Oke. masih tentang dunia kampus. Setelah beberapa saat di
kampus, beberapa bulan maksud gue. Ada beberapa hal menarik yang gue temukan di
sini. Selain teman-teman baru, gue merasa keluar dari dalam kebun binatang di
mana semua lingkungan gue memiliki pola pikir yang sama. Maksud gue, SMA. Entah
gimana dengan teman-teman SMA gue yang lainnya, tapi seperti biasa, gue itu
suka melihat keunikan-keunikan yang gue temui dari orang lain.
Gue punya satu temen sekelas, sebut aja namanya ucil. Ucil
ini muslim berjilbab, yang selalu tampil modis dengan busana muslimnya. I like
her, biarpun awal gue ketemu sama dia, gue sempet mikir nih anak sengak banget.
Tapi sampe sini, gue baru nyadar. Itu mungkin bukan sengak, mungkin itu faktor
kaca mata yang suka melorot di idung yang bikin gue berpikir dia terlihat
sengak dan mengingatkan gue sama guru akuntansi gue dulu. Kaca mata itu bikin
dia keliatan kayak superman yang punya kepribadian ganda. *oot*
Gue terlahir di keluarga Chinese, dimana pola pikir
kebanyakan kita itu sama. Dimana kita selalu berpikir tentang gimana
memakmurkan aspek finansial, gimana bisa nyekolahin anak-anak, gimana kita bisa
dagang supaya dapat hidup yang nyaman, gimana kita harus bekerja keras untuk
dapat kehidupan yang nyaman di kemudian harinya. Gue akui. Kaum gue, warga
keturunan, kita kaum-kaum pekerja keras yang realistis.
Melihat ucil, membuat mat ague terbuka bahwa dunia begitu
luas. Dia sering sharing tentang pengalamannya yang pernah dua tahun di US, dan
kegiatan-kegiatan dia disana. Dia bukan orang biasa menurut gue, seperti ada
website detik.com yang masuk ke dalem kepalanya. Wawasannya luas, entahlah. Cara
dia ngomong, cara dia menyampaikan sesuatu, yang menarik, cara dia berpikir. Gue
tercengang.
“Gue pengen jadi city designer.”
“Lo yakin?” Tanya gue sedikit gak percaya. City designer? What
the hell? Apa yang bisa dibagusin dari kota ini.
“Yakin.”
Errr okay.
Atau seperti suatu siang, di satu mata kuliah, ketika dosen
lagi ngejelasin, dia nyoret2 catetan itu di atas selembar kertas, dalam bentuk
skema. Catetannya gak pernah rapih, selalu berantakan.
“Emang nih catetan bakal lo baca?”
“Enggak.”
Dan keliatannya kertas itu beneran kebuang. Tipikal
penentang peraturan. Gak pernah ikutin kaidah yang orang biasa lainnya lakukan.
Cara pandangnya luas. Sesuatu yang gak pernah gue liat seumur hidup gue. Sesuatu
yang memotivasi gue, sekaligus membuat gue takut.
Sebagai warga keturunan, gue punya arogansi tersendiri,
bahwa kaum gue itu pekerja keras dan seringkali meraih kesuksesan dengan cara
itu. melihat Ucil, membuat gue sadar. Dia begitu kreatif, seniman sejati,
seseorang yang gak berlaku biasa, seseorang yang out of the box. Seseorang yang
penuh kejutan dan gak akan pernah bisa gue tebak isi otaknya. Somehow, gue
takut. dia punya keluarga yang suportif, open minded, dan terbuka. Nyokapnya,
yang menurut ceritanya berumur empat puluhan, penggila hip-hop dan sering
nonton konser bareng anaknya. THE HELL. Gue merefleksikan hal itu kepada
keluarga gue, kepada bokap nyokap gue yang kolot, yang bentak-bentak gue sambil
marah-marah Cuma gara-gara gue nge-band. CUMA GARA-GARA GUE NGEBAND?!
Gue sharing perihal ini dengan seorang temen cowok gue yang
juga memang keturunan.
“Semenjak kuliah, mata gue kebuka, bro. cara pandang
keluarga keturunan kek kita, sama mereka itu jauh beda banget.”
“Memang..”
Dia juga salah satu teman gue yang hobi nyanyi, dan gak dapet
dukungan dari orang tuanya, sama. Situasi kita hampir sama. Dagang-dagang-dagang.
Cari duit, hidup nyaman. Kita terkurung di dalem kotak yang kita ciptakan
sendiri. Temen cowok gue ini mengakui, dia gak dapet support penuh dari dua
orang tuanya, bahkan kuliah ini pun dia yang tentuin sendiri, pergi
seminar-seminar sendiri, tanpa orang tuanya tahu. Karena mungkin gue dan dia
yakin, kalo kita utarain itu, paling bakal dibilang gini.
“Jangan muluk-muluk. Yang wajar-wajar aja kenapa sih? Ikut-ikut
begituan buat apa? Mending lu dagang, cari duit, biar lu bisa hidup nyaman.”
Buat gue itu konyol. Membuat batas sialan di dalem hidup lo
sendiri. Kurang konyol apa lagi coba? Gue muda, gue punya banyak waktu, gue
punya banyak peluang dan kesempatan. Gue suka banget kata-kata dosen gue suatu
hari..
“Kalo kamu gak punya mimpi yang tinggi, Marisa. Pabrik roti
kamu Cuma akan jadi pabrik roti murahan yang gitu-gitu aja.”
Dan sekarang. Setelah gue kuliah, ketemu dosen itu, gue
bener-bener merasakan arti penting dari bermimpi.
“Tahu apa yang seringkali orang gagal lakukan?” Tanya dia
siang ini.
“Gagal mewujudkan rencananya, pak..” jawab beberapa temen
sekelas gue.
“Gagal mewujudkan rencana itu hal lumrah. Tau gak apa yang seringkali
gagal orang lakukan? Merencanakan mimpi-mimpi mereka.”
Damn.
Gue sekarang menemukan alasan. Kenapa ada orang yang sukses
dan puas sama hidupnya. Kenapa ada orang yang terkungkung dalam keadaan ekonomi
pas-pasan, keluhan tiada akhir, dan situasi yang stuck. Begini-begini aja.
seperti gue sekarang.
Karena gue bahkan belom berhasil membuat rencana bagi mimpi-mimpi
gue. Semuanya blur, gak ada ikatan emosional khusus dengan rencana-rencana yang
gue buat. Oke. selain rencana gue untuk nulis dan nerbitin buku tentunya.
Sekarang waktunya gue berpikir, gimana gue bisa jadi orang
yang baru, kreatif, dapet banyak pelajaran di hidup gue dari dunia kampus. Gimana
gue berkarya di tengah keterbatasan dukungan keluarga yang menurut gue berpola
pikir begitu sempit, dan realistis.
Dan honestly, gue bahkan sempat berpikir tolol, kalo gue
akan memulai semuanya setelah gue keluar dari rumah ini. setelah gue punya
kebebasan penuh atas diri gue sendiri. Nyatanya itu kelamaan.. sekarang masanya
orang-orang muda sukses, kalo nunggu timing semacam itu……… gak jadi muda sukses,
jadinya rada tua dan sukses, udah gak keren lagi.
Ternyata bener kata enci gue dulu, lulusan s1 desain
interior. “Entar kamu liat deh, orang-orang pribumi itu jiwa seninya lebih ada
dari pada orang keturunan kayak kita.”
And its true. Gue sudah mendapatkan bukti nyatanya.
Tapi gimana gue bisa refleksiin itu kedalam hidup gue
sendiri, gimana gue bisa jadiin itu suatu gambaran untuk gue kedepannya. Its glad
to know her by the way. Biarpun gue kadang suka keliatan idiot kalo lagi
ngobrol sama dia, dan jujur gue memang ngerasa idiot kalo lagi ngobrol sama
dia. banyak hal yang bisa gue ambil.
Sekarang. Waktunya gue bikin outline tentang hidup gue.
Sama kayak buat novel. Novel itu sama kayak hidup. Outline itu
rencana cerita. Jalur kehidupan yang lo tentukan dari awal. That’s why. Gue butuh
itu.
Sekian sharing hari ini.
Gue masih belom tau apa yang harus gue lakukan sih, minimal.
Gue punya semangat baru. Yiha.
Salam roti!
1 komentar:
ak tunggu buku'x dtoko buku terdekat :)
*tegebe*
Posting Komentar