Memang kenapa sih jadi jomblo?
“Kesepian, Mar. ga ada yang merhatiin. Hidup ga berwarna. Kemana-mana sendirian. kan miris liat orang yang punya pacar gitu.”
Udah berapa kali sih lo pacaran?
“Errr, ya 5 kali ganti, Mar.”
Abis itu jomblo lagi? putus nyambung gitu kaya BBB?
“Ya, semacam itu lah, Mar.”
Gua jamin deh. Itu karena lu selalu merasa kesepian saat jomblo, jadi kayak orang gampangan. Langsung oke aja di ajak pacaran.
“He? Maksud loooo???”
Ya begitu deh.
Marisa memang ngelangsa. Makanya gua ngetik ini di blog. Tapi ke nelangsaan gua ini, tidak perlu gua keluarkan di dunia nyata. Karena gua tidak suka telrihat menyedihkan. Sejomblo-jomblonya gue, gua pengen selalu terlihat hepi dan membagi kebaikan di mana-mana. mulia bukan? Dibanding terus-terusan menderita dengan segala masalah jomblo, kesepian, bla bla bla itu.
Temen gue, jadian satu. Ya udah so what? Eh ga lama nyusul lagi punya pacar juga. Mempertanyakan ga sih? emang apa yang salah dengan gue? kok nyari pacar aja susah banget sih? sebetulnya, kalau memang motivasi gua itu hanyalah sekedar “mencari pacar” bukan hal yang sulit lagi. begitu juga dengan ratusan orang di luar sana yang masih ngejomblo.
Suatu hari, senior gua pernah bilang gini waktu dia lagi cerita soal seseorang yang diduga naksir dia, terus gua nyerocos. “Ya udah, jadi aja, lumayan lagi. dia keren kok.” Lantas balasan darii senior gua si jomblo tiada akhir itu yang membuat gua tercengang. Dan mati kata.
“Ah lo kaya orang ga laku aja. Sono sini oke. Dideketin mau.” Jeger jep jep jep nantjeeepppp. Padahal sampe hari ini gua juga masih jomblo toh? Berhubung gua lagi ngelangsa, gua berencana menjadikan blog ini obat penyembuh kenelangsaan gua. jadi harap yang baca jangan muntah-muntah. Apalagi muntah di depan muka orang.
Karena gua tau gua laku kok kalo gua mau. Marisa punya pesona yang tidak di miliki orang lain. Gua murah senyum dan tidak sombong. Kalo gua Cuma sekedar nyari temen untuk menghabiskan malam minggu, ya udah aja gua tinggal kedepan rumah. Trus nyari cowok lewat. Gua ajak kencan. Siapa yang ga mau hah? Siapa yang ga mau?? *ya banyak lah, Mar yang ga mau*
Gua masih ngejomblo, karena gua memasang harga yang mahal untuk mencopot label jomblo gue. karena gua tidak akan dengan mudahnya flirting-flirting dengan orang yang baru gua kenal, SEBELUM gua mengenal pribadinya dan mencoba menjalin hubungan pertemanan yang lama. Sampe gua yakin. Oh iya, nih orang ga bikin ilfeel lohhh. Jadi istilahnya ada tes keamanan gitu untuk memastikan. Sayang aja, tidak semua orang yang dekat dengan gua tahan.
Gua jomblo karena ada begitu banyak hal yang menyita perhatian gua, seperti kecintaan gua terhadap tokokh-tokok cerita yang gua bikin? Kecintaan gua terhadap teknik pembuatan roti. Nah, banyak. Jadi kenapa gua harus mencopot label jomblo gua selama gua masih menikmati hidup gua yang dipenuhi lingkaran itu? dan karena gua mencari seseorang yang tepat. Seseorang yang tepat. Rasanya itu kaya nyolok kabel lalu klik klop dan listrik menyala. Mengalirkan arusnya ke seluruh tubuh gue. itu! itu yang gua cari. Itu yang semua perempuan cari.
Karena gua sering merasakan hal yang semu dan tidak pernah berakhir baik. Dan karena gua selalu mencari-cari ke klik klopan itu, sehingga gua selalu membanding-bandingkan, oh kayaknya si ini calon pasangan hidup gue deh di masa depan. Lalu gua banyak berharap dan semua tidak berakhir baik, karena gua mencari. Dan gua memasang kriteria yang tinggi untuk itu. jika boleh dikatakan terlalu tinggi. Tapi enggak, karena sebetulnya yang gua cari Cuma efek kabel listrik yang di colok itu. itu aja. Jadi daripada gua mencari, kenapa tidak gua biarkan hidup ini berlalu dengan sendirinya. Sampai suatu saat gua menemukan apa yang gua cari, sambil gua menikmati hidup gue?
Pada intinya, kebahagiaan itu tergantung bagaimana kita memandangnya. Dari sudut mana. dan bagi gua, jomblo itu juga adalah pilihan. Selama jomblo rasanya masih nikmat, kenapa harus buru-buru di copot? Kesepian? Yah. Itu pilihan semua orang. Silahkan anda cari pengusir kesepian itu, dan ujungnya malah patah hati lagi, patah hati lagi. sediiih deeeehhhh.
Jadi. Jomblo adalah pilihan. Buat apa gua ngelangsa karena gua jomblo. Eh kurang. Maksud gue, buat apa gua ngelangsa HANYA karena gua jomblo. Kita masih punya kehidupan, kawan. Dan.. setelah gua mempertimbangkan keberadaan Tuhan, gua yakin, Tuhan sedang mempersiapkan seseorang untuk gue.
Sudah muntahkah anda? Silahkan cari obat sendiri.
Selasa, 22 Juni 2010
Sabtu, 05 Juni 2010
GRRR.. MAKHLUK KECIL JAHANAM!!
Kau tahu, tubuh kecilmu terkadang meremukan nuraniku
Aku hanya tidak suka caramu, caramu itu
Tuhan berkata, kita memang harus mengasihi sesama makhluk hidup
Aku tahu. Aku tahu. Aku menyayangimu.
Tak jarang aku menyelamatkan salah seorang prajuritmu,
Memberinya nama.
Memberinya makan.
Tapi aku begitu membenci saat kau mengkhianati kaumku.
Kau mengigit kami.
Aku tahu. Aku tahu. Kau bertahan hidup.
Begitu pula aku.
Aku takut padamu. Sungguh, aku takut padamu.
Tidak. aku tidak takut jika kau datang gagah berani sendirian.
Aku akan menggencetmu dengan kelingking.
Lalu kau mati.
Tapi kau mengajak saudara-saudaramu ikut serta.
Sungguh, aku takut.
Aku takut dikepung, aku takut di keroyok.
Tapi aku manusia, teman.
Kasta tertinggi dalam rantai makanan.
Akan kukeluarkan senjata andalanku
KAPUR BAGUS JENK JENK JENK JENK!!
Gua sedang benci kuadrat pangkat lima dengan makhluk ciptaan Tuhan bernama SEMUT. Coba anda bayangkan!! BAYANGKAN!! Dengan begitu teganya, dia bersarang di tumpukan pakaian-pakaian gua. dengan semena-mena kaumnya menguasai tembok rumah gua. oke. Tidak masalah. Masih bisa gua terima. TAPI GUA SUNGGUH TIDAK BISA TEIRMA, saat dia dengan begitu pongah dan beraninya menguasai singgasana gua!! RANJANG kekasih gua!! sungguh. Gua tidak bisa terima.
Saat gua sedang menyambangi ujungnya kelelahan dari hari, gua berbaring di singgasana. Mencoba melepas semua kepenatan yang telah gua bangun sehari ini. lalu gua measa geli-geli gimana gitu di kaki. Begitu gua cek, semut satu merayap. Yah okelah, gua bunuh dengan sadis menggunakan jempol. Gua pelintir-pelintir badannya, hingga dia membentuk titik kecil tak bernyawa. Syuutt, gua sentil agar dia terbang jauh.
Lalu gua tiduran lagi sambil nonton tivi. Ada lagi, kali ini dua. Gua mengendus sesuatu yang tidak beres. Gua curiga!!! Gua yakin, ada sumbernya. Setelah gua liat! GILA. ada ratusan semut bersarang di kaus yang gua letakan sembarangan di atas kasur. Segera gua panik. Gua ketakutan! sungguh, gua punya banyak trauma dengan semut. Burger gua pernah di semutin, sampe akhirnya gua merugi. Martabak gua juga pernah di semutin sampai gua harus menahan air liur yang sudah membanjir karena nafsu pada martabak coklat keju suka hati yang terkenal itu.
Badan gua juga pernah di semutin, waktu gua pake baju yang ternyata jadi sarang semut dan gua ga sadar. SIAPA YANG GA KESEL COBA??? SIAPAAAA????
Jadi begitu gua menyadari ada yang tidak beres, langsung gua buang kaus itu ke cucian. Dan gua panik. Harus bagaimana? Ada sekitar puluhan semut yang turun ke sprei gua. Ga! Gua lebih baik tidur sama banci daripada tidur sama semut. Karena bisa di pastikan gua akan bangun dengan keadaan badan bentol-bentol digigit! Masih mending tidur sama banci, paling-paling badan gua lipstick semua. At least ga gatel-gatel. Kecuali tuh banci kutuan. Oke! Stop tentang banci.
Gua ngambil kaus gua basahin, dan gua olesin shampoo (bisa untuk tips juga nih). Ampuh loh. Tadinya gua nyari minyak tawon atau minyak kayu putih, karena gua dulu pakai cara itu. tapi lagi kosong song, akhirnya gua pake shampoo. Dan gua lap sprei gua. YES YES YES! SEMUT MATI! YES!! Ranjang gua bersih kinclong dari semut. Tapi… OH SEMUTNYA MASIH ADA DI LANTAI! Gua lap seluruh lantai kamar gua yang kotor dan berantakan. Akhirnya, berkat sang semut. Gua membereskan kamar gua seorang diri. SEBUAH KEGIATAN LANGKA! Gua menyapu, mengangkut, DAN MENGEPEL. Yah. Mengepel dengan kain, sambil jongkok. Kainnya tak lupa diolesin shampoo. Bergaya gadis jaman dulu gitu gue.
Oke. Keringat membanjir. Dan gua langsung aja ngedeprok tidur.
5 hari kemudian. Tepatnya tadi pagi. Koko gua bangunin gua.
“Cia, cia cia..” gua mengerjap-ngerjapkan mata.
“Apa?’
“Kalau kamu udah sadar, tuh ada semut ngumpul di ranjang kamu. Beresin tuh.” BENAR-BENAR SEORANG KOKO YANG ANEH BUKAN???? Ada ratusan semut dan dia Cuma bilang “KALO UDAH SADAR, TUH ADA SEMUT NGUMPUL DI RANJANG KAMU”?????? padahal gua juga sedang tidur di ranjang yang sama??? @#$%^!!!! Gimana gua ga mau sadar. Gua langsung bergaya ala robot. Bangun dan nyari kaus. Tanpa gua sadari, setengah jam. Gua membereskan kamar gua yang berantakan LAGI.
Usut punya diusut, ternyata ada sarangnya di tembok. Uh darah sudah naik ke ubun-ubun. MARISA MARAH MARISA MARAH! KU BUNUH KALIAN! KU OBRAK-ABRIK SARANG KALIAN. Errr oke, gua mana berani ngobrak-ngabrik sarangnya? Gua ambil senjata ampuh tiada tandingan. Ya itu KAPUR BAGUS. Gua osrek-osrek di tembok. Gua gambar muka orang lah, pokoknya gua osrek-osrek! Berhasil. Semutnya ga keluar. HAHAHAHA MAMPUS KAU MAMPUS!!!! Gua liatin selama 10 menit tanpa berkedip, ada seorang prajurit berani mati yang mencoba keluar. Lalu saat dia melintasi goresan yang gua buat plek. Dia pingsan, mati, lalu jatuh. HAHAHAHA MAMPUS KAU MAMPUS!! AYO! SIAPA YANG BERANI KELUAR!! SINI KELUAR!!! Hasil pengujian berhasil. Semut bukan lawan lagi untuk Marisa. Pergi kalian! Cari sarang lain. Gua membuat garis di tembok yang menjadi penghubung antara sarang dengan ranjang gua. berani dia menghampiri ranjang gue? GUA PASTIKAN DIA MATI!! HAHAHA *ketawa antagonis*
Si semut: teman-teman, kita harus menemukan formula baru anti kapur bagus!!!
Percayalah, binatang di rumah gua (tikus, laba-laba, semut, kecoak, kutu) mereka memiliki otak yang cerdas. Secerdas pemiliknya.
Aku hanya tidak suka caramu, caramu itu
Tuhan berkata, kita memang harus mengasihi sesama makhluk hidup
Aku tahu. Aku tahu. Aku menyayangimu.
Tak jarang aku menyelamatkan salah seorang prajuritmu,
Memberinya nama.
Memberinya makan.
Tapi aku begitu membenci saat kau mengkhianati kaumku.
Kau mengigit kami.
Aku tahu. Aku tahu. Kau bertahan hidup.
Begitu pula aku.
Aku takut padamu. Sungguh, aku takut padamu.
Tidak. aku tidak takut jika kau datang gagah berani sendirian.
Aku akan menggencetmu dengan kelingking.
Lalu kau mati.
Tapi kau mengajak saudara-saudaramu ikut serta.
Sungguh, aku takut.
Aku takut dikepung, aku takut di keroyok.
Tapi aku manusia, teman.
Kasta tertinggi dalam rantai makanan.
Akan kukeluarkan senjata andalanku
KAPUR BAGUS JENK JENK JENK JENK!!
Gua sedang benci kuadrat pangkat lima dengan makhluk ciptaan Tuhan bernama SEMUT. Coba anda bayangkan!! BAYANGKAN!! Dengan begitu teganya, dia bersarang di tumpukan pakaian-pakaian gua. dengan semena-mena kaumnya menguasai tembok rumah gua. oke. Tidak masalah. Masih bisa gua terima. TAPI GUA SUNGGUH TIDAK BISA TEIRMA, saat dia dengan begitu pongah dan beraninya menguasai singgasana gua!! RANJANG kekasih gua!! sungguh. Gua tidak bisa terima.
Saat gua sedang menyambangi ujungnya kelelahan dari hari, gua berbaring di singgasana. Mencoba melepas semua kepenatan yang telah gua bangun sehari ini. lalu gua measa geli-geli gimana gitu di kaki. Begitu gua cek, semut satu merayap. Yah okelah, gua bunuh dengan sadis menggunakan jempol. Gua pelintir-pelintir badannya, hingga dia membentuk titik kecil tak bernyawa. Syuutt, gua sentil agar dia terbang jauh.
Lalu gua tiduran lagi sambil nonton tivi. Ada lagi, kali ini dua. Gua mengendus sesuatu yang tidak beres. Gua curiga!!! Gua yakin, ada sumbernya. Setelah gua liat! GILA. ada ratusan semut bersarang di kaus yang gua letakan sembarangan di atas kasur. Segera gua panik. Gua ketakutan! sungguh, gua punya banyak trauma dengan semut. Burger gua pernah di semutin, sampe akhirnya gua merugi. Martabak gua juga pernah di semutin sampai gua harus menahan air liur yang sudah membanjir karena nafsu pada martabak coklat keju suka hati yang terkenal itu.
Badan gua juga pernah di semutin, waktu gua pake baju yang ternyata jadi sarang semut dan gua ga sadar. SIAPA YANG GA KESEL COBA??? SIAPAAAA????
Jadi begitu gua menyadari ada yang tidak beres, langsung gua buang kaus itu ke cucian. Dan gua panik. Harus bagaimana? Ada sekitar puluhan semut yang turun ke sprei gua. Ga! Gua lebih baik tidur sama banci daripada tidur sama semut. Karena bisa di pastikan gua akan bangun dengan keadaan badan bentol-bentol digigit! Masih mending tidur sama banci, paling-paling badan gua lipstick semua. At least ga gatel-gatel. Kecuali tuh banci kutuan. Oke! Stop tentang banci.
Gua ngambil kaus gua basahin, dan gua olesin shampoo (bisa untuk tips juga nih). Ampuh loh. Tadinya gua nyari minyak tawon atau minyak kayu putih, karena gua dulu pakai cara itu. tapi lagi kosong song, akhirnya gua pake shampoo. Dan gua lap sprei gua. YES YES YES! SEMUT MATI! YES!! Ranjang gua bersih kinclong dari semut. Tapi… OH SEMUTNYA MASIH ADA DI LANTAI! Gua lap seluruh lantai kamar gua yang kotor dan berantakan. Akhirnya, berkat sang semut. Gua membereskan kamar gua seorang diri. SEBUAH KEGIATAN LANGKA! Gua menyapu, mengangkut, DAN MENGEPEL. Yah. Mengepel dengan kain, sambil jongkok. Kainnya tak lupa diolesin shampoo. Bergaya gadis jaman dulu gitu gue.
Oke. Keringat membanjir. Dan gua langsung aja ngedeprok tidur.
5 hari kemudian. Tepatnya tadi pagi. Koko gua bangunin gua.
“Cia, cia cia..” gua mengerjap-ngerjapkan mata.
“Apa?’
“Kalau kamu udah sadar, tuh ada semut ngumpul di ranjang kamu. Beresin tuh.” BENAR-BENAR SEORANG KOKO YANG ANEH BUKAN???? Ada ratusan semut dan dia Cuma bilang “KALO UDAH SADAR, TUH ADA SEMUT NGUMPUL DI RANJANG KAMU”?????? padahal gua juga sedang tidur di ranjang yang sama??? @#$%^!!!! Gimana gua ga mau sadar. Gua langsung bergaya ala robot. Bangun dan nyari kaus. Tanpa gua sadari, setengah jam. Gua membereskan kamar gua yang berantakan LAGI.
Usut punya diusut, ternyata ada sarangnya di tembok. Uh darah sudah naik ke ubun-ubun. MARISA MARAH MARISA MARAH! KU BUNUH KALIAN! KU OBRAK-ABRIK SARANG KALIAN. Errr oke, gua mana berani ngobrak-ngabrik sarangnya? Gua ambil senjata ampuh tiada tandingan. Ya itu KAPUR BAGUS. Gua osrek-osrek di tembok. Gua gambar muka orang lah, pokoknya gua osrek-osrek! Berhasil. Semutnya ga keluar. HAHAHAHA MAMPUS KAU MAMPUS!!!! Gua liatin selama 10 menit tanpa berkedip, ada seorang prajurit berani mati yang mencoba keluar. Lalu saat dia melintasi goresan yang gua buat plek. Dia pingsan, mati, lalu jatuh. HAHAHAHA MAMPUS KAU MAMPUS!! AYO! SIAPA YANG BERANI KELUAR!! SINI KELUAR!!! Hasil pengujian berhasil. Semut bukan lawan lagi untuk Marisa. Pergi kalian! Cari sarang lain. Gua membuat garis di tembok yang menjadi penghubung antara sarang dengan ranjang gua. berani dia menghampiri ranjang gue? GUA PASTIKAN DIA MATI!! HAHAHA *ketawa antagonis*
Si semut: teman-teman, kita harus menemukan formula baru anti kapur bagus!!!
Percayalah, binatang di rumah gua (tikus, laba-laba, semut, kecoak, kutu) mereka memiliki otak yang cerdas. Secerdas pemiliknya.
Womanizer
YA OLOOH. gua masukin cerita gaje itu kemana-mana. berhubung gua pengen ngasih liat cerita gua ini ke seseorang dan hanya bisa lewat blog. ya sudahlah. gue masukan kembali di dalam blog.
KAMBING AWAS DIKAU GA KOMEN!
-----------------------------------------------------------------------------------------
By: Marisa Jaya
Gadis berlesung pipit, tahukah kau.. aku memliki lidah semanis madu, dan senakal pelacur jalanan, lidah yang sanggup meruntuhkan pertahanan perempuan, mampu melayukan rumput segar, bahkan membunuh.
Gadis bermata hijau emerald, tahukah kau.. aku memiliki mata yang menawan, mengerling nakal dan menggoda para perempuan. Aku akan menguasai mereka hanya dalam sejentikan telunjuk.
Gadis berambut pink, tahukah kau.. aku memiliki hidung sempurna, yang dapat menggelitik telingamu.
Gadis berhati malaikat, tahukah kau.. aku sungguh terpesona akan kecantikanmu. Biarkan lidahku menjelajahimu, biarkan jariku membelaimu, biarkan hidung ini menghirupmu. Naiklah ke pembaringanku..
Sang gadis beringsut maju dari sudut ruangan temaram, perlahan-lahan mendekati si tampan yang mempesona. Senyum malu-malunya berubah menjadi seringai nakal.
Syuuuutt..
Kusen jendela berayun-ayun, tertiup angin yang berdesir kencang. Anjing melolong, ranting-ranting pohon berderit penuh penderitaan. Seperti anak-anak setan yang berbaris di tengah malam pekat. Lampu bohlam kuning menyala redup di tengah langit-langit kamar sempit dan pengap. Kelelawar berayun-ayun dan mengepak-ngepakan sayap hitamnya. Sinar bulan yang redup seperti telah meluruh melawan kabut.
Si tampan memeluk tubuh sang gadis, seperti tidak akan melpaskan, seperti kupu-kupu yang sedang menemukan madu bunga.
Ayolah, biarkan aku malam ini menjamahmu, seperti mercusuar yang menjulang tinggi menyapa bulan.
Jemari lentiknya membelai tengkuk sang gadis, dengan begitu lembut… perlahan. Menyusuri rambut-rambut halus yang tumbuh di sekitar tengkuknya, membuat si gadis bergidik geli.
Syuuuuutt
Angin malam mengintip dari balik jendela kayu berwarna hijau kusam yang mengayun-ayun. Angin malam yang dingin menusuk bagaikan ribuan jarum, perlahan berubah. Menjadi hawa panas, hawa panas penuh nafsu.
Hai tampan, tahukah kau… aku bukan gadis berhati malaikat.. aku…
Lidahnya mulai bergerak liar, menyusuri leher sang gadis yang jenjang dan seputih kapas. Halus dan lembut, seperti bulu domba. Membuat si gadis mengerang dan melenguh. Kepalanya menengadah menerima telusuran lembut dan basah menggelitik.
,,, aku gadis berhati sejahat iblis, penuh iri dan dengki
. Sang gadis berkata dalam hati.
Di gelitiknya telinga sang gadis dengan lidah yang sedari tadi menari-nari lincah.
Hai tampan, tahukah kau… aku gadis yang sedang dipenuhi amarah kebencian dan cemburu buta. Sang gadis mengernyit jijik di dalam hati.
Lidah mereka bertautan seperti dua pedang yang sedang berperang, saling mengecap dan merasakan, tubuh mereka telah di banjiri lautan peluh birahi. Rambut sang gadis bertebaran seperti ular-ular mati saat di baringkan kepalanya ke atas kasur kecil yang berderit-derit. Tangannya merentang pasrah di sisi kiri kanan ranjang. Mata hijaunya meredup, dan bibirnya merekah. Pipinya bersemu merah seperti buah cherry yang telah matang.
Hai tampan, tahukah kau… kulit pucatmu begitu menjijikan, caramu merayu perempuan begitu menggelikan, ingin segera saja…
Sang gadis melenguh panjang, saat payudaranya di jamah oleh jemari kekar nan lembut. Perlahan-lahan.. menyentuhnya dengan begitu tepat. Seperti memegang trofi Kristal yang rentan pecah.
Syuuuuutt.
Kusen jendela kembali berayun, angin bertiup semakin kencang, angin seperti berlari. Berlari begitu cepat., Lolongan anjing yang menatap rembulan pucat terdengar seperti tangisan. Kabut melebar di permukaan malam. Membuat segala yang ada diluar jendela menjadi begitu buram dan mencekam.
Hai tampan, tahukah kau.. aku begitu membenci lidahmu. Membenci jemarimu. Membenci mata onyx mempesonamu. Membunuh. Kau hanya seonggok nyawa tak berguna,
“Aku tahu kau mencintaiku..” si tampan berkata di sela-sela belaian penuh nafsunya.
Bayangan tubuh polos mereka, bergerak mendesah di dalam kamar sepetak bernuansa hijau kusam. sedang, di intip angin, dan bulan. Burung hantu bernyanyi riang dari luar seraya menyanyikan lagu untuk mereka. “Krruuk.. krrrukk..” hewan-hewan malam berteriak-teriak kegirangan, menyanyikan lagu kegembiraan mereka. lagu selamat datang, lagu penyambutan, lagu kematian.
Hai tampan, tahukah kau.. aku tidak pernah mencintaimu. Aku hanya mencintai gadismu. Gadis yang kau bunuh dengan pesona matamu.
Si gadis kembali melenguh, mengalahkan nyanyian kegembiraan hewan malam di luar jendela. Saat jemari itu mulai bergerak turun, membelai dan mendesak. Membelah rerimbun hutan yang lebat di sela-sela kaki jenjang indah, putih, dan mulusnya. Seperti pemburu kehausan di tengah hutan yang mencari mata air.
Krrrtttt krrrttt..
Ranjang mulai berderit karena tubuh sang gadis yang menggelinjang kasar.
Hai tampan tahukah kau… aku tidak pernah merasakan gairah dengan belaian lembut jarimu. Hambar. Sehambar hatiku padamu. Sehambar kulit pucat, dan wajah tampanmu. Hambar. Aku hanya mencintai gadismu.
Si tampan merentangkan kaki sang gadis, membentuk segitiga, dengan sudut di ujung atasnya. Siap menerima.. sang gadis meredup. Peluh membanjir. Namun, bibirnya membentuk sudut. Dia menyeringai.
Hai tampan, tahukah kau.. aku menyimpan sebilah pisau berkilat di bawah ranjang jahanam ini.
Jrrrrreeeppp.
Matanya membelalak seketika.
“K-ka-kkau!”
Hai tampan, tahukah kau… darahmu jauh lebih menggiurkan di banding mata onyx mempesonamu.
Anjing melolong kembali, hewan-hewan bernyanyi semakin lantang, angin berhenti berlari. Berdesir perlahan, ranting-ranting pohon berhenti berderak tertiup angin. Terdiam. Sang gadis terdiam dengan senyuman.
Si tampan, mengalirkan darah dari perutnya, sebilah pisau tertancap di dalamnya. Tangan sang gadis telah merah. Mengalir darah yang merembes keluar dari perut si pucat yang telanjang. Di tendang si pucat itu ke atas semen.
Hai tampan, tahukah kau.. aku begitu tertarik melihat isi perutmu.
Si gadis berjongkok di samping tubuh si pucat yang menggelepar. Di tancapkan lagi pisau itu ke lubang yang sama.
Jreeeeppp
Ditancapkan sedalam-dalamnya, dalam. Menembus tulang dan mengobok ususnya. Lalu sang gadis menarik kuat-kuat pisau itu, membelah pinggangnya. Si pucat menggelepar-gelepar, tidak satupun suara yang terdengar. Hanya desah nafasnya yang memburu dan suara pisau yang bergesek membelah kulit. Belum mati dia rupanya. Dia membelah lagi pisau itu ke arah yang berlawanan. Dan sang gadis tersenyum.
Hai tampan, tahukah kau.. ususmu yang terburai, darah yang mengalir, tubuhmu yang menggelepar-gelepar hampir membuatku orgasme.
Si gadis tersenyum, darah mengalir deras ke atas semen yang dingin. Ruangan berbau anyir, dan bernuansa merah. Merah darah. Nyanyian hewan-hewan semakin keras. Mendobrak-dobrak telinga sang gadis seperti nyanyian kemenangan.
Hai tampan, tahukah kau.. rasa darahmu adalah yang paling menggiurkan di banding semua cairan yang terkandung di dalam tubuhmu. Sperma ataupun saliva mu. Menjijikan, tapi darahmu. Membuatku ketagihan.
Sang gadis menjulurkan lidahnya, sambil memejamkan mata, dirasakan darah yang mengalir di tangannya, dihisapnya, di kecapnya, dengan begitu lahap. Seperti kehausan.
Syuuutttt
Jendela kembali berayun-ayun tertiup angin.
Hai tampan, tahukah kau.. sekarang aku ingin sekali mencumbu tubuh tak bernyawamu. Matamu begitu lucu saat membelalak, bibirmu begitu seksi saat terbuka seperti ini, dan perutmu lebih atletis saat terbelah dengan usus yang terburai. Kau tampan. Ya. kau memang tampan.
Hai tampan, tahukah kau.. aku pernah mencintai gadis pirangmu. Matanya berwarna biru aqua, cantik dan mempesona. Ingatkah kau dengannya? tubuhnya seksi, mengagumkan. Kami saling mencintai. Ya, kami saling mencintai. Lalu kau datang… dengan segala pesonamu, dengan segala cumbu rayumu. Dia tenggelam..
Hai tampan, tahukah kau.. kau membuatku mati. Saat kau campakkan dia, kau buang dia ke neraka. Kau menciptakan air mata yang tidak pernah mengalir saat dia bersamaku. Tubuhnya sekarang sedingin malam, sepucat dirimu. Kurus, lemah, dan tidak bersemangat. Kenapa kau? Kenapa kau?
Dengan jemarimu, kau membelainya waktu itu.
Sang gadis memotong jari-jemari si pucat satu-persatu. Tidak ada reaksi, tidak apa-apa. Hanya untuk kepuasan semata. Darah mengalir lagi saat kesepuluh jari itu di susun di atas semen abu-abu yang sekarang berwarna merah darah. Seperti batangan eskrim. Hanya saja, tidak pipih dan berwarna merah. Si gadis tertawa geli di dalam hati, membayangkan batangan eskrim.
Dengan lidahmu, kau menggodanya waktu itu.
Sang gadis merogohkan tangan kirinya kedalam mulut si pucat, lalu memasukan pisau di tangan kanannya, lebih mudah. Mulutnya telah terkuak kaku. Hanya saja, untuk memotong seonggok daging yang dapat meruntuhkan pertahanan gadis lain. Seonggok daging yang menciptakan kata-kata manis menghanyutkan. Lidah ini harus segera dimusnahkan. Diiris-iris perlahan daging yang berwarna merah keunguan itu.
Di angkat tinggi-tinggi daging yang telah berlumur darah itu lalu, sang gadis tersenyum. Ditaruh lidah itu di dekat jari-jari yang di susunnya tadi.
Syuuuutt.
Jendela kembali berayun.
Baru dia sadari, kesenangannya telah berlalu. Sekarang berganti kesunyian. Bukan, bukan kesunyian. Kelegaan. Bahagia. Dia sungguh bahagia. Dingin mulai menyelimuti, menusuk-nusuk seperti ribuan jarum. Hawa nafasnya berkabut, dia mulai menggigil.
Syuuuutt
Sang gadis berbalik hendak menutup jendela. Berharap dingin akan berkurang.
Syuuuutt.
Jendela masih berayun-ayun. Tertutup, terbuka, tertutup, terbuka.
Dia bergeming. Sejenak terpaku, sejenak tubuhnya tersetrum syok mendadak, lalu sejenak kemudian dia tersenyum.
Gadis berambut pirang, berdiri memaku di luar jendela. Rambutnya telah kusut masai dan berantakan. Terdapat bercak darah di ujung-ujung rambut pirang keemasannya. Matanya membelalak, kulitnya sepucat si tampan. Bibirnya membiru, wajahnya begitu tirus dan mengerikan. Tidak mempesona.
Gadis pirang cantikku.
Si pirang terisak. Darah mengalir dari matanya, air mata darah. Merah. Begitu kontras dengan kulit pucat putihnya. Dengungan malam di dalam hutan melatari isak tangis sang gadis.
Kau begitu mempesona. Begitu lama aku merindukanmu, lihatlah. Telah kuhentikan detak jantung si bocah pucat bermata onyx ini. si pemain perempuan ini. lihatlah maha karyaku. Telah kubuktikan cinta untukmu gadis pirangku.. yang tidak akan pernah dilakukan olehnya.
Kenapa? dia tidak pantas untuk hidup. Tidakkah kau terkesan? Kenapa harus menatapku begitu sih? cinta kita memang ada dan akan abadi selamanya. Tidakkah kau bahagia? Penghalang telah musnah? Jangan menangis lagi. Hentikan air mata darahmu itu. aku ada di sampingmu selalu, sebagai perempuanmu.
Wajahmu tirus sekarang, bibirmu membiru. Rambutmu tidak lagi pirang berkilauan, kenapa kau mengerikan sekarang? kau. Ya, kau sungguh mengerikan. Kau tidak cantik. Kau bukan gadis bermata biru aqua yang jernih lagi. Kau, kau mengerikan, kau jelek. Kau jelek seperti si pucat. Kau seburuk si pemain wanita itu!
He.. hei!! Jangan mendekat! Kau berbau busuk seperti mayat.. atau? Oh! Hahaha. Aku lupa. Kau memang sudah mati ya?
Kenapa kau berkeliaran? Bukankah aku sudah menyediakan kapuk beralaskan sutra, bertaburkan kelopak bunga mawar merah sebagai tempat pembaringanmu? Sudah terlihat damai kau berbaring, dan cantik. Lihatlah sekarang? kau merusak karya indahku!!
Kenapa kau melotot begitu sih? Apa salahku? Aku kekasihmu yang paling berjasa, kau tahu. Membuat tubuhmu diam selamanya begitu tidak mudah! Aku ingat, kau bahkan memukulku dengan balok kayu. Padahal, aku hanya ingin membelai lehermu dengan pisau. Pisau yang kugunakan untuk si pucat itu.
Kau pikir, menyusun kembali isi perutmu adalah pekerjaan yang mudah? Aku menghabiskan 3 hari untuk itu. aku ingin kau tetap cantik, seperti kau. Kau sebelum terjerat si pemain cinta itu. Seperti kau. Kau sebelum menangis terisak di tengah malam yang sunyi seraya menitikan air matamu ke atas fotonya. Aku hanya tidak ingin lagi melihat air matamu turun, aku mencopot kedua bola matamu, agar tidak ada lagi air mata yang mengalir. Dan tahu tidak? aku membutuhkan 2 hari untuk memasangnya kembali. Agar kau cantik.
Oh ayolah!! Kau bau busuk. Jangan mendekat! Tatapanmu tidak menawan lagi. Berhenti membelalakan matamu begitu! Matamu berdarah!
Syuuuutt.
Jendela kembali berayun. Namun, Sosok pirangnya tidak lagi di luar jendela. Tubuh ringkihnya merangsek masuk, rambut pirang kusamnya berkibar tertiup angin, hingga sebagian menutupi wajahnya.
Pluk.
Bola mata kanannya jatuh, dan menggelinding. Dengan lumuran darah air mata, serta biji mata hitam yang membelalak, bulat dan licin berair. Seperti bola tenis, hanya ukurannya lebih kecil. Menggelinding dan menggelinding, hingga menabrak jari kaki sang gadis berambut pink. Bau anyir darah semakin santar di seluruh penjuru ruangan. Sekarang hidungnya mengernyit jijik, sejak kapan dia membenci nuansa darah? Kenapa keadaan mendadak mengerikan?
Si pirang, bergaun merah. Gaun indah yang di rajut dengan tangan lentik sang gadis. Gaun merah, dapat menyamarkan warna darah, jika ada bercak darah menempel. Lagipula, merah darah itu indah bukan?
Ke..kenapa? kenapa kau masuk? Aku.. aku tidak suka caramu yang begitu.
Brruuk.
Jendela tertutup. Angin menghantamnya. Begitu rapat. Suasana malam tetap seperti biasa, kelelawar mengepak-ngepak, burung hantu bertengger, anjing masih melolong, pepohonan masih berderak dan sesekali bergoyang menahan terpaan angin dingin menusuk. Suara jangkrik menggema menembus malam. Bersama-sama, penghuni malam menyanyikan lagu kemenangan mereka di bawah rembulan pucat yang semakin hilang di telan kabut.
TAMAT
KAMBING AWAS DIKAU GA KOMEN!
-----------------------------------------------------------------------------------------
By: Marisa Jaya
Gadis berlesung pipit, tahukah kau.. aku memliki lidah semanis madu, dan senakal pelacur jalanan, lidah yang sanggup meruntuhkan pertahanan perempuan, mampu melayukan rumput segar, bahkan membunuh.
Gadis bermata hijau emerald, tahukah kau.. aku memiliki mata yang menawan, mengerling nakal dan menggoda para perempuan. Aku akan menguasai mereka hanya dalam sejentikan telunjuk.
Gadis berambut pink, tahukah kau.. aku memiliki hidung sempurna, yang dapat menggelitik telingamu.
Gadis berhati malaikat, tahukah kau.. aku sungguh terpesona akan kecantikanmu. Biarkan lidahku menjelajahimu, biarkan jariku membelaimu, biarkan hidung ini menghirupmu. Naiklah ke pembaringanku..
Sang gadis beringsut maju dari sudut ruangan temaram, perlahan-lahan mendekati si tampan yang mempesona. Senyum malu-malunya berubah menjadi seringai nakal.
Syuuuutt..
Kusen jendela berayun-ayun, tertiup angin yang berdesir kencang. Anjing melolong, ranting-ranting pohon berderit penuh penderitaan. Seperti anak-anak setan yang berbaris di tengah malam pekat. Lampu bohlam kuning menyala redup di tengah langit-langit kamar sempit dan pengap. Kelelawar berayun-ayun dan mengepak-ngepakan sayap hitamnya. Sinar bulan yang redup seperti telah meluruh melawan kabut.
Si tampan memeluk tubuh sang gadis, seperti tidak akan melpaskan, seperti kupu-kupu yang sedang menemukan madu bunga.
Ayolah, biarkan aku malam ini menjamahmu, seperti mercusuar yang menjulang tinggi menyapa bulan.
Jemari lentiknya membelai tengkuk sang gadis, dengan begitu lembut… perlahan. Menyusuri rambut-rambut halus yang tumbuh di sekitar tengkuknya, membuat si gadis bergidik geli.
Syuuuuutt
Angin malam mengintip dari balik jendela kayu berwarna hijau kusam yang mengayun-ayun. Angin malam yang dingin menusuk bagaikan ribuan jarum, perlahan berubah. Menjadi hawa panas, hawa panas penuh nafsu.
Hai tampan, tahukah kau… aku bukan gadis berhati malaikat.. aku…
Lidahnya mulai bergerak liar, menyusuri leher sang gadis yang jenjang dan seputih kapas. Halus dan lembut, seperti bulu domba. Membuat si gadis mengerang dan melenguh. Kepalanya menengadah menerima telusuran lembut dan basah menggelitik.
,,, aku gadis berhati sejahat iblis, penuh iri dan dengki
. Sang gadis berkata dalam hati.
Di gelitiknya telinga sang gadis dengan lidah yang sedari tadi menari-nari lincah.
Hai tampan, tahukah kau… aku gadis yang sedang dipenuhi amarah kebencian dan cemburu buta. Sang gadis mengernyit jijik di dalam hati.
Lidah mereka bertautan seperti dua pedang yang sedang berperang, saling mengecap dan merasakan, tubuh mereka telah di banjiri lautan peluh birahi. Rambut sang gadis bertebaran seperti ular-ular mati saat di baringkan kepalanya ke atas kasur kecil yang berderit-derit. Tangannya merentang pasrah di sisi kiri kanan ranjang. Mata hijaunya meredup, dan bibirnya merekah. Pipinya bersemu merah seperti buah cherry yang telah matang.
Hai tampan, tahukah kau… kulit pucatmu begitu menjijikan, caramu merayu perempuan begitu menggelikan, ingin segera saja…
Sang gadis melenguh panjang, saat payudaranya di jamah oleh jemari kekar nan lembut. Perlahan-lahan.. menyentuhnya dengan begitu tepat. Seperti memegang trofi Kristal yang rentan pecah.
Syuuuuutt.
Kusen jendela kembali berayun, angin bertiup semakin kencang, angin seperti berlari. Berlari begitu cepat., Lolongan anjing yang menatap rembulan pucat terdengar seperti tangisan. Kabut melebar di permukaan malam. Membuat segala yang ada diluar jendela menjadi begitu buram dan mencekam.
Hai tampan, tahukah kau.. aku begitu membenci lidahmu. Membenci jemarimu. Membenci mata onyx mempesonamu. Membunuh. Kau hanya seonggok nyawa tak berguna,
“Aku tahu kau mencintaiku..” si tampan berkata di sela-sela belaian penuh nafsunya.
Bayangan tubuh polos mereka, bergerak mendesah di dalam kamar sepetak bernuansa hijau kusam. sedang, di intip angin, dan bulan. Burung hantu bernyanyi riang dari luar seraya menyanyikan lagu untuk mereka. “Krruuk.. krrrukk..” hewan-hewan malam berteriak-teriak kegirangan, menyanyikan lagu kegembiraan mereka. lagu selamat datang, lagu penyambutan, lagu kematian.
Hai tampan, tahukah kau.. aku tidak pernah mencintaimu. Aku hanya mencintai gadismu. Gadis yang kau bunuh dengan pesona matamu.
Si gadis kembali melenguh, mengalahkan nyanyian kegembiraan hewan malam di luar jendela. Saat jemari itu mulai bergerak turun, membelai dan mendesak. Membelah rerimbun hutan yang lebat di sela-sela kaki jenjang indah, putih, dan mulusnya. Seperti pemburu kehausan di tengah hutan yang mencari mata air.
Krrrtttt krrrttt..
Ranjang mulai berderit karena tubuh sang gadis yang menggelinjang kasar.
Hai tampan tahukah kau… aku tidak pernah merasakan gairah dengan belaian lembut jarimu. Hambar. Sehambar hatiku padamu. Sehambar kulit pucat, dan wajah tampanmu. Hambar. Aku hanya mencintai gadismu.
Si tampan merentangkan kaki sang gadis, membentuk segitiga, dengan sudut di ujung atasnya. Siap menerima.. sang gadis meredup. Peluh membanjir. Namun, bibirnya membentuk sudut. Dia menyeringai.
Hai tampan, tahukah kau.. aku menyimpan sebilah pisau berkilat di bawah ranjang jahanam ini.
Jrrrrreeeppp.
Matanya membelalak seketika.
“K-ka-kkau!”
Hai tampan, tahukah kau… darahmu jauh lebih menggiurkan di banding mata onyx mempesonamu.
Anjing melolong kembali, hewan-hewan bernyanyi semakin lantang, angin berhenti berlari. Berdesir perlahan, ranting-ranting pohon berhenti berderak tertiup angin. Terdiam. Sang gadis terdiam dengan senyuman.
Si tampan, mengalirkan darah dari perutnya, sebilah pisau tertancap di dalamnya. Tangan sang gadis telah merah. Mengalir darah yang merembes keluar dari perut si pucat yang telanjang. Di tendang si pucat itu ke atas semen.
Hai tampan, tahukah kau.. aku begitu tertarik melihat isi perutmu.
Si gadis berjongkok di samping tubuh si pucat yang menggelepar. Di tancapkan lagi pisau itu ke lubang yang sama.
Jreeeeppp
Ditancapkan sedalam-dalamnya, dalam. Menembus tulang dan mengobok ususnya. Lalu sang gadis menarik kuat-kuat pisau itu, membelah pinggangnya. Si pucat menggelepar-gelepar, tidak satupun suara yang terdengar. Hanya desah nafasnya yang memburu dan suara pisau yang bergesek membelah kulit. Belum mati dia rupanya. Dia membelah lagi pisau itu ke arah yang berlawanan. Dan sang gadis tersenyum.
Hai tampan, tahukah kau.. ususmu yang terburai, darah yang mengalir, tubuhmu yang menggelepar-gelepar hampir membuatku orgasme.
Si gadis tersenyum, darah mengalir deras ke atas semen yang dingin. Ruangan berbau anyir, dan bernuansa merah. Merah darah. Nyanyian hewan-hewan semakin keras. Mendobrak-dobrak telinga sang gadis seperti nyanyian kemenangan.
Hai tampan, tahukah kau.. rasa darahmu adalah yang paling menggiurkan di banding semua cairan yang terkandung di dalam tubuhmu. Sperma ataupun saliva mu. Menjijikan, tapi darahmu. Membuatku ketagihan.
Sang gadis menjulurkan lidahnya, sambil memejamkan mata, dirasakan darah yang mengalir di tangannya, dihisapnya, di kecapnya, dengan begitu lahap. Seperti kehausan.
Syuuutttt
Jendela kembali berayun-ayun tertiup angin.
Hai tampan, tahukah kau.. sekarang aku ingin sekali mencumbu tubuh tak bernyawamu. Matamu begitu lucu saat membelalak, bibirmu begitu seksi saat terbuka seperti ini, dan perutmu lebih atletis saat terbelah dengan usus yang terburai. Kau tampan. Ya. kau memang tampan.
Hai tampan, tahukah kau.. aku pernah mencintai gadis pirangmu. Matanya berwarna biru aqua, cantik dan mempesona. Ingatkah kau dengannya? tubuhnya seksi, mengagumkan. Kami saling mencintai. Ya, kami saling mencintai. Lalu kau datang… dengan segala pesonamu, dengan segala cumbu rayumu. Dia tenggelam..
Hai tampan, tahukah kau.. kau membuatku mati. Saat kau campakkan dia, kau buang dia ke neraka. Kau menciptakan air mata yang tidak pernah mengalir saat dia bersamaku. Tubuhnya sekarang sedingin malam, sepucat dirimu. Kurus, lemah, dan tidak bersemangat. Kenapa kau? Kenapa kau?
Dengan jemarimu, kau membelainya waktu itu.
Sang gadis memotong jari-jemari si pucat satu-persatu. Tidak ada reaksi, tidak apa-apa. Hanya untuk kepuasan semata. Darah mengalir lagi saat kesepuluh jari itu di susun di atas semen abu-abu yang sekarang berwarna merah darah. Seperti batangan eskrim. Hanya saja, tidak pipih dan berwarna merah. Si gadis tertawa geli di dalam hati, membayangkan batangan eskrim.
Dengan lidahmu, kau menggodanya waktu itu.
Sang gadis merogohkan tangan kirinya kedalam mulut si pucat, lalu memasukan pisau di tangan kanannya, lebih mudah. Mulutnya telah terkuak kaku. Hanya saja, untuk memotong seonggok daging yang dapat meruntuhkan pertahanan gadis lain. Seonggok daging yang menciptakan kata-kata manis menghanyutkan. Lidah ini harus segera dimusnahkan. Diiris-iris perlahan daging yang berwarna merah keunguan itu.
Di angkat tinggi-tinggi daging yang telah berlumur darah itu lalu, sang gadis tersenyum. Ditaruh lidah itu di dekat jari-jari yang di susunnya tadi.
Syuuuutt.
Jendela kembali berayun.
Baru dia sadari, kesenangannya telah berlalu. Sekarang berganti kesunyian. Bukan, bukan kesunyian. Kelegaan. Bahagia. Dia sungguh bahagia. Dingin mulai menyelimuti, menusuk-nusuk seperti ribuan jarum. Hawa nafasnya berkabut, dia mulai menggigil.
Syuuuutt
Sang gadis berbalik hendak menutup jendela. Berharap dingin akan berkurang.
Syuuuutt.
Jendela masih berayun-ayun. Tertutup, terbuka, tertutup, terbuka.
Dia bergeming. Sejenak terpaku, sejenak tubuhnya tersetrum syok mendadak, lalu sejenak kemudian dia tersenyum.
Gadis berambut pirang, berdiri memaku di luar jendela. Rambutnya telah kusut masai dan berantakan. Terdapat bercak darah di ujung-ujung rambut pirang keemasannya. Matanya membelalak, kulitnya sepucat si tampan. Bibirnya membiru, wajahnya begitu tirus dan mengerikan. Tidak mempesona.
Gadis pirang cantikku.
Si pirang terisak. Darah mengalir dari matanya, air mata darah. Merah. Begitu kontras dengan kulit pucat putihnya. Dengungan malam di dalam hutan melatari isak tangis sang gadis.
Kau begitu mempesona. Begitu lama aku merindukanmu, lihatlah. Telah kuhentikan detak jantung si bocah pucat bermata onyx ini. si pemain perempuan ini. lihatlah maha karyaku. Telah kubuktikan cinta untukmu gadis pirangku.. yang tidak akan pernah dilakukan olehnya.
Kenapa? dia tidak pantas untuk hidup. Tidakkah kau terkesan? Kenapa harus menatapku begitu sih? cinta kita memang ada dan akan abadi selamanya. Tidakkah kau bahagia? Penghalang telah musnah? Jangan menangis lagi. Hentikan air mata darahmu itu. aku ada di sampingmu selalu, sebagai perempuanmu.
Wajahmu tirus sekarang, bibirmu membiru. Rambutmu tidak lagi pirang berkilauan, kenapa kau mengerikan sekarang? kau. Ya, kau sungguh mengerikan. Kau tidak cantik. Kau bukan gadis bermata biru aqua yang jernih lagi. Kau, kau mengerikan, kau jelek. Kau jelek seperti si pucat. Kau seburuk si pemain wanita itu!
He.. hei!! Jangan mendekat! Kau berbau busuk seperti mayat.. atau? Oh! Hahaha. Aku lupa. Kau memang sudah mati ya?
Kenapa kau berkeliaran? Bukankah aku sudah menyediakan kapuk beralaskan sutra, bertaburkan kelopak bunga mawar merah sebagai tempat pembaringanmu? Sudah terlihat damai kau berbaring, dan cantik. Lihatlah sekarang? kau merusak karya indahku!!
Kenapa kau melotot begitu sih? Apa salahku? Aku kekasihmu yang paling berjasa, kau tahu. Membuat tubuhmu diam selamanya begitu tidak mudah! Aku ingat, kau bahkan memukulku dengan balok kayu. Padahal, aku hanya ingin membelai lehermu dengan pisau. Pisau yang kugunakan untuk si pucat itu.
Kau pikir, menyusun kembali isi perutmu adalah pekerjaan yang mudah? Aku menghabiskan 3 hari untuk itu. aku ingin kau tetap cantik, seperti kau. Kau sebelum terjerat si pemain cinta itu. Seperti kau. Kau sebelum menangis terisak di tengah malam yang sunyi seraya menitikan air matamu ke atas fotonya. Aku hanya tidak ingin lagi melihat air matamu turun, aku mencopot kedua bola matamu, agar tidak ada lagi air mata yang mengalir. Dan tahu tidak? aku membutuhkan 2 hari untuk memasangnya kembali. Agar kau cantik.
Oh ayolah!! Kau bau busuk. Jangan mendekat! Tatapanmu tidak menawan lagi. Berhenti membelalakan matamu begitu! Matamu berdarah!
Syuuuutt.
Jendela kembali berayun. Namun, Sosok pirangnya tidak lagi di luar jendela. Tubuh ringkihnya merangsek masuk, rambut pirang kusamnya berkibar tertiup angin, hingga sebagian menutupi wajahnya.
Pluk.
Bola mata kanannya jatuh, dan menggelinding. Dengan lumuran darah air mata, serta biji mata hitam yang membelalak, bulat dan licin berair. Seperti bola tenis, hanya ukurannya lebih kecil. Menggelinding dan menggelinding, hingga menabrak jari kaki sang gadis berambut pink. Bau anyir darah semakin santar di seluruh penjuru ruangan. Sekarang hidungnya mengernyit jijik, sejak kapan dia membenci nuansa darah? Kenapa keadaan mendadak mengerikan?
Si pirang, bergaun merah. Gaun indah yang di rajut dengan tangan lentik sang gadis. Gaun merah, dapat menyamarkan warna darah, jika ada bercak darah menempel. Lagipula, merah darah itu indah bukan?
Ke..kenapa? kenapa kau masuk? Aku.. aku tidak suka caramu yang begitu.
Brruuk.
Jendela tertutup. Angin menghantamnya. Begitu rapat. Suasana malam tetap seperti biasa, kelelawar mengepak-ngepak, burung hantu bertengger, anjing masih melolong, pepohonan masih berderak dan sesekali bergoyang menahan terpaan angin dingin menusuk. Suara jangkrik menggema menembus malam. Bersama-sama, penghuni malam menyanyikan lagu kemenangan mereka di bawah rembulan pucat yang semakin hilang di telan kabut.
TAMAT
Selasa, 01 Juni 2010
Modis
Suatu siang, di acara ulang tahun teman gue.
Andri: mar, tumben lo modis??
Gue: he? Masa?
Fan: err, mar.. Tumben lu pake baju kaya gitu?
Gue: emang kenapa? OH TIDAK! Jelek ya? Ada yang bolong? Ayo bilang!! *mengguncang-guncang tubuh kecilnya*
Fan: gapapa, bagus aja.
Santi: Wetsehhh! Marisa, tumben oke Mar??
Gue: errr.. Apaan sih??
Cho: dah, marisa gaya dah ini hari.
Gue: LO PADA NYINDIR APA PEGIMANE SIH??
Permasalahan: gue tidak merasa MODIS pada siang itu, gue hanya mengenakan kaus selengan, jeans panjang, rompi jaring-jaring yang beli di Bali, sama bando cokelat. ANYTHING WRONG??
Pertanyaan: MEMANG BIASA PENAMPILAN GUE SEPARAH APA SIHHH????
Andri: mar, tumben lo modis??
Gue: he? Masa?
Fan: err, mar.. Tumben lu pake baju kaya gitu?
Gue: emang kenapa? OH TIDAK! Jelek ya? Ada yang bolong? Ayo bilang!! *mengguncang-guncang tubuh kecilnya*
Fan: gapapa, bagus aja.
Santi: Wetsehhh! Marisa, tumben oke Mar??
Gue: errr.. Apaan sih??
Cho: dah, marisa gaya dah ini hari.
Gue: LO PADA NYINDIR APA PEGIMANE SIH??
Permasalahan: gue tidak merasa MODIS pada siang itu, gue hanya mengenakan kaus selengan, jeans panjang, rompi jaring-jaring yang beli di Bali, sama bando cokelat. ANYTHING WRONG??
Pertanyaan: MEMANG BIASA PENAMPILAN GUE SEPARAH APA SIHHH????
Langganan:
Postingan (Atom)