suka nggak pake titik koma di chat.
Salam Roti!
2 komentar:
wkwkwk met natal kaa
holaaa, still here, same anon
seneng deh ada update lagi ��
Posting Komentar