Minggu, 15 November 2015

Status: Identifying Passion

I was writing something about passion yesterday. The first pharagraph is great, gue menyatakan opini-opini orang tentang passion itu apa dan sebagainya. Because I’m serious about this article, so I tried to state some datas and facts regarding to passion. Supaya orang bisa relate itu ke logika mereka dan lebih ngerti kenapa passion begitu penting.


Lucunya. Gue pikir gue adalah orang yang paling concern dengan passion dan bertekad untuk mengaplikasikan itu ke dalam hidup gue sendiri (apa sih artinya hidup tanpa passion?), tapi kemudian di tengah-tengah tulisan, gue stuck dan nggak bisa ngelanjutin tulisan gue. Why?

Karena gue nggak pernah benar-benar tau apa artinya passion ketika itu dituangkan ke kehidupan nyata, ke dalam karir lo. Dulu, koko gue selalu bilang, jadi orang realistis aja. Nggak usah idealis. “You act like this because you dont know how the real world is.” Kurang lebih seperti itu pernyataannya.

Mungkin ada benarnya.

Tadi karena gue ceritanya lagi mengemis kerjaan kemana pun (haha), gue jaga stand kampus bareng Imas dan salah satu asdos gue. He is a smart person, karena secara akademis dia terlihat reliable, thats the reason why he became a lecturer assistant. Btw, dia sedang menunggu waktu untuk menempuh studinya ke Belanda.

Gue lalu bertanya sama dia tentang hal ini. Gue cerita kalo gue lagi ngerjain satu artikel dan stuck di tengah jalan karena even gue sendiri bingung tentang passion gue. While dulu gue yakin banget bilang gue mau ini, dan itu.

Gue cerita tentang apa yang Rene Suhardono bilang tentang passion. Bahwa passion adalah sesuatu yang membuat lo berdaya. Yang ketika lo dijatuhin gimanapun lo akan selalu menemukan cara untuk kembali lagi.

“Gue sebenernya tau passion gue, Jer.”

“Nah itu lo tau. Terus masalahnya dimana?”

“Tapi passion gue nggak bisa jadi karir. Passion gue nulis. Can you imagine how to make it as a carreer?”

Okay pardon my statement untuk para penulis yang juga membaca tulisan ini. Gue serius tentang menulis, but lets face it. Nulis duitnya susah. Unless lo penulis setara Dee, Ilana Tan, Djaenar Maesa Ayu, atau sebutkanlah penulis-penulis yang cetakan bukunya berkali-kali dan lakunya kaya pelindung kabel headset. Kuantitas kelakuannya banyak banget.

Oke semua orang bisa melatih skill untuk bisa menarik pembaca segitu banyaknya, oke lo bisa mengeluarkan strategi tertentu untuk bisa menjual buku lo lebih banyak. Tapi selama proses itu, lo mau makan apa? Duitnya darimana? Bahkan dengan kondisi tulisan gue yang nggak bagus-bagus banget ini. (Oke itu bisa dilatih tapi balik ke kalimat sebelumnya).

Gue suka duit.

Realistis aja. Gue suka duit. I wanna be rich.

Gue sebenernya males nulis ini di blog, karena lagi-lagi gue takut apa yang gue tulis nggak akan jadi realita. Anyway, gue merasa sangat perlu untuk mengabadikan ini di blog, because this is me. This is a phase yang harus gue lewati. Gue pengen suatu hari nanti ketika gue sudah menjadi profesional dan pebisnis hebat, gue bisa baca lagi postingan ini, and it may be a way to understand myself even better in the future.

Btw, for the first time in my life. Gue dan bokap gue, we’re on the same page. Bahwa gue mau menempuh S2. Gue akan menekuni keilmuan yang gue pelajari sekarang. Bokap gue setuju even dia propose untuk bayarin biaya kuliah S2 gue. Meskipun gue lebih pengen untuk membiayai diri gue sendiri entah gimana caranya. Mungkin ini juga salah satu cara untuk gue bisa acknowledge apa passion gue sebenarnya. Untuk ngeliat dunia dengan lebih luas dan dari kacamata yang beda.

Untuk sekarang ini, gue merasa passion bisa datang dalam berbagai bentuk. Ada orang yang suka bisnis karena dia passionate ketika membangun sesuatu, memimpin sebuah perusahaan, tapi ada orang yang masuk ke market place dan jadi profesional. Because they’re passionate about their job. Passion adalah variabel penting dalam kesuksesan, seperti yang Rene bilang, passion bikin lo bandel. Bikin lo pantang menyerah.

“Duit itu passion juga, Mar.” Kata asdos gue. Itu juga cara berpikir gue dulu. Bahwa duit itu bisa jadi passion. “Semua itu balik-baliknya ke duit lagi. Menurut lo kenapa ada orang yang jadi penilai?” (ini adalah bidang yang gue jalani waktu internship dulu)

“Nah iya, gue juga heran. Apa yang memotivasi orang untuk jadi penilai publik?”

“Duit lah! Menurut lo apalagi selain duit? Ya paling dia suka itung-itungan. Tapi balik lagi. Untuk apa? Dapet duit. Bahkan dosen kita mengiming-imingi gaji gede kan kalo masuk ke bidang ini?”

“Nggak deh, Jer. Masa sih passion itu duit.”

“Iyalah. Ya itu makanya kalo orang yang passionnya kerja untuk duit, pas nggak ada duit ya dia berhenti.”

Duit itu terlalu dangkal untuk jadi sebuah passion. Gimana lo bisa “bandel”, lo bisa “pantang menyerah”, kalo ketika nggak ada duitnya aja lo langsung berhenti berusaha?

“Nah, masa sih. Orang kerja tapi nggak ada duitnya dia berhenti, Jer?”

“Ya orang kan kriteria suksesnya beda-beda. Tapi duit itu juga bisa jadi passion.”

And my thought about this havent finished yet. Gue pernah menonton salah satu video Richard St John, dia orang yang sangat concern tentang passion atau bagaimana lo menuangkan passion ke dalam kerjaan lo. He is too a success expert. Dia mewawancari ratusan orang-orang yang sukses dalam bidangnya and they have one thing in common, they are passionate about what they do. And they set goals for it.

Gue akan fokus S2 di urban planning ataupun Real Estate Development (salah satu diantaranya). Satu, karena gue pengen dapet pengalaman. Dua, karena fyi, ilmu gue itu harganya mahal banget (baru gue sadari setelah gue internship dan nerima salah satu projek feasibility study untuk sebuah proyek). Tiga, berhubungan sama nomor dua, gue sayang banget sama ilmu ini. Rasa sayang gue itu kayak punya pacar. Sesuatu yang pengen gue jaga dan gue ajak bertumbuh bersama (eakkk!).

“Nah, orientasi lo juga duit kan. Karena ilmu kita mahal makanya mau lo tekunin.”

Ah emang kampret.

Gue lupa nomor empat, mungkin juga ini jadi salah satu cara untuk gue menemukan dan mendefine passion gue sebenarnya.

Mungkin ada orang yang bisa bilang, “Jalanin aja selama lo suka ngelakuinnya.”

But thats not me. Gue nggak bisa kaya gitu. Even dari dulu gue sadar gue nggak bisa kaya gitu. Mungkin meski pada akhirnya gue juga ujung-ujungnya “jalanin aja”, dalam beberapa momen contohnya seperti momen di ujung perkuliahan seperti ini. Gue nggak bisa kaya gitu. Karena gue mau yang terbaik buat diri gue sendiri. Untuk yang terbaik maka gue punya banyak pilihan.

Yes I have set goals for myself. But i think I’ll have some changes untuk diagram future plan yang sempet gue buat. I need to make sure many things untuk decide “gue akan jadi profesional dan penulis dan pebisnis.” Di masa depan gue.

Oh, dan ada satu kalimat terakhir dari asdos gue sebenernya, “Satu lagi, Mar. Kenapa Steve Jobs atau Bill Gates bisa sesukses sekarang. Mereka setia sama prosesnya.”

Because another important things is Focus. And I know it’s important and I have mentioned about it also many times before.

“Setau gue lo nggak bisa punya dua passion, biasanya lo fokus ke salah satunya. Nah gue nggak ngerti deh kalo lo bilang passion lo nulis tapi nggak mau berkarir di bidang itu. Jangan-jangan malah entar passion lo yang jadi kerja sampingan. Kaya dosen kita yang udah punya banyak duit dari bisnis tapi malah ngajar.”

Passion yang jadi kerja sampingan, that’s exactly how my future plan was.

T.T

I’ll stick to my new plans btw (include finishing my article about passion)

I’ll be succeed. Soon. I can sense that I’m getting closer to it.


Salam Roti!

Tidak ada komentar: